logo2

ugm-logo

Blog

Alih Fungsi Lahan Picu Bencana

BENCANA datang silih berganti menerjang Provinsi Lampung. Bencana terbesar datang pada 22 Desember 2018 lalu berupa tsunami akibat letusan Gunung Anak Krakatau.

Ratusan penduduk di kawasan pesisir meninggal dan ribuan lainnya terdampak bencana. Hingga kini proses recovery bencana masih terus berlangsung. Kerugian material mencapai triliunan rupiah. Usai tsunami, pekan lalu hampir seluruh wilayah Lampung dikepung banjir yang disertai longsor. Ribuan rumah terdampak banjir.

Ribuan hektare lahan pertanian terendam. Banjir juga merusak infrastruktur, seperti jalan dan jembatan. Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, ribuan penduduk terkena dampak langsung banjir setelah tempat tinggal mereka terendam.

Ada berbagai faktor pemicu bencana, antara lain curah hujan yang tinggi. Namun, faktor terbesar bencana terjadi karena campur tangan manusia, antara lain alih fungsi lahan. Ihwal alih fungsi lahan itulah yang dibahas Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan Lampung bersama Pemprov Lampung, pekan lalu.

Pemerintah Pusat menyoroti alih fungsi lahan di Lampung yang kurang terkendali dan berdampak pada rusaknya keseimbangan ekosistem dan memicu bencana alam. Proses pembangunan yang dibarengi dengan pertumbuhan penduduk memang selalu lapar akan lahan. Tetapi penggunaan lahan jika tidak melalui perencanaan jangka panjang yang matang justru akan menimbulkan dampak di kemudian hari.

Hutan bakau yang berfungsi sebagai benteng tsunami banyak yang berubah fungsi sebagai tambak dan lokasi wisata. Demikian pula kawasan hutan lindung yang berubah menjadi lahan perkebunan penduduk. Belum lagi lahan rawa yang kini telah disulap menjadi kawasan permukiman. Tidak heran, ketika curah hujan tinggi, air akan meluap dan meluber ke segala arah. Di musim kemarau, bencana kebakaran hutan dan lahan juga menjadi ancaman serius. Termasuk bencana kekeringan lahan maupun kesulitan air bersih selama musim kering.

Di Bandar Lampung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Lampung mencatat kerusakan bukit dan gunung mencapai 80%. Sedikitnya, terdapat 32 bukit dan gunung di Kota Tapis Berseri dan hampir seluruhnya telah mengalami alih fