logo2

ugm-logo

Blog

Banjir Landa Turki Utara Setelah Kebakaran Hutan di Selatan

REPUBLIKA.CO.ID,ISTANBUL -- Banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang luar biasa deras melanda pantai utara Turki pada Rabu (11/8), meruntuhkan sebuah jembatan dan mematikan listrik di desa-desa. Sebelumnya, beberapa kebakaran hutan terbesar dalam sejarah menghancurkan bagian barat daya negara itu.

 
 

Penyiar negara, TRT Haber mengatakan, satu orang meninggal karena serangan jantung di provinsi utara Bartin, dan petugas darurat sedang mencari orang lain yang hilang. 

Sementara itu, berdasarkan data Manajemen Bencana dan Darurat Kepresidenan atau Disaster and Emergency Management Presidency (AFAD, 13 orang juga terluka setelah sebuah jembatan runtuh di Bartin dan terjadi pemadaman listrik di 12 desa.

Dilansir dari Reuters, di provinsi Sinop, 150 mil (240 km) timur Bartin, sebuah rumah runtuh karena banjir dan mobil-mobil terdampar di air. AFAD mengatakan, sebuah rumah sakit sedang dievakuasi dan beberapa jalan ditutup di Sinop, memperingatkan bahwa hujan lebat di daerah itu diperkirakan akan terus berlanjut.

Selain itu, hujan deras juga menyebabkan sungai meluap di Kastamonu, sekitar 70 km ke daratan, menyeret mobil dan puing-puing ke hilir. Bahkan, pembangkit listrik tenaga air jhga kebanjiran saat permukaan air naik, sehingga upaya untuk menyelamatkan orang-orang yang terjebak di daerah itu terus berlanjut.

Diketahui, bagian utara Turki rentan terhadap banjir bandang di musim panas ketika hujan sangat deras.  Tahun lalu sedikitnya lima orang tewas dalam banjir di wilayah tersebut.

Turki juga telah berjuang melawan kebakaran hutan yang membakar puluhan ribu hektar hutan di sepanjang pantai selatannya selama dua minggu terakhir. Panel iklim PBB mengeluarkan peringatan mengerikan minggu ini bahwa tingkat gas rumah kaca dunia cukup tinggi untuk menjamin gangguan iklim selama beberapa dekade.

Pemanasan 1,1 derajat Celcius yang sudah tercatat sudah cukup untuk melepaskan cuaca buruk termasuk kebakaran di Turki, Yunani dan Amerika Serikat

Warga Waspada Banjir, BPBD DKI: Bendung Katulampa Siaga 3

JAKARTA - Kawasan hulu sungai Ciliwung, Puncak, Kabupaten Bogor sejak Senin petang diguyur hujan deras. Hal tersebut mengakibatkan tinggi muka air (TMA) sungai Ciliwung Bendung Katulampa siaga 3.

"Pukul 23.00 WIB TMA 10cm/Gerimis (Normal/Siaga 4). Pukul 00.00 WIB TMA 90cm/Gerimis (Waspada/Siaga 3)," tulis akun Twitter @BPBDJakarta, Selasa (10/8/2021).

BPBD mengatakan, antisipasi kurang lebih 6-9 jam ke depan air akan sampai pintu air Manggarai. Adapun wilayah yang dilintasi aliran sungai sebagai berikut; Srengseng Sawah, Pejaten Timur, Rawa Jati, Balekambang, Pengadegan, Cikoko, Cawang, Kebon Baru, Bukit Duri, Bidara Cina, dan Kampung Melayu.

"Penyebaran informasi melalui DEWS, Penyebaran informasi melalaui media sosial, dan pemberitahuan Lurah serta Camat," ungkapnya.

BPBD Sumsel Lakukan Pembasahan Lahan Gambut Cegah Bencana Asap

Merdeka.com - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan pada awal puncak musim kemarau Agustus 2021 ini gencar melakukan pembasahan lahan gambut untuk mencegah terjadinya bencana kabut asap.

