logo2

ugm-logo

Blog

Kemensos: Program penanggulangan bencana di DIY jadi barometer

Bantul (ANTARA) - Fungsional Peksos Ahli Madya Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial, Edhy Suwarna, mengatakan program penanggulangan bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi barometer bagi kementeriannya dalam mengembangkan kesiapsiagaan bencana.

"Kami sangat bangga tentunya provinsi DIY untuk proses penanggulangan bencana maupun program-programnya sudah menjadi barometer," kata Edhy di sela pengukuhan Kelurahan Srimulyo, Kabupaten Bantul, DIY sebagai Kampung Siaga Bencana (KSB) di Bantul, Rabu.

Menurut dia, dalam kegiatan penanggulangan bencana melalui program KSB, bahwa di DIY, berdasarkan catatan Dinas Sosial DIY hingga saat ini telah terbentuk sebanyak 60 KSB yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota se-provinsi DIY.

Dia mengatakan, itu menjadi bukti bahwa Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 128 Tahun 2011 tentang KSB telah berjalan di DIY, bahkan di wilayah Kabupaten Bantul telah terbentuk Kampung Siaga Bencana di Kelurahan Wukirsari, Imogiri pada 2010.

Bahkan, kata dia, DIY telah memberikan masukan-masukan kepada Kemensos baik dalam pengembangan Tagana (Taruna Siaga Bencana), pengembangan program kesiapsiagaan dan pengembangan gerakan logistik.

"Ini menjadi perhatian bagi Kemensos untuk lebih dalam meningkatkan kegiatan kegiatan yang mendukung kegiatan kegiatan penanggulangan bencana yang ada di provinsi DIY," katanya.

Oleh karena itu, Edhy mewakili Kemensos berharap agar tim KSB Kelurahan Srimulyo Bantul, yang diberikan pelatihan dan fasilitasi serta dikukuhkan ini agar dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) dari pemerintah daerah, agar bisa sesuai dengan Permensos tentang KSB.

"Kami harap bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sosial, kegiatan kemasyarakatan. Salah satu falsafah bahwa berdirinya KSB ini dalam rangka kesiapsiagaan penanggulangan bencana, dan bila tidak terjadi bencana ini merupakan aset masyarakat untuk kita," katanya.

Dia juga menyampaikan pesan Mensos, agar segera membuat lumbung lumbung sosial di wilayah rawan bencana, karena hal itu menjadi pemikiran dan menjadi sebuah proses kebijakan kegiatan yang sudah kita laksanakan oleh Direktorat Jenderal PSKBA Kemensos.*

Banda Aceh lanjutkan kerjasama mitigasi bencana dengan Jepang

Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Kota Banda Aceh melanjutkan kerjasama kemitraan dengan Pemerintah Kota Kamaishi Jepang terkait mitigasi kebencanaan khususnya bidang gempa bumi dan tsunami yang telah terjalin sebelumnya.

"Bahkan, kami ingin kerjasama yang lebih intens lagi antara kedua belah pihak. Terutama bagi pelajar, minimal anak-anak kami bisa mencontoh kedisiplinan masyarakat Jepang. Saya akan mendukung sepenuhnya program ini," kata Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq, di Banda Aceh, Jumat.

Program kemitraan Banda Aceh dan Kamaishi tersebut digagas oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Kelanjutan kerjasama tersebut usai kedua pihak melakukan pertemuan di Pendopo Wali Kota Banda Aceh.

Dalam waktu dekat, badan kerjasama internasional Jepang tersebut akan menggelar training for trainer, sesi pembelajaran, workshop, hingga pelatihan ke Negeri Sakura terkait mitigasi bencana tersebut.

Bakri berharap, selain kerja sama terkait mitigasi kebencanaan, dirinya juga meminta dukungan JICA untuk membantu melakukan pengembangan sektor pariwisata Banda Aceh.

"Walaupun fokus kami wisata religi, tapi kami berpikir global dan siap bersanding dengan semua pihak untuk memajukan kota ini," ujarnya.

Bakri mengaku kagum dengan Jepang, meski terkenal sebagai negara industri tetapi tidak menghilangkan bidang agraris nya. Masyarakatnya juga sangat dilindungi oleh pemerintah.

"Dalam sistem pemerintahan, mereka lebih mengedepankan merger bukan pemekaran jika masih ada daerah yang tertinggal," kata Bakri.

Sementara Itu, Senior Deputy Director of Partnership Program Division JICA Fujihara Reiko menyatakan kedatangan mereka ke Banda Aceh selain bersilaturahmi juga ingin menjalin kerjasama mitigasi bencana serta terkait sister city antara Banda Aceh dan Kamaishi.

