logo2

ugm-logo

Banyak Warga Palu Tidak Patuhi Zona Rawan Bencana

 

Suarapalu.com, Palu – Bencana datang karena ulah manusia. Begitu pesan dalam Kitab Suci Ummat Islam agar manusia tidak merusak dan mencemari lingkungan tempat tinggal.

Bencana banjir yang kerap melanda Kota Palu juga dinilai tidak lepas dari perilaku masyarakat. Banyak warga tidak mematuhi peta Zona Rawan Bencana (ZRB) di Kota Palu dengan tetap membangun tempat tinggal dan bertahan di kawasan tersebut.

“Sudah dipasang patok dan penanda termasuk imbauan untuk tidak membangun seperti di pantai, kawasan likuifaksi dan di atas sesar. Hanya masyarakat yang tetap membangun punya argumentasi bahwa itu tidak bersifat regulatif. Artinya tidak tertuang dalam peraturan daerah,” kata Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu Dharna Gunawan saat rapat evaluasi penanganan pascabencana di Kota Palu, Selasa (11/6), dilansir Antaranews.

Dharna Gunawan menyebut alasan itulah yang mendasari sebagian warga tetap membangun dan tinggal di kawasan-kawasan yang dinyatakan sebagai Zona Rawan Bencana itu.

“Jadi mereka mengatakan kalau itu belum diperdakan maka mereka belum mau pindah dan mengikuti instruksi tersebut,” ucapnya di depan Wali Kota Palu Hidayat yang memimpin rapat tersebut.

Padahal Dharma Gunawan mengatakan kawasan ZRB tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Tengah dan disertakan dalam patok-patok ZRB yang telah terpasang.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama badan geologi, TNI-Polri serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat telah memasangi patok ZRB di antaranya di sepanjang pantai Teluk Palu, kawasan likuefaksi Balaroa dan Petobo serta kawasan-kawasan yang berada di bawah sesar.

Wali Kota Palu Hidayat dalam rapat yang dihadiri sejumlah camat, lurah dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu meminta agar secepatnya membuat peraturan wali kota (perwali) mengenai penetapan ZRB tersebut.

Tujuannya agar masyarakat mematuhi ZRB dan imbauan dalam patok-patok yang dipasang dan tidak tinggal di sana.

“Buatkan saja perwalinya karena pergubnya sudah ada. Sudah dituangkan dalam patok-patok itu. Tinggal dibuatkan perwalinya,” perintahnya. (Aza/Ant)

Diterpa Banjir dan Konflik, Sultra Tetapkan Tanggap Darurat

Diterpa Banjir dan Konflik, Sultra Tetapkan Tanggap Darurat

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan masa tanggap darurat bencana alam dan konflik sosial selama 14 hari dari 10-24 Juni.

Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi meminta bantuan pemerintah pusat dalam menangani dampak banjir dan tanah longsor di Kabupaten Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur, serta konflik sosial di Kabupaten Buton.

"Saya selaku Gubernur Sulawesi Tenggara mewakili pemerintah daerah setempat mengharapkan bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dalam rangka mempercepat penanganan bencana banjir dan tanah longsor serta konflik sosial yang terjadi," katanya saat mendampingi Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengunjungi Posko Logistik Bencana Korem 143/HO Kendari, di Kendari, Rabu (12/6) dikutip dari Antara.


"Kami yakin dan percaya Presiden RI sangat menyayangi masyarakat seluruh Indonesia, khususnya yang ada di Sulawesi Tenggara yang terkena dampak banjir," ia menambahkan.

Menteri Sosial tiba di Posko Induk Logistik di Korem Kendari untuk menyerahkan bantuan senilai Rp3,7 miliar serta enam kontainer bahan pokok bagi korban bencana alam dan konflik sosial.

Gubernur Sulawesi Tenggara menerima bantuan itu lalu secara simbolis menyerahkannya kepada korban bencana.

"Bantuan dari Kemensos hari ini merupakan bantuan awal, dan untuk selanjutnya akan tetap kita berikan sepanjang pemerintah provinsi mengirimkan surat ajuan terkait kebutuhan yang mendesak," kata Menteri Sosial.

Ia menambahkan bahwa khusus kepada warga yang rumahnya rusak akibat konflik sosial yang terjadi di Buton, pemerintah akan memberikan bantuan dana rehabilitasi sebesar Rp15 juta per keluarga.

Diketahui, curah hujan tinggi di wilayah Sultra menyebabkan banjir di sejumlah wilayah di Sultra. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut banjir ini membuat puluhan ribu warga mengungsi dan membuat banyak rumah rusak.

Sementara, bentrok terjadi antara warga Desa Sampuabalo dan Desa Gunung Jaya di Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Sultra, dan menyebabkan 87 rumah terbakar dan dua orang meninggal dunia.

More Articles ...