"Akhir-akhir ini puluhan hektare lahan gambut mulai terbakar, jika tidak dilakukan pembasahan bisa semakin luas terbakar dan berpotensi menimbulkan bencana kabut asap," kata Kabid Penanganan Darurat BPBD Sumsel Ansori di Palembang dilansir Antara, Senin (9/8).

Dia menjelaskan, untuk melakukan pembasahan, pihaknya menurunkan petugas didukung satgas gabungan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Petugas BPBD Sumsel bersama satgas karhutla melakukan patroli darat dan udara untuk memantau daerah yang dipetakan rawan kebakaran hutan dan lahan.

Dalam patroli itu, kata Ansori, daerah yang terpantau kering atau terdeteksi sebagai titik panas dilakukan pembasahan dengan memanfaatkan sumber air terdekat, sedangkan yang terbakar dilakukan pemadaman.

Melalui upaya tersebut, menurut dia, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir bisa dikendalikan tidak menjadi kebakaran besar.

Berdasarkan data, hingga kini sekitar 90 hektare lahan gambut di sejumlah daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yang terbakar.

Lahan gambut yang terbakar itu sebagian besar berada di Kabupaten Ogan Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, Pali dan Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Untuk mencegah terjadinya karhutla yang lebih luas, selain menurunkan petugas intensif melakukan pembasahan, pihaknya mengharapkan partisipasi masyarakat menjaga lahan gambut, kawasan perkebunan dan hutan di sekitar desanya.

"Melalui upaya tersebut diharapkan wilayah Sumsel yang memiliki kawasan hutan, lahan gambut dan perkebunan yang cukup luas bisa terhindar dari kebakaran besar dan bencana kabut asap dampak musim kemarau tahun ini," ujar Ansori. [ray]

Potensi Bencana-Bencana yang Diramalkan BMKG Bakal Terjadi di Indonesia

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain aktif meluncurkan ramalan cuaca, lembaga ini sering mengeluarkan kajian diskusi prediksi bencana untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat Indonesia.

Belakangan ini BMKG merilis sejumlah kajian ramalan untuk meningkatkan kewaspadaan, mulai dari aktivitas kegempaan, tsunami atau gelombang tinggi, hingga cuaca ekstrem atau bencana hidrometeorologis. Berikut potensi bencana-bencana yang diramalkan BMKG:

1. Gempa M 8,7

Dilansir dari laman resmi BMKG, zona lempeng selatan Jawa memiliki potensi gempa dengan magnitudo maksimum M 8,7. Hal ini berdasarkan hasil kajian dan pemodelan para ahli pada diskusi berjudul “Kajian dan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur”.

Namun dalam siaran pers BMKG diluruskan bahwa Indonesia adalah wilayah yang aktif dan rawan gempa bumi, maka dapat terjadi kapan saja dengan berbagai kekuatan. Selain itu hingga kini belum ada teknologi yang dapat memprediksi gempa bumi dengan tepat dan akurat.

Menanggapi hal ini, semua pihak perlu melakukan upaya mitigasi struktural dan kultural dengan membangun bangunan aman gempa. Pemerintah, pihak swasta, dan BPBD pun telah menyiapkan sarana dan prasarana evakuasi yang layak dan memadai, serta memastikan sistem peringatan dini di daerah rawan beroperasi atau terpelihara dengan layak dan terjaga selama 24 jam tiap hari untuk meneruskan Peringatan Dini dari BMKG.

2. Tsunami 29 Meter di Jawa Timur

Selain potensi gempa M 8,7, hasil kajian tim ahli BMKG juga menyebutkan potensi tsunami 29 meter Jawa Timur. Secara rinci, potensi terburuk bencana ini yaitu setinggi 26-29 meter di perairan selatan Jawa Timur.