Fujihara menyebutkan, program mereka nantinya akan dipusatkan di Museum Tsunami Aceh dan dua sekolah yakni SMPN 11 dan SMPN 17 Banda Aceh.

"Saya yakin proyek ini akan berhasil nantinya, ditambah lagi dengan dukungan penuh Pemko Banda Aceh, mohon kerjasama ke depannya," kata Fujihara.

Dia menjelaskan bahwa fokus proyek JICA kali ini adalah peningkatan kemampuan atau SDM tentang mitigasi bencana. Bahkan nantinya mereka juga bakal melibatkan unsur kampus (Universitas Syiah Kuala), BPBD, dan Dinas Pendidikan Banda Aceh.

"Karena nantinya kita harapkan pada 2024 bakal ada pelatihan balasan ke Jepang. Semoga ini dapat berjalan baik," demikian Fujihara.*

Pengamat: Masyarakat Harus Paham Local Risk untuk Sukseskan Mitigasi Bencana

Doktor Hendro Wardono Ketua Pusat Studi Bencana dan Lingkungan Unitomo Surabaya menyebut support dari masyarakat sangat penting dalam setiap upaya mitigasi bencana alam, khususnya bencana Hidrometeorologi. Menurutnya, peran instansi pemerintah memang penting, tapi akan lebih efektif jika masyarakat tidak abai.

Hendro menyebut, ada tiga hal yang minimal harus dilakukan pemerintah daerah beserta masyarakatnya, untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut.

“Pertama masyarakat harus tahu risiko lokal (local risk) di daerahnya, ancamannya bagaimana, sehingga bisa ikut mengantisipasi.Kedua, bahu membahu dengan instansi pemerintah dan terakhir harus ada local action, relawan-relawan-nya digerakkan,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (18/10/2022).

Kata Hendro, penerapan dari ketiganya masih 50 sampai 60 persen, yang artinya belum maksimal. Terutama, yang paling minim yakni terkait local risk. Padahal, di Kota Surabaya masih sering terjadi bencana seperti banjir dan angin kencang hingga puting beliung.

“Padahal BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sudah memberi sosialisasi. Ketika masyarakat tidak memahami ancaman di sekitarnya, dampaknya akan selalu berulang, jelasnya.

Abainya masyarakat, lanjut dia, karena mindset (pola pikir) masih terkait ketanggap daruratan atau bereaksi pada kejadian, dan bukan terkait pencegahan kejadian.

Ketua Pusat Studi Bencana dan Lingkungan Unitomo itu menjelaskan, gotong royong dengan sistem pentahelix, yakni partisipasi gabungan dari pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan media, bisa jadi solusi jangaka panjang pencegahan dampak bencana agar tidak terlalu besar.

Menurut dia, keberadaan satgas bencana di kampung tangguh Surabaya sudah tepat. Namun, masih perlu dilakukan pengoptimalan. Salah satunya, dengan diberikan pelatihan kepada setiap anggotanya, yang dinilai masih belum cukup berkompetensi.

“Tidak berkompeten pun tidak masalah, asal kita beri pelatihan. Karena salah satu kendala dalam penanganan bencana itu ya di komunikasinya. Bagaimana mereka mengedukasi masyarakat untuk memahami local risk, itu yang terpenting,” pungkasnya. (bil/ipg)

Pakar: Mitigasi banjir perlu berfokus pada faktor dominan

Jakarta (ANTARA) - Pakar Hidrologi dan Sumber Daya Air Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Yanto, Ph.D mengatakan program mitigasi banjir perlu berfokus pada faktor dominan penyebab terjadinya bencana.

"Mitigasi perlu berfokus pada faktor dominan penyebab banjir agar tepat sasaran," kata dia dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Dosen Fakultas Teknik dan Jurusan Teknik Sipil Unsoed Purwokerto tersebut menjelaskan persoalan banjir selalu melibatkan dua wilayah yakni wilayah hulu yang merupakan sumber air dan wilayah hilir sebagai penerima.

"Faktor dominan tiap-tiap wilayah bersifat unik. Di sebagian wilayah, faktor hulu lebih dominan dan di sebagian yang lain faktor hilir lebih dominan," katanya.

Kendati demikian, jika bencana banjir pada suatu wilayah cukup sering terjadi, kemungkinan besar penyebabnya adalah kombinasi faktor hulu dan hilir.

"Baik pada wilayah hulu maupun hilir, masalah penyebab banjir dapat berasal dari karakteristik alam maupun campur tangan manusia," katanya.

Dia menyebutkan bentuk daerah aliran sungai (DAS), perubahan kemiringan lahan dari hulu ke hilir, kerapatan jaringan sungai adalah contoh faktor alam yang memengaruhi besarnya banjir.

