logo2

ugm-logo

32 Orang Meninggal karena Bencana di Jabar Sepanjang 2019

32 Orang Meninggal  karena Bencana di Jabar Sepanjang 2019

Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 32 orang meninggal dunia sepanjang bencana yang terjadi di Jawa Barat periode Januari-November 2019. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat mencatat dari total 1.740 kejadian bencana, tanah longsor mendominasi deretan bencana alam Jawa Barat sebanyak 478 kali.

"Khusus pada November ada 182 kejadian bencana. Mulai dari tanah longsor sebanyak 36 kejadian, kebakaran rumah (22), angin puting beliung (86), banjir (7), kebakaran hutan (30), dan satu gempa bumi," ujar Kepala Seksi Kedaruratan Bencana BPBD Jawa Barat, Budi Budiman Wahyu di Bandung, Selasa (3/12).

Selain dominasi longsor, bencana kebakaran bangunan terjadi sebanyak 357 kejadian sepanjang 2019. Angin beliung 368 kejadian, banjir 138 kejadian, kebakaran hutan dan lahan 385 kejadian dan gempa bumi 14 kejadian.

Budi menambahkan, dari bencana alam tersebut juga mengakibatkan 93.076 warga terdampak dari total 20.870 rumah terdampak. Adapun rincian rumah terdampak yaitu sebanyak 15.159 unit rumah terendam, 818 rusak berat, 2.130 rusak sedang dan 2.763 rusak ringan.

Kepala Pelaksana BPBD Jabar Supriyatno mengatakan ancaman bencana tanah bergerak atau longsor masih mendominasi angka musibah yang ada di Jawa Barat, terutama pada musim penghujan seperti saat ini. Pihaknya mencatat, ada 3.000 titik rawan bencana pergerakan tanah yang tersebar di 27 kabupaten dan kota.

"Titik rawan berada di Jawa Barat bagian selatan dan tengah," kata Supriyatno.

Menurut Supriyatno, potensi longsor di wilayah Jabar tengah dan selatan sangat besar mengingat tanah yang merekah selama musim kemarau akan sangat berbahaya saat menyerap guyuran air hujan.

Pihaknya memastikan siap melakukan penanggulangan bencana di wilayah yang terdampak bencana. Bahkan, persiapan sarana prasarana dinilainya sudah dalam keadaan siaga.

"Kami di dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi," ujarnya.

Mahasiswa ITS Rumuskan Pengurangan Risiko Bencana Pembangunan Pabrik

Liputan6.com, Surabaya - Saat membangun, termasuk pembangunan industri, tentu penting untuk mempertimbangkan berbagai aspek agar bisa meminimalkan dampak buruk yang mungkin terjadi. 

Hal itulah yang menginspirasi dua mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk merumuskan rekomendasi pengurangan dampak bencana dari ada pembangunan unit produksi karbon disulfida (CS2) melalui upaya preventif, mitigasi, dan evakuasi.

Adalah Mabrur Zanata dan Amalia Sabrina, dua mahasiswa Teknik Kimia ITS yang merumuskan ide untuk memberikan rekomendasi tersebut. Mabrur menuturkan, CS2 merupakan salah satu senyawa yang penting dan banyak digunakan dalam industri. 

"Produk-produk manufaktur seperti karbon tetraklorida, kertas cellophane, kain rayon, hingga pupuk merupakan hasil olahan dari senyawa ini,” ujar dia, Rabu (27/11/2019).

Namun, di balik manfaatnya, lanjut Mabrur, senyawa tersebut bisa juga mengakibatkan bencana industri yang masif karena sifatnya yang beracun, mudah terbakar, mudah menguap, dan tidak berwarna.

Melihat banyaknya potensi bencana yang ditimbulkan dari senyawa ini, menurut Mabrur, perlu adanya peninjauan yang sangat mendalam sebelum akhirnya membangun unit produksi CS2. Analisis yang dilakukan ada tiga yaitu analisis dispersi, ledakan, dan kebakaran. Analisis dispersi dilakukan untuk menghitung konsentrasi senyawa yang menguap ke udara. 

Sedangkan analisis ledakan dan kebakaran dilakukan untuk memperkirakan potensi kerusakan ketika uap dari CS2 ini terkena panas yang dapat memicu ledakan dan kebakaran. 

