logo2

ugm-logo

Blog

Jokowi Minta BMKG Tak Sungkan Sampaikan Potensi Bencana

Jokowi Minta BMKG Tak Sungkan Sampaikan Potensi Bencana

Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berkoordinasi dengan tegas dan rinci dengan pemerintah daerah terkait kawasan rawan bencana.

Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional BMKG di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7). Jokowi ingin pembangunan di setiap daerah memerhatikan pula wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi bencana.

"(Sampaikan) Ini rawan gempa, lokasi ini rawan banjir, jangan dibangun bandara, jangan dibangun bendungan, jangan dibangun perumahan. Tegas harus disampaikan," kata Jokowi.


"Jangan sampai kita mengulang-ulang sebuah kesalahan yang jelas-jelas di situ garisnya lempengan tektonik kok dibangun perumahan besar-besaran," sambungnya.


Oleh karena itu, Jokowi menginstruksikan BMKG harus menyampaikan apa adanya kepada setiap pemerintah daerah baik di tingkat gubernur, bupati, maupun wali kota bahwa pembangunan di lokasi rawan bencana tak boleh dilakukan.

Menurutnya, perlu antisipasi sejak dini karena wilayah Indonesia berada di kawasan cincin api, dan lempeng-lempeng tektonik. Selain itu, bencana banjir hingga longsor juga terjadi setiap tahunnya.

"Sampaikan apa adanya. Bahwa ini tidak boleh, ini lokasi ini merah. Harus berani menyampaikan itu. Kepada pemerintah daerah baik kepada gubernur dan wali kota," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu.


Informasi dan Pendidikan untuk Masyarakat

Lebih lanjut, Jokowi juga meminta BMKG cepat memberikan peringatan dini ke masyarakat terkait kawasan yang rawan bencana. Jokowi pun mengapresiasi kesigapan BMKG dalam menyampaikan peringatan dini usai gempa bumi ke masyarakat.

Menurut Jokowi, saat ini peringatan dini ada atau tidaknya potensi tsunami usai gempa bumi terjadi sudah langsung muncul di televisi.

"Saya kira ini kemajuan lompatan yang sangat baik dari BMKG. Kalau ada tsunami ada yang terangkan di TV, biasanya Ibu ketua langsung beserta jajarannya," ujarnya.

Selain menyampaikan informasi peringatan dini, Jokowi juga meminta BMKG memberikan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat. Pendidikan tersebut bisa disampaikan kepada anak-anak mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi.

"Sampaikan juga apa adanya. Seperti kemarin agak ramai potensi megathrust. Sampaikan apa adanya, emang ada potensi kok. Bukan meresahkan. Sampaikan dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Itu edukasi, memberikan pembelajaran kepada masyarakat," tuturnya.

Jokowi berharap lewat pendidikan antisipasi bencana sejak dini bisa memunculkan kebiasaan masyarakat untuk waspada. Ia mengatakan masyarakat tak akan gagap ketika bencana terjadi di wilayahnya masing-masing.

Ia lantas mencontohkan masyarakat Jepang yang sudah tahu harus bertindak apa ketika sirine tanda potensi tsunami berbunyi usai gempa bumi terjadi. Menurutnya pendidikan kebencanaan ini harus dikerjakan bersama BNPB dan BMKG.

"Sehingga setiap kejadian atau akan ada sebuah potensi kejadian, antisipasinya jelas. step-step tindakannya juga jelas. Bukan bingung setelah ada kejadian," katanya.

Di sisi lain, Jokowi meminta BMKG menjaga dan merawat setiap peralatan yang telah dipasang memantau potensi bencana. Ia mengatakan jangan sampai peralatan-peralatan tersebut hilang setelah dipasang.

Untuk itu, tegasnya, BMKG harus berkoordinasi dengan aparat keamanan masing-masing daerah.

"Sehingga semua ikut menjaga rakyat ikut menjaga, aparat kita juga ikut menjaga. Tulisi aja yang gede-gede. Sangat penting. untuk jaga bareng-bareng," ujarnya.