"Sementara perubahan tata guna lahan, metode pengolahan lahan, jenis tanaman pelindung merupakan contoh campur tangan manusia," katanya.

Meskipun mitigasi yang berfokus pada faktor dominan penyebab banjir akan memberikan solusi yang lebih hemat, kata dia, mempersiapkan upaya mitigasi banjir dari hulu ke hilir akan memberikan solusi yang lebih menyeluruh.

"Mitigasi banjir yang komprehensif sangat diperlukan guna memberikan solusi yang dibutuhkan dengan tingkat risiko yang lebih kecil," katanya.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan pentingnya mencegah bencana banjir dengan melakukan optimalisasi pada sistem drainase.

Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kemenko PMK Letjen TNI (Purn) Sudirman mengatakan optimalisasi sistem drainase dan tata air serta sistem peresapan dan tampungan air dapat mencegah terjadinya banjir dan longsor.

Khofifah: Mitigasi Bencana Harus Dilakukan Secara Komprehensif

Pacitanku.com, SUDIMORO – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta semua pihak untuk melakukan upaya mitigasi secara komprehensif menyikapi kejadian bencana alam yang terjadi, utama yang terjadi belakangan ini di sejumlah daerah, termasuk Pacitan.

Hal itu disampaikan perempuan yang akrab disapa Khofifah ini saat meninjau rumah terdampak bencana di Kecamatan Sudimoro pada Jumat (28/10/2022).

“Kalau ini sepertinya wilayah pansela dari mulai Jabar, Jateng kemudian ke Jatim ini sepertinya ada fenomena pergerakan tanah, maka masing-masing harus melakukan mitigasi secara komprehensif, masyarakat komunitasnya, kemudian kami Pemkab dan Pemprov bersama-sama,”katanya.

Lebih lanjut, Khofifah mengatakan fenomena bencana alam yang terjadi utamanya pergerakan tanah ini memang membutuhkan salah satu solusi, yakni upaya relokasi yang bisa dilakukan pemerintahnya.

“Maka salah satu solusi untuk bisa bisa memberikan hunian yang aman ya asal masyarakatnya setuju jalannya ada bisa disiapkan untuk relokasi,”kata Gubernur perempuan pertama di Jatim ini.

Rencana relokasi itu, kata Khofifah, juga setidaknya juga diupayakan di sejumlah Kabupaten di Jatim lainnya terdampak bencana, seperti Trenggalek dan Blitar.

“Di Trenggalek sudah fixed (relokasi), masyarakat dan Kades memang semua siap direlokasi, kebetulan ada lahan Pemprov di desa yang sama, yakni Desa Jumurung, Kecamatan Bandengan, untuk awal November Insyaallah udah mulai melakukan groundbreaking renovasi 51 KK,”papar Khofifah.

Khofifah mengatakan di Kabupaten Trenggalek juga sudah berkomunikasi dengan 51 KK tersebut memberitahukan terkait rencana relokasi rumah terdampak bencana tersebut.

“Ini sudah kita lakukan di trenggalek awal November grounbreaking untuk 51 Kepala Keluarga (KK), mereka sudah sepakat relokasi, saya sudah kulonuwun kemasyarakat sekitar yang akan punya relokasi, bahwa akan punya tetangga baru,”tandas mantan Menteri Sosial ini.

Selain di Trenggalek, upaya relokasi juga direncanakan akan dilakukan di Blitar.

“Tadi malam di Blitar ada 75 KK yang rumahnya sudah mulai retak, kemudian tanahnya mulai retak dan bergeak jadi opsinya juga relokasi,”ujarnya.

Sema halnya di Pacitan, jika masyarakat berkenan dirinya juga membuka opsi relokasi untuk puluhan rumah warga di tiga desa terdampak, yakni Desa Ketanggung, Desa Sukorejo dan Desa Karangmulyo.

“Disini (Pacitan), kita juga melihat (rumah) yang sudah mengalami keretakan tanah atau pergerakan area ini untuk relokasi jika masyarakat nya memang berkenan,”kata Khofifah.

Saat berkunjung dan melihat dampak bencana di Sudimoro, Khofifah yang mendarat menggunakan helikopter di lapangan Sukorejo didampingi Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji, Sekda Pacitan Heru Wiwoho Supardi Putra dan Camat Sudimoro Khemal Pandu Pratikna meninjau calon tempat relokasi korban terdampak bencana di Desa Sukorejo.

Selain di Desa Sukorejo, Gubernur bersama rombongan juga melihat langsung rumah warga yang retak di Desa Ketanggung serta memberikan paket kebutuhan pokok bagi warga terdampak.