logo2

ugm-logo

Blog

Children Participation in Safe School and Inclusive Disaster Risk Reduction

Dr.-Nhim-VandaKalau ada gempa, lindungi kepala.
Kalau ada gempa, maju kolong meja.
Kalau ada gempa, jauh dari kaca.
Kalau ada gempa, lari keluarlah

Itulah petikan lagu yang dinyanyikan anak-anak pada film documenter ‘Sekolah Aman adalah Hak Anak’.  Film tersebut membuka sesi side event The 5th AMCDRR, ‘Children Participation in Safe School and Inclusive Disaster Risk Reduction’.  Sesi ini terselenggara atas kerja sama Plan Indonesia, KYPA, Care, Handicap International, dan Bantuan Kemanusiaan dan Perlindungan Masyarakat. Dalam sesi ini, hadir beberapa anak yang telah melakukan hal kecil namun bermanfaat besar khususnya dalam mewujudkan sekolah aman. Sekolah aman ialah sekolah yang memberikan jaminan keamanan, kesehatan dan kenyamanan pada anak-anak. Secara resmi acara ini dibukan oleh H. C. Dr. Nhim Vanda, Senior Minister, First Vice President of The National ommittee for Disaster Management of Cambodia.

Pemerintah RI telah melakukan ratifikasi Konvensi hak anak melalui Peraturan Presiden UU No 36 Tahun 1990 dan UU 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Melalui amandemen UUD 1945, pemerintah juga akan menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan partisipasi anak-anak, ungkap Dr. Wahyu Hartono, M. Sc, perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Wahyu menambahkan, ‘bahkan tahun 2006, telah ditetapkan kebijakan ‘Kabupaten Kota Layak Anak’, dan hal ini memberikan stimulus yang baik pada Pemda untuk serius dalam memberikan perlindungan anak’. Turunan dari kebijakan tersebut yaitu forum anak yang tersebar di 33 provinsi. Melalui forum tersebut, anak-anak saling berbagi informasi dan belajar mengenai sekolah aman. Forum ini bukan hanya untuk sekolah anak, melainkan juga penangulangan atau pencegahan AIDS, bahaya asap rokok dan sebagainya.

Anak-anak-dan-para-peserta-sesi-Children-Participation-in-Safe-School-and-Inclusive-Disaster-Risk-Reduction

Perkembangan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah RI tersebut disampaikan lebih jauh oleh Yanti Sriyulianti, Ketua Seknas Sekolah Aman. Pemerintah dibantu oleh Plan Indonesia, Handicap Internasional dan NGO lainnya ‘membangun’ sekolah aman selama tahun 2011 di Sumatera Barat, Jawa Barat, NTB dan Jateng. Yanti memaparkan, ‘melalui kerjasama itu, sekitar 210 sekolah aman telah terbentuk’. Sekolah aman akan tetap eksis jika melibatkan guru, orang tua murid dan terutama siswanya. Seknas Sekolah Aman juga mendampingi dalam monitoting dan evaluasi pelaksanaan sekolah aman tersebut. Pihak lain yang turut mendukung sekolah aman melalui pembuatan website ialah BEC-TF melalui www.supportmyschool.com.

Praktek langsung sekolah aman digambarkan oleh 4 anak perwakilan yang terpilih, mereka ialah Arlian (Bandung), Genta (Rembang), Sandri (Atambua) dan Ien Sopheurn (Kamboja). Arlian mengisahkan di sekolahnya mereka telah melakukan deklarasi sekolah aman dan mereka saling mensosialisasikan sekolah aman melalui wayang golek misalnya. Arlian menambahkan, jangan remehkan anak-anak, jangan lupakan mereka tapi rangkul mereka dalam sekolah aman dan resiko pengurangan bencana.

Genta menceritakan hal yang lebih unik lagi, ia hobi membuat mainan dari barang bekas. Melalui hal sekecil itu, ia yakin ia daoat melakukan perubahan yang besar. Sehingga ketika ia bergabung dengan tim siaga bencana sekolah ia bekerjasama dengan temannya untuk mewujudkan sekolah aman, ia mengajarkan materi sekolah aman kepada teman-temannya melalui hal sederhana, misalnya : permainan.

Sementara Sandri, siswi Tuna Daksa dari Atambua karena di sekolahnya rata-ratasiwanya berkebutuhan khusus maka merea sepakat membuat tanda. Bendera merah artinya awas, hijau itu aman dan kuning untuk siaga. Di sekolahnya juga telah dipasang sirene dan sering dilakukan simulasi bencana. Ketika putting beliung melanda Atambua 2007 lalu, Sandri membantu berteriak dan melambaikan bendera merah sehingga ia dan teman-temannya bisa segera dievakuasi dari sekolah. Sandri menambahkan, ‘pengalaman saya membuktikan bahwa keterbatasan tidak menghalangi saya untuk membantu orang lain’.

Ien Sopheurn dari Kamboja berbagi cerita bahwa di negaranya tema pengurangan resiko bencana sudah menjadi mata pelajaran bagian dari Geografi. Sehingga anak-anak sejak dini telah terbiasa dengan upaya-upaya mempersiapkan diri ketika bencana datang. Mereka juga mampu menjadi agen perubahan masyarakatnya. Sementara di Indonesia, pengurangan resiko bencana baru menjadi ekstra kurikuler, Wahyu menambahkan akan memasukkan tema ini dalam kurikulum (Wid). 

Opening Ceremony AMCDRR 2012

pembukaan-amcdrrPerhelatan Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana Ke-5 atau Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR V) pada tanggal 23 Oktober 2012 di gedung Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta secara resmi dibuka oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono. Acara ini diikuti oleh 38 negara dengan jumlah delegasi ada 137 orang, jumlah peserta secara keseluruhan mencapai 1200 partisipan dengan tambahan peserta dan pendukung dari Indonesia.

Acara AMCDRR ini diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), serta dengan dukungan dari mitra-mitra di tingkat internasional, regional, nasional dan lokal. Kegiatan AMCDRR Ke-5 diselenggarakan selama empat hari, yaitu dari tanggal 22 hingga 25 Oktober 2012.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa sungguh merupakan suatu kehormatan bagi Indonesia dipilih sebagai tuan rumah bagi penyelenggaraan Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction kali ini. Penyelenggaraan konferensi ini mempunyai arti penting bagi Indonesia yang sedang membangun kemampuan nasional di bidang penanggulangan bencana, sekaligus merupakan tantangan untuk bekerja lebih keras dalam penguranga risiko bencana. Menurut Presiden SBY, bangsa Indonesia terletak di daerah rentan bencana, yaitu di pertemuan tiga lempeng samudra dan rangkaian gugusan gunung api (ring of fire) sebagai Laboratorium Bencana. Kejadian bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 membuka kesadaran bahwa perlu banyak hal yang harus dipelajari untuk menghadapi bencana besar. Setelah bencana itu bangsa Indonesia mulai membangun Sistem Nasional Penanggulangan Bencana dengan dukungan banyak pihak.

suasana-amcdrrke-5Dengan landasan Kerangka Aksi Hyogo sistem penanggulangan bencana ditata dari komitmen politis, kelembagaan, anggaran dan peningkatan kapasitas. Komitmen politis dilakukan antara pemerintah dan DPR menghasilkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan ini kemudian diikuti oleh kebijakan turunannya, baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan lain-lain. Untuk kelembagaan adalah dengan membentuk badan yang khusus menangani penanggulangan bencana di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; selain itu membentuk forum koordinasi multi pihak untuk pengurangan risiko bencana baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota.

Dari sudut anggaran adalah meningkatkan jumlah anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional, pada tahun 2012 ini anggarannya sebesar Rp 9,5 Trilyun atau 0,77% dari total dana APBN. Dana tersebut tidak saja untuk keperluan saat tanggap darurat dan pemulihan, tapi juga untuk pengurangan risiko bencana. Khusus untuk dana penanggulangan bencana yang dialokasikan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana menjadi Rp 1.045 Milyar di tahun 2013.

Peningkatan kapasitas dilakukan dengan asistensi teknis dalam bentuk pembuatan peta risiko bencana, penyusunan rencana penanggulangan bencana, rencana kontijensi, pendidikan dan pelatihan, serta simulasi bencana. Di bidang asistensi administrasi berupa pengetahuan tentang legislasi dan regulasi, pedoman dan panduan hingga pelaksanaan seluruh program kegiatan penanggulangan bencana secara transparan dan akuntabel. Dukungan kepada pemerintah daerah berupa mobil komando, peralatan komunikasi dan informasi serta kebutuhan logistik. sedangkan dukungan pendanaan kepada pemerintah daerah adalah untuk membantu kelancaran tugas-tugas oprasional terutama pada saat tanggap darurat. Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam pesannya melalui rekaman video menekankan perlunya pemahaman tentang pengurangan resiko bencana untuk mendorong keberhasilan pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. “Kita harus bertindak sekarang", katanya.

Dalam acara pembukaan AMCDRR Ke-5 ini hadir juga Presiden Republik Nauru Sprent Dabwido; Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Margaretha Wahlstrom; Gubernur Provinsi DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Gusti Kanjeng Hemas, dan Kepala BNPB Syamsul Maarif serta Ibu Ani Yudhoyono. Tema umum AMCDRR Ke-5 ini adalah “Penguatan Kapasitas Lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana”. Dalam pelaksanaan konferensi akan membahas tiga tema utama, yaitu mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di tingkat lokal dan mengadaptasikan perubahan iklim ke rencana pembangunan nasional, mengkaji risiko di daerah dan pembiayaan, dan memperkuat tata kelola risiko daerah dan kemitraan.

opening-amcdrr-ke-5Penyelenggaraan AMCDRR Ke-5 ini terdiri atas rangkaian program yang dilakukan secara pararel. Program tersebut terdiri atas pre conference, plenary, market place, field and cultural visits, film festival, media training, dan consultation mechanism. Indonesia adalah negara tuan rumah yang kelima untuk Konferensi Para Menteri Asia dalam Pengurangan Risiko Bencana setelah Beijing, Republik Cina (2005); New Delhi, India (2007); Kuala Lumpur, Malaysia (2008); dan Incheon, Republik Korea (2010)

 

 

   


Belajar dari Yogyakarta dalam Menghadapi Bencana

Suasana-sesi-konferensi-Urban-Health-Emergency-ManagementYogyakarta - hari kedua, Selasa (23/10)konferensi the 5th AMCDRR semakin menarik untuk diikuti. Salah satu bahasan lokal yang menarik perhatian dalam sesi ‘Urban Health Emergency Management’ ialah Persiapan Kegawatdaruratan dan Bencana di Yogyakarta. Pembahasan ini mengarah pada apa saja yang harus dipersiapkan dan siapa saja yang harus mempersiapkan diri ketika terjadi bencana. Materi ini disampaikan oleh Sarminto, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta.

Read MoreKantor Kesehatan Provinsi Yogyakarta dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana melakukan beberapa koordinasi dengan :

  1. Tim Respon Cepat yang meliputi Dinas Kesehatan Provinsi, RS dan PMI.
  2. Pusat Bantuan Kesehatan Darurat, ini merupakan kolaborasi antara Asosiasi RS (PERSI) dan  PMI serta disusun secara legal oleh Kepala Dinas kesehatan Provinsi.

Selain itu, Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan  Provinsi telah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) tersendiri, yaitu :

  1. SOP Manajemen Bencana di Yogyakarta
  2. SOP Manajemen Kegawatdaruratan
  3. Manajemen Kegawatdaruratan : kolaborasi forum Direktur RS dalam Pelayanan Kegawatdaruratan sebelum dan saat penanganan.
  4. Pusat Bantuan Kesehatan : Asosiasi RS dan PMI

Sejalan dengan Program Kesehatan Nasional tentang Safe Hospital, saat ini telah terbentuk empat RS yang menerapkan Hospital Disaster Plan (HDP) antara lain :

  1. RS Sardjito
  2. RS Jogja
  3. RSUD Panembahan Senopati, dan
  4. PKU Muhammadiyah Bantul.

Pengalaman kebencanaan yang dilakukan di Yogyakarta saat Gempa Juni 2006, diantaranya :
* 0-7 bulan pertama : respon yang menjadi prioritas mengurangi angka kematian, mengevakuasi kaum difabel secepat mungkin, manajemen korban, menyediakan layanan yang cepat dan tepat.
* Rehabilitasi sampai tiga bulan awal : rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi psikologis, memperbaiki nutrisi warga, imunisasi dan rehabilitasi lingkungan.

Hal-hal yang dikembangkan untuk menghadapi bencana :

  1. Pelatihan manajemen bencana
  2. Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu (SPGT) diaktifkan terus
  3. Program butrisi yang berkelanjutan
  4. Ketahanan terhadap penyakit
  5. Kesehatan lingkungan
  6. Promosi kesehatan
  7. Manajemen logistik kesehatan
  8. Manajemen Informasi Kesehatan yang tahan terhadap penyakit
  9. Membangun sekretariat Manajemen bencana

Selain itu, terakhir Yogyakarta sempat mengalami erupsi Merapi pada 2010 dan karena telah memiliki beberapa persiapan di atas, maka pemerintah dan warga sudah siap menghadapi bencana tersebut. Letak geografis Yogyakarta yang memungkinkan bencana terjadi membuat pemerintah dan warga belajar dari alam dan pengalaman (Wid).

Telah Berlangsung Pre-conference The 5th Asian Ministerial Conference Disaster Risk Reduction

IMG_1081Senin (22/10) telah berlangsung pre-conference The 5th Ministerial Conference Disaster Risk Reduction (AMCDRR). Pre-Conference The 5th AMCDRR ini dilakukan di beberapa tempat, ntara lain : Hotel Sheraton, Hotel Grand Aston dan Jogja Expo Center (JEC). Sekitar 18 pre-conference di JEC, dua diantaranya tentang Childrens Views on Disaater Risk Reduction and Climate Change Adaptation serta ASEAN Committee for Disaster Management.

IMG_1083Pre-conference Childrens Views on Disaater Risk Reduction and Climate Change Adaptation salah satunya menghadirkan anak-anak dari Turgo, Kaliurang. Mereka begitu antusias ketika diajak berdiskusi tentang bencana dan peringatan bencana. Hal ini sangat penting mengingat lokasi rumah mereka yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB). Sementara pre-conference ASEAN Committee for Disaster Management membahas hal yang tak kalah menarik, yaitu ASEAN Coordinating Center for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA).

Adelina Kamal, Head Disaster Management & Humanitarian Division of ASEAN Secretariat memaparkan strategi yang dilakukan AHA untuk pengurangan resiko bencana diantaranya :

1.  Prevention and navigation yang melliputi :

  • Membangun kesadaran publik dan melakukan pendidikan kebencaan,
  • Strategi pembangunan resiko pembiayaan dan asuransi

2.  Preparednes : misalnya sistem logistik yang stabil, serta

3.  Pre disaster recovery planning

Sementara, dr. Markessa Teyez, Technical Advisor for Disaster Management & Humanitarian Division of ASEAN Secretariat menjelaskan tentang perkembangan The Hyogo Framework Action (HFA) yang telah diterapkan negara-negara ASEAN. HFA yang disepakati Januari 2005 kini telah mengalami banyak kemajuan di ASEAN, diantaranya :

  1. Pengurangan Resiko Bencana (Disaster Risk Reduction/DRR) telah menjadi prioritas
  2. Mengetahui resiko dan mengambil aksi nyata (identifikasi, monitoring bencana)
  3. Memanfaatkan pengetahuan untuk pendidikan kebencanaan
  4. Menandai dan mengurangi faktor resiko, masing-masing negara harus menyiapkan diri dan bersiap untuk menghadapi bencana sejak awal.

Markessa Teyez menambahkan, ‘tantangan ke depan untuk negara-negara ASEAN yaitu sinkronisasi, kolaborasi, dan monitoring DRR pada level nasional dan regional’ (Wid).

Side Event Visit Hospital RSUD Panembahan Senopati

IMG_1123Senin (22/10) sore hari telah berlangsung kunjungan rombongan peserta Pre-Conference The 5th AMCDRR ke RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kunjungan ini dilakukan sebagai ajang untuk berbagi pengalaman RS dalam menghadapi bencana. Faktanya, RS harus selalu siap melayani dalam menghadapi bencana dan kegawatdaruratan. RSUD Panembahan Senopati merupakan RS Binaan WHO dan PMPK UGM dalam penyusunan dan implementasi Hospital Disaster Plan (HDP). HDP inilah yang menjadi acuan para personil RS ketika terjadi bencana.

I Wayan Sudana, M. Kes, Direktur RSUD Panembahan Senopati menjelaskan HDP yang ada di RS ini diantaranya :

  1. Mengorganisasi HDP yang meliputi : komando dan operasional bencana, perencanaan, logistic dan pembiayaan.
  2. Mempersiapkan lokasi untuk evakuasi diantaranya mencakup : pos komando, pusat evakuasi, pusat komunikasi, seluruhnya ada 22 lokasi.
  3. Menyusun peta atau jalur penanggulangan bencana.
  4. Menyusun peta evakuasi

Sementara kegiatan terkait yang telah dilakukan antara lain :

  1. Workshop manajemen bencana
  2. Training manajemen kebakaran
  3. Training PPGD
  4. Memasang instalasi arah petunjuk diantaranya : alarm kebakaran, RAM dan seterusnya.
  5. Memasang instalasi alarm, yaitu : detector asap, detector panas dan sebagainya.
  6. Simulasi rutin dengan Bantul Emergency Service Support (BESS).

IMG_1100Simulasi tersebut dilakukan dua kali dalam setahun, tambah dr. Gandung, Kepala Komando HDP. Selain simulasi, HDP juga diterapkan melalui hal-hal yang sederhana, misalnya : ketika terjadi bencana banyak ruangan yang ‘disulap’ menjadi ruang istirahat pasien. Disamping itu, IGD menjadi pusat komando ketika bencana terjadi. Sehingga diharapkan akselerasi respon terhadap bencana cepat dan tepat.

Menanggapi pemaparan tersebut, Sameer, perwakilan dari World Bank memberikan apresiasi yang sangat baik pada HDP RSUD Panembahan Senopati serta pengalaman kebencanaan Indonesia. Ia menyatakan Indonesia memiliki kekayaan yang tak ternilai dalam pengalaman menghadapi bencana. Ada tiga poin yang ia catat, diantaranya : pertama, Indonesia sudah memliki prosedur yang baik seperti akses kesehatan dan fasilitas yang baik. Kedua, struktur bangunan RSUD Panembahan Senopati yang tetap kokoh saat terjadi gempa 2006 lalu. Ketiga, penanggulangan bencana yang sudah baik (Wid).

5th ASIAN MINISTERIAL CONFERENCE ON DISASTER RISK REDUCTION
Yogyakarta, October 22-25, 2012

Foto_untuk_Halaman_Depan_Kotak_AMCDRRBadan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan mengadakan Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (AMCDRR) ke lima di Yogyakarta. AMCDRR Pertama dilaksanakan di Beijing, Cina (Agustus 2005), New Delhi, India (November 2007), Kuala Lumpur, Malaysia (Desember 2008), dan keempat di Incheon, Korea (25-28 Oktober 2010). Kegiatan yang akan diselenggarakan pada 22 sampai 25 Oktober ini merupakan konferensi tingkat menteri yang membahas isu-isu pengurangan risiko bencana dan diselenggarakan secara bergantian di antara negara-negara Asia. Dalam acara ini merupakan kesempatan bagi Menteri yang bertanggung jawab atas manajemen bencana untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap pelaksanaan Kerangka Kerja Aksi Hyogo (HFA) yang diadopsi oleh negara anggota PBB dalam Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana di Kobe, Jepang pada tahun 2005.

Penguatan Kapasitas Lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana merupakan tema umum yang diangkat pemerintah Indonesia pada AMCDRR kelima tahun ini. Hal ini disebabkan oleh Indonesia memiliki banyak pengalaman dalam penanggulangan bencana, dan mengakui pentingnya memperkuat upaya pengurangan risiko bencana (PRB) di tingkat lokal. Dalam enam tahun terakhir, Indonesia telah mencapai tonggak yang signifikan terhadap pelaksanaan PRB di tingkat nasional dan saat ini pemerintah terus berkomitmen dan mendorong semua pemangku kepentingan yang relevan untuk berpartisipasi aktif dalam mempercepat pelaksanaan PRB di tingkat lokal.

Pada kegiatan ini, akan melibatkan banyak partisipan yang akan mengikuti rangkaian kegiatan. Menurut DR Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, bahwa lebih dari 1.200 partisipan termasuk 49 pejabat setingkat Menteri dan delegasi tingkat tinggi dari Asia akan berkumpul Selasa depan di Yogyakarta, Indonesia, dalam acara Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana yang kelima (Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction-AMCDRR). Dampak dan kerugian bencana di seluruh wilayah akan menjadi agenda utama.

Tahun lalu, negara-negara Asia mendominasi daftar negara-negara yang terkena dampak bencana paling tinggi di dunia. Dari total 302 bencana besar, 137 bencana terjadi di Asia dan mengakibatkan kerugian ekonomi lebih dari 294 milyar dolar AS dari total estimasi 366 milyar dolar AS. Peristiwa banjir yang luas telah mengganggu penghidupan jutaan penduduk, terutama di Thailand, Filipina, Pakistan, dan Cina.

Konferensi tersebut adalah pertemuan pertama dari para pejabat setingkat Menteri untuk mempertimbangkan kelanjutan dari persetujuan dunia pertama yang komprehensif dalam pengurangan risiko bencana. Kesepakatan yang dituangkan dalam Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework for Action (2005-2015) itu mempunyai semangat “Membangun Ketangguhan Bangsa-bangsa dan Komunitas-komunitas dalam Kebencanaan.”, disingkat HFA yang mulai berlaku setelah tsunami 2004 di Asia. Konferensi tersebut akan membahas bagaimana meningkatkan aksi di tingkat local dan mendiskusikan persetujuan pasca-2015 yang baru berdasarkan pembelajaran di sejumlah wilayah hingga kini. Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menerima Global Champion untuk Pengurangan Risiko Bencana di bulan November 2011 oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, akan secara resmi membuka Konferensi pada 22 Oktober 2012, yang diselenggarakan bersama oleh UN Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia.

Margareta Wahlström, Kepala dari UNISDR, mengatakan: “Banyak dari semangat dan inspirasi untuk persetujuan pengurangan risiko bencana yang pertama kali di dunia diterima secara universal--Kerangka Aksi Hyogo--berasal dari Asia. Persetujuan tersebut ditanda-tangani, diperdebatkan, dan disetujui sebagai tanggapan dari pengalaman tragis dari tsunami Asia. Banyak negara di kawasan ini menunjukkan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka kematian dari bencana akibat cuaca. Namun semuanya masih berjuang dengan kerugian ekonomi dan dampak pada lapangan pekerjaan, perumahan dan tempat tinggal, industri, pendidikan dan kesehatan. Kemajuan yang nyata dalam penurunan angka kemiskinan tergantung pada pembangunan ketangguhan menghadapi bencana.”

Konferensi ini adalah sebuah kesempatan membuat sumbangan yang penting/berarti untuk pengembangan kerangka pengurangan risiko bencana pasca-2015 dan memastikan bahwa selama kita terus melaksanakan HFA kita memiliki dampak yang nyata dalam mengurangi kerugian dan membangun ketangguhan menghadapi bencana di tingkat daerah.”

Konferensi Tingkat Menteri se-Asia yang kelima ini akan membahas tiga tema utama:

  1. Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di tingkat lokal dan mengadaptasikan perubahan iklim ke rencana pembangunan nasional;
  2. Mengkaji risiko di daerah dan pembiayaan; dan
  3. Memperkuat tata kelola risiko daerah dan kemitraan.


Reportase Kegiatan

hari-1-mcdrr hari-2-mcdrr hari-3-mcdrrhari-4-mcdrr

 

Website Resmi: http://5thamcdrr-indonesia.net/