Open Lecture dan Demo Penerapan Telemedicine di Swedia
Yogyakarta-PKMK. Hari ini (13/3/13) Dalam Rangka Continuing Medical Education Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Umeå University Hospital, Swedia menyelenggarakan Open Lecture dan Demo dengan topik “Remote Cardiac auscultation and health parameter asssessment: an example of telemedicine application in Sweden”. Bertempat di Gedung KPTU lantai 2 FK UGM pukul 09.00-11.00 WIB.
Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh Ketua Minat Sistem Informasi Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM. Disampaikan bahwa tujuan kegiatan ini untuk membahas konsep dan penerapan Telemedicine dalam pelayanan kesehatan, membahas aplikasi Telemedicine di Swedia, dan mendemonstrasikan Telemedicine dengan peralatan Remote Cardiac Auscultation dari Swedia.

Asa mencontohkan Telemedicine yang telah diterapkan di Västerbotten County dan
The Northern Care Region. Västerbotten merupakan daerah yang dihuni sebanyak 260217 penduduk dengan luas wilayah 55432Km². Terdapat 32 puskesmas dan tiga rumah sakit termasuk satu rumahsakit pendidikan, Umeå University Hospital.
Banyak kasus kesakitan seperti penyakit Parkinson, gangguan bicara anak, dan aphasia dimana jumlah pasien mencapai 194 pasien, 779 perawatan, dan melibatkan 25 fasilitas kesehatan. Dengan adanya telemedicine maka menghemat 154840 km perjalanan pasien jika harus berkunjung ke rumah sakit dan mengurangi perjalanan staff satu hingga tiga hari jika harus mengunjungi pasien perawatan di rumah.
Sesi II mengenai Demo Telemedicine An Example of Telemedicine Application in Sweden oleh Kenji Claessson, M.Sc. Di sini Kenji menjelaskan penggunaan stetoskop elektronik. Keunggulan stetoskop ini adalah hasilan suara lebih baik dengan volume yang lebih tinggi serta kemampuan menyimpan hasil dan terhubung dengan remote auscultation. Remote auscultation memungkinkan data ditransfer secara langsung sehingga penyedia pelayanan kesehatan dapat mengakses secara langsung tanpa perlu perjalanan yang jauh dalam kunjungan pasien atau sebaliknya tidak perlu merujuk pasien ke pelayanan kesehatan yang terdapat spesialis.
Ada dua aplikasi yang digunakan pertama, koneksi otomatis tanpa interaksi dengan komputer dan kedua, versi dengan tampilan antarmuka pengguna dengan berbagai fungsi yang memungkinkan analisis data. Hal ini sangat bermanfaat untuk pelayanan kesehatan yang tidak memiliki dokter spesialis, dapat digunakan untuk kasus sulit seperti mencari suara murmur, dan dapat menyimpan data secara mandiri sehingga perawat bisa mengakses kembali data pasien dan mengkonsultasikannya kepada dokter kemudian. Materi silahkan
Sesi selanjutnya, merupakan demo penggunaan alat tekanan dan gula darah dan stetoskop elektronik. Alat-alat pemeriksaan kesehatan ini terhubung dengan dengan server menggunakan Bluetooth. Dilakukan juga percobaan mengirimkan hasil pemeriksaan kesehatan dari komputer server ke komputer yang lain. Semua kegiatan ini memerlukan hubungan internet yang tinggi untuk mendapatkan kelancaran dan hasil kiriman yang baik.
Sesi tanya jawab berlangsung ramai dengan beberapa pertanyaan seputar penyimpanan data pasien, siapa yang menjadi pemilik data pasien, bagaimana biaya, dan keamanan data. Dijawab bahwa data penyakit atau pemeriksaan pasien tetap menjadi milik pasien tetapi disimpan diserver penyimpanan data. Biaya yang ditanggung pasien seperti biasanya tetapi menjadi perhitungan dan pertimbangan adalah biaya insentif bagi tenaga kesehatan. Sedangkan, mengenai keamanan data memang sedang diperbincangkan, meski demikian tidak perlu kuatir dengan hilangnya data jika gangguan internet karena data tersimpan otomatis dan tidak bisa dimanipulasi.
Refleksi Open Lecture
Sebagai “Supermarket”Bencana, harusnya Indonesia mempersiapkan diri dengan sistem informasi yang kuat. Pemetaan dan pemantauan wilayah bencana menggunakan sistem informasi agar mendapatkan deteksi dini bencana segera sehingga evakuasi korban berjalan segera. Begitu juga, pada tanggap darurat bencana, telemedicine memungkinkan tindakan penyelamatan korban dilakukan meski dokter spesialis dari daerah non bencana belum tiba di daerah bencana.
Selain itu, pemanfaatan telemedicine dirasa pas untuk demografi Indonesia yang luas dan kepulauan. Dengan adanya telemedicine harapannya daerah kepulauan, terpencil, penduduk jarang, dan kabupaten-kabupaten serta kecamatan dan desa yang minim fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan bisa mengakses pelayanan kesehatan. Dengan ini kita juga memperlancar arus rujukan pasien yang selama ini bermasalah. Rujukan pasien tidak lagi berarti mentransfer pasien dari pusat pelayanan primer ke rumah sakit utama tetapi rujukan dalam arti mentransfer data-data kesakitan pasien ke dokter-dokter yang ada di rumah sakit utama dan sebaliknya untuk diagonisis, pengobatan, dan perawatan pasien. Namun, hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri, baik peralatan, inprastruktur, dan sumber dayanya.