Sedangkan untuk waktu tercepat, tercatat di angka 20-24 menit pada Kabupaten Blitar. Namun menurut siaran pers yang ditayangkan dalam laman resmi BMKG, telah diluruskan bahwa isu ini merupakan potensi bukan prediksi yang pasti.

Pemerintah daerah bersama pemerintah pusat juga akan melakukan penataan tata ruang pantai rawan agar aman dari bahaya tsunami, dengan menjaga kelestarian ekosistem pantai sebagai zona sempadan untuk pertahanan terhadap gelombang tsunami dan abrasi. Semua pihak juga diimbau untuk berupaya mitigasi dengan membangun bangunan aman tsunami.

3. Gelombang Tinggi 6 Meter di Perairan Aceh

Pada Selasa (3/8/2021) lalu, BMKG meluncurkan peringatan potensi gelombang tinggi 6 meter di sekitar perairan Aceh. Gelombang tinggi ini diprediksi mungkin terjadi pada 3-5 Agustus 2021. BMKG merinci gelombang tinggi di wilayah perairan utara Sabang (4 hingga 6 meter), perairan Sabang-Banda Aceh (0,50 hingga 2,50 meter), selat Malaka bagian utara (2,50 hingga 4 meter), dan perairan Lhokseumawe (0,50 hingga 1,25 meter.

Ada pula di perairan barat Aceh (2,50 hingga 4 meter), perairan Meulaboh-Kepulauan Sinabang (1,25 hingga 2,50 meter) dan wilayah Samudera Hindia barat Aceh mulai 4 hingga 6 meter. Dengan demikian, masyarakat di sekitar perairan Aceh dan aktivitas penyeberangan di Banda Aceh-Sabang diminta untuk waspada.

4. Gelombang Tinggi 4 Meter di Sejumlah Perairan

BMKG kembali memberikan peringatan dini adanya gelombang tinggi di berbagai wilayah perairan di Indonesia, sejak 22-24 Juli 2021. Hal ini disebabkan oleh kondisi pola angin di wilayah bagian utara dominan bergerak dari Selatan menuju Barat Daya dengan kecepatan angin berkisar 5-25 knot.

Sementara pola angin wilayah Indonesia bagian selatan dominan bergerak dari Timur - Tenggara dengan kecepatan angin berkisar 5-25 knot. Dikutip dari situs resmi BMKG, kondisi tersebut mengakibatkan peningkatan gelombang setinggi 1,25 - 2,50 meter, hingga yang tertinggi mencapai 4 meter. Gelombang tinggi itu diperkirakan akan terjadi di beberapa perairan seperti Selat Malaka bagian utara, perairan timur P. Simeulue - Kepulauan Mentawai, Laut Natuna utara.

5. Cuaca Ekstrem Bibit Siklon Tropis

Perkembangan Sistem Depresi Tropis 04W atau bibit siklon tropis telah dimonitor oleh BMKG, yang terdeteksi tumbuh pada tanggal 30 Mei 2021. Hal itu terdeteksi di sekitar sekitar Samudera Pasifik Barat daya sebelah Timur-Tenggara Filipina (5.9° LU 133.1°BT).

Kecepatan angin maksimum terdeteksi mencapai 30 knot (56 km/jam), dan tekanan udara minimumnya mencapai 1004 hPa. Kemudian juga teridentifikasi aktivitas awan konvektif yang signifikan dan persisten dalam 6 jam terakhir di sekitar Sistem 04W. Aktivitas itu menurut pantauan citra satelit cuaca Himawari-8.

sumber: https://nasional.okezone.com/read/2021/08/09/337/2452820/potensi-bencana-bencana-yang-diramalkan-bmkg-bakal-terjadi-di-indonesia

Bencana banjir: 'Lebih dari 179 juta jiwa diperkirakan terdampak banjir pada 2030' - Banjir di Kalimantan dan Sulawesi masuk dalam riset

Sebuah penelitian menunjukkan porsi populasi global yang berisiko terdampak banjir naik hampir seperempat selama dua dekade terakhir.

Citra satelit menunjukkan jumlah orang yang berisiko terdampak banjir jauh lebih besar daripada yang diprediksi oleh model komputer.

Analisis menunjukkan perpindahan penduduk dan semakin banyaknya bencana banjir, menjadi faktor di balik peningkatan pesat dari penduduk yang rentan ini.

Pada tahun 2030, jutaan orang lainnya akan mengalami peningkatan banjir karena perubahan iklim dan demografi, kata para peneliti.

Penelitian itu juga mencatat beberapa wilayah yang terdampak banjir yang parah akibat intensitas hujan yang tinggi di Indonesia dalam 20 tahun terakhir.

Mereka memperkirakan pada tahun 2030 akan ada tambahan 25 negara yang mengalami peningkatan bencana banjir, selain 32 negara yang sudah terkena dampak saat ini.

"Kami memperkirakan akan ada tambahan 179,2 juta orang baru yang terdampak banjir pada tahun 2030 di zona banjir seratus tahunan, dan sebagian besar karena perubahan demografi," kata kepala peneliti, Dr Beth Tellman, dari University of Arizona.

"Sekitar 50 juta orang tambahan orang yang akan terkena dampak banjir, kami pikir, sebagai dampak langsung dari perubahan," tambah perempuan yang juga menjabat sebagai kepala pejabat sains di Cloud to Street, sebuah platform pelacakan global.

Banjir merupakan bencana lingkungan yang memakan korban lebih banyak ketimbang bencana lain, kata para peneliti.

Pandangan ini terus bergema selama beberapa pekan terakhir, dengan maraknya bencana banjir besar yang menghancurkan kehidupan dan harga benda di sejumlah negara.

Di Jerman dan China, rekor curah hujan yang tinggi telah membuat penanganan kewalahan, di tengah perdebatan terkait antisipasi yang sudah dilakukan.

Salah satu tantangan dari banjir, menurut para peneliti, adalah sebagian besar peta yang memperkirakan terjadinya banjir didasarkan pada model.

Peta ini mensimulasikan banjir berdasarkan informasi seperti ketinggian, curah hujan dan data dari sensor tanah.

Namun peta itu memiliki batasan yang signifikan: mereka gagal memperhitungkan perubahan populasi atau infrastruktur, serta tidak dapat memprediksi kejadian acak seperti jebolnya bendungan.

Jadi ketika Badai Harvey melanda Texas, AS, pada 2017, sekitar 80.000 rumah yang terendam banjir tidak ada dalam peta risiko pemerintah.

Dalam studi terbaru ini, para peneliti melihat citra satelit harian untuk memperkirakan tingkat banjir dan jumlah orang yang terdampak lebih dari 900 peristiwa banjir besar antara tahun 2000 dan 2018.

Mereka menemukan bahwa antara 255 dan 290 juta orang terkena dampak langsung dari bencana banjir.

Selain itu, antara tahun 2000 hingga 2015, jumlah orang yang tinggal di lokasi banjir ini meningkat 58-86 juta.

Ini merupakan peningkatan 20-24% dalam proporsi populasi dunia yang terdampak banjir, sekitar 10 kali lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Peningkatan itu tidak merata di seluruh dunia. Negara-negara dengan peningkatan risiko banjir terutama di Asia dan Afrika sub-Sahara.

Sementara negara-negara Eropa dan Amerika Utara, risikonya stabil atau menurun.

Sekitar 90% dari bencana banjir yang diamati oleh para ilmuwan terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, di sekitar lembah sungai besar termasuk Sungai Indus, Sungai Gangga-Brahmaputra dan Sungai Mekong.

"Kami mampu mengamati banjir di Asia Tenggara lebih banyak daripada tempat lain, karena pergerakannya sangat lambat dan ketika awan bergerak, kami bisa mendapatkan gambaran banjir yang sangat jelas," jelas Tellman.