Indonesia Rawan Bencana, Jokowi: Harus Ada Edukasi Besar-Besaran

Indonesia Rawan Bencana, Jokowi: Harus Ada Edukasi Besar-Besaran

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan bahwa Indonesia termasuk negara yang paling rawan bencana. Karena itu, selain mengantisipasinya, harus ada edukasi besar-besaran kepada masyarakat bahwa kita rawan bencana.

“Kita tahu semuanya kita berada di dalam Ring of Fire, di dalam kawasan cincin api. Kita tahu semuanya kita memiliki gunung-gunung berapi yang aktif. Banjir, longsor juga selalu setiap tahun ada. Inilah fungsi-fungsi yang harus kita perankan agar masyarakat tahu, masyarakat memahami,” kata Jokowi dalam sambutannya pada Rakornas Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7/2019), dikutip dari laman setkab.go.id.

Menurut Jokowi, edukasi secara besar-besaran perlu dilakukan kepada masyarakat bahwa wilayah Indonesia memang rawan bencana. Edukasi ini harus dilaksanakan  intensif mulai SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi dengan menyampaikan kondisi apa adanya.

“Seperti kemarin ada agak ramai mengenai potensi megathrust, ya sampaikan apa adanya, memang ada potensi kok. Bukan meresahkan, tapi sampaikan kemudian tindakan apa yang harus kita lakukan, step-stepnya seperti apa,” ujarnya.

Jokowi menambahkan, edukasi tersebut memberikan pembelajaran pada masyarakat, sehingga lama-lama masyarakat akan terbiasa.

Presiden meyakini risiko-risiko yang ada bisa diminimalkan apabila ada peringatan dini terhadap daerah dan lingkungan yang rawan bencana.

Jokowi mengakui sudah ada lompatan kemajuan yang sangat baik dari BMKG, seperti munculnya peringatan dini potensi tsunami.

“Kalau ada tsunami, diterangkan. Ada yang terangkan di TV, biasanya Bu Ketua (Kepala BMKG) langsung beserta jajarannya. Kita melihat itu jelas penjelasannya, gamblang penjelasannya. Ini yang diperlukan sehingga masyarakat juga tidak resah dan khawatir. Kalau kira-kira potensi tsunami yang sudah enggak ada, sudah stop, juga disampaikan,” ujarnya.

Jokowi menambahkan dalam menghadapi potensi bencana memerlukan sebuah sensitifitas dan responsif dari baik aparat maupun peralatan yang dimiliki. (*)

Edukasi Terhadap Masyarakat Terkait Potensi Bencana Dinilai Penting

Edukasi Terhadap Masyarakat Terkait Potensi Bencana Dinilai Penting

Jakarta, Beritasatu.com – Edukasi terhadap masyarakat mengenai daerah rawan bencana sepatutnya dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Salah satunya mengenai potensi gempa megathrust.

Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), edukasi harus dilakukan secara besar-besaran bahwa beberapa daerah memang rawan bencana. Penyampaikan perlu secara intensif kepada seluruh masyarakat mulai SD, SMP, SMA, termasuk perguruan tinggi.

“Seperti kemarin agak ramai potensi megathrust. Sampaikan apa adanya, memang ada potensi kok,” kata Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BMKG di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Jokowi menyatakan, edukasi tidak bermaksud dalam rangka meresahkan warga. “Bukan meresahkan. Sampaikan dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Itu edukasi, memberikan pelajaran kepada masyarakat. Lama-lama kita akan terbiasa,” ucap Jokowi.

Jokowi mencontohkan penanganan yang dilakukan Jepang terkait gempa. Di Jepang, lanjut Jokowi, jika terjadi gempa lalu sirene tak berbunyi, masyarakat tenang-tenang saja. “Tapi begitu sirene bunyi, larinya ke mana, arahnya ke mana, sudah jelas semuanya,” ungkap Jokowi.

Pada bagian lain, Jokowi juga mendukung pembaruan peralatan BMKG. Meski begitu, Jokowi mengingatkan agar sarana dan prasarana yang dibeli tersebut agar diawasi terus-menerus. “Jangan sampai baru dipasang dua hari barangnya hilang,” ujar Jokowi.

Jokowi juga berharap agar jajaran BMKG bersikap tegas terkait lokasi rawan bencana di daerah yang akan dibangun infrastruktur. Koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) merupakan keniscayaan. Setiap pembangunan infrastruktur besar mesti mengacu dengan peta BMKG.

Jokowi menambahkan, BMKG perlu aktif menginformasikan kepada pemda. “Jangan dibangun bandara, jangan dibangun bendungan, jangan dibangun perumahan. Tegas, tegas sampaikan. Bahwa ini tidak boleh, ini lokasi ini merah,” kata Jokowi.

Antisipasi Risiko Bencana Tsunami, Tagana Parimo Gencar Tanam Mangrove di Pesisir Pulau

Antisipasi Risiko Bencana Tsunami, Tagana Parimo Gencar Tanam Mangrove di Pesisir Pulau

TRIBUNNEWS.COM, PARIGI MOUTONG - Bencana tsunami yang melanda sejumlah pesisir Sulawesi Tengah telah merusak sebagian besar vegetasi mangrove.

Melihat kondisi itu, Forum Koordinasi Taruna Siaga Bencana (Tagana) Parigi Moutong, Sulawesi Tengah beberapa minggu terakhir gencar melaksanakan penanaman mangrove.

Meski wilayah pesisir di Parigi Moutong tidak terdampak tsunami, namun langkah ini sangat penting dilakukan sebagai upaya pengurangan risiko bencana di masa akan datang.

Di dalam aksi penanaman tersebut, Tagana melibatkan Forum Komunikasi Pencinta Alam Pantai Timur (FKPAPT) Parimo.

Keterlibatan mereka diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan cara penghijauan.

Pembina Tagana Parigi Moutong, MS Tombolotutu mengatakan, selain fokus saat terjadi bencana,Tagana sendiri bergerak dalam mitigasi bencana.

BNPB umumkan strategi penanggulangan bencana kekeringan

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengumumkan strategi penanggulangan bencana kekeringan yang puncaknya diperkirakan pada Agustus 2019.

"Jadi kami membuat strategi untuk bagaimana menanggulangi bencana kekeringan yang kita hadapi sekarang," kata Plh. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo di Graha BNPB Jakarta, Senin.

Dikatakan bahwa Presiden dalam rapat terbatas yang digelar pada 15 Juli memerintahkan untuk melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau membuat hujan buatan guna menanggulangi bencana kekeringan.
Baca juga: Bantuan pompa hingga asuransi tani, jurus pemerintah hadapi kekeringan

Dalam operasi penanggulangan tersebut, BNPB bersama BMKG dan BPPT akan mendirikan dua pos operasi yang akan ditempatkan di Halim dan Kupang.

Mekanisme operasi penanggulangannya, BMKG, kata Agus, akan bertugas menganalisis cuaca untuk melihat kemungkinan adanya potensi awan yang siap disemai di satu daerah.

"Misalnya di Jawa Barat ada potensi awan, kita terbang ke sana dengan pesawat yang dioperasikan oleh BPPT dan disediakan oleh TNI," katanya.

Sementara BNPB bertugas melakukan penanganan terhadap kekeringan yang terjadi di satu daerah tertentu.

Upaya penanggulangan tersebut menargetkan daerah-daerah pertanian untuk mencegah kemungkinan terjadinya puso atau gagal panen.

Jika tidak ditanggulangi, Agus mengkhawatirkan ada kerugian sekitar Rp3 triliun akibat gagal panen.

"Kalau sampai puso, kita tidak panen padi, palawija, kita akan perlu impor lagi," katanya.