"Ketiga analisis tersebut berguna untuk mengurangi kecelakaan kerja di dalam unit produksi dan meminimalkan dampak pada lingkungan di sekitar unit produksi CS2 yang baru,” ungkap mahasiswa angkatan 2016 ini.

Dalam analisisnya, Mabrur dan Amalia menggunakan software ALOHA untuk memodelkan analisis dispersi, ledakan, dan kebakaran dari unit produksi baru CS2 ini. 

ALOHA adalah program yang dapat memodelkan bencana yang sangat umum dipakai untuk merencanakan dan merumuskan strategi dalam menangani permasalahan oleh senyawa kimia.  ALOHA mampu mengestimasi seberapa uap beracun yang terdispersi dan juga skenario ledakan dan kebakaran yang mungkin terjadi.

Karena zat ini mudah menguap, Mabrur menuturkan, tentu daerah terdampaknya sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan mata anginnya. Sehingga pada analisis yang mereka lakukan, digunakan dua arah dan dua besaran kecepatan angin yang berbeda. 

"Kami memakai variabel arah mata angin yakni arah timur dan barat, serta kecepatan angin yang kami gunakan pada analisis yaitu sebesar dua dan lima meter per detik,” ungkap mahasiswa asal Bogor ini.

Dengan memperkirakan kemungkinan paling buruk, ungkap Mabrur, ditemukan daerah sekitar pembangunan unit produksi CS2 baru ini dikategorikan sebagai red zone atau sangat berpotensi terkena dampak dispersi, ledakan, dan kebakaran. 

Hal ini disebabkan karena daerah sekitar unit produksi CS2 berpotensi terkena dispersi dengan konsentrasi sebesar 500 ppm, potensi ledakan mencapai 85.000 pascal, dan radiasi panas mencapai 10 kilowatt per meter persegi. Hasil analisis tersebut kemudian dimasukkan ke dalam software MARPLOT untuk divisualisasikan dalam bentuk peta.

"Hal ini berarti kemungkinan terburuk yang dapat terjadi akibat pembangunan unit produksi CS2 adalah kualitas udara sangat tidak sehat bagi manusia, dan jika terkena panas akan menyebabkan ledakan yang masif dan bahkan mampu meluluhlantakkan daerah sekitar unit produksi CS2,” beber mahasiswa ITS ini.

Setelah mengetahui potensi kerusakan yang ditimbulkan, Mabrur dan Amalia merumuskan tiga upaya untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi. Yang pertama ada tindak preventif berupa pembangunan sistem keamanan berlapis.

Sistem ini mencakup dari desain proses yang lebih aman, desain peralatan kontrol, sistem alarm, emergency shutdown, dan proteksi fisik. Sedangkan pada tindak mitigasi yang direkomendasikan adalah pembuatan tanggul untuk memperkecil luasan tumpahan guna memperkecil laju penguapan. 

Sedangkan untuk tindak evakuasi, perlu direncanakan jalur evakuasi dan titik kumpul yang ada di setiap arah mata angin di dalam unit produksi CS2.

"Selain itu perlu adanya kerja sama dengan pemerintah untuk pembuatan regulasi mengenai titik evakuasi untuk masyarakat yang tinggal di daerah permukiman,” tutur Mabrur.

Atas rekomendasi yang mereka rumuskan tersebut, Mabrur dan Amalia juga telah berhasil meraih juara ketiga pada kompetisi paper internasional yakni Safety Competition (Safecom) 2019 di Universitas Gadjah Mada (UGM), 14-16 November. 

Besar harapan Mabrur untuk dapat menyempurnakan paper karyanya ini agar dapat menjadi solusi yang komprehensif dan dapat menjadi acuan dalam setiap pembangunan unit produksi industri.

Ajang Safecom sendiri merupakan kompetisi yang berbasis kompetensi teknik kimia dan terkait keamanan dan keselamatan di dunia industri. Dalam penyelenggaraan kali ketujuh tersebut, Safecom menantang para mahasiswa untuk menganalisis dampak dan memberi rekomendasi terkait kasus pembangunan unit produksi CS2 yang berada di dekat daerah permukiman.

More Articles ...