"Tapi ada juga banyak banjir, banjir yang berdampak sangat besar di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

"Ada juga populasi manusia yang besar yang menetap di dekat sungai untuk alasan yang sangat penting [seperti] pertanian," jelas Dr Tellman.

Kendati begitu, ia menambahkan bahwa ini "sayangnya juga membuat orang terdampak bencana banjir".

Salah satu aspek yang membingungkan dari penelitian ini adalah mengapa orang-orang di banyak negara pindah ke daerah rawan banjir ketimbang menjauh lokasi tersebut.

Sementara populasi global tumbuh lebih dari 18% antara tahun 2000 dan 2015, di daerah banjir yang diamati, populasi meningkat sebesar 34%.

Tellman mengatakan salah satu aspek dari pertumbuhan populasi ini terkait dengan perubahan iklim, yang mengubah lanskap lokasi dataran banjir untuk menampung lebih banyak orang.

Tetapi ekonomi juga memainkan peran penting.

"Area lahan yang sering banjir biasanya memiliki harga sangat murah untuk pembangunan permukiman, jadi di Guwahati, India dan Dhaka di Bangladsh, kita melihat orang-orang berpindah [ke area rawan banjir], sehingga area itu menjadi permukiman," jelasnya.

"Mungkin bukan pilihan banyak orang untuk tinggal di daerah itu karena mereka mungkin tidak memiliki banyak pilihan.

"Jika ada program perumahan umum yang bagus atau pilihan lain, saya pikir orang mungkin tidak akan memilih untuk tinggal di daerah berbahaya."

Para peneliti berkata kunci penyebab banjir adalah hujan deras, badai tropis dan atau gelombang pasang, dan salju dan es yang mencair.

Jebolnya bendungan mewakili kurang dari 2% banjir yang diamati dalam penelitian itu, kendati begitu insiden itu mencatat peningkatan tertinggi dalam hal populasi yang terpapar.

Melihat ke masa depan, para penulis mengatakan mereka memperkirakan jumlah yang berisiko banjir akan terus meningkat.

Basis data di balik penelitian ini - yang disebut sebagai yang terbesar dan paling akurat yang pernah dikompilasi - bisa dibuka di sini.

Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Nature.

Seberapa parah banjir di Indonesia?

Menurut laman Global Flood Database, Indonesia tidak termasuk dalam daftar negara-negara yang mengalami peningkatan bencana banjir pada 2030.

Namun, laman itu juga mencatat beberapa wilayah yang terdampak banjir yang parah akibat intensitas hujan yang tinggi di Indonesia dalam 20 tahun terakhir.

Di laman basis data itu terpampang dua katagori, yaitu jumlah orang yang kehilangan tempat tinggal dan luas wilayah yang terdampak bencana banjir.

Untuk katagori jumlah warga yang kehilangan tempat tinggal, paling parah terjadi pada banjir di sebagian Sulawesi dan Sumatra pada 10 Desember 2003.

Laman itu mencatat durasi hujan di dua kawasan itu selama 44 hari dan mencatat korban sebanyak 148 orang.

Lalu 350.000 orang kehilangan tempat tinggal akibat banjir yang merendam total wilayah seluas lebih dari 2.800 km per segi.

"Kawasan ini menunjukkan peningkatan 17,9 persen populasi yang terkena banjir selama tahun 2000 hingga 2015," tulis laman Global Flood Database.

Untuk katagori wilayah yang paling terdampak bencana banjir, situs itu juga menunjukkan peta di wilayah Kalimantan Timur, Tengah dan Selatan.

Pada 16 April 2010, akibat hujan selama 16 hari, kawasan itu dilanda banjir parah yang menggenangi total wilayah 6.100 km per segi.

Tidak tercatat ada korban jiwa, namun "kawasan ini menunjukkan peningkatan 15,7% populasi yang terkena banjir selama tahun 2000 hingga 2015."

sumber: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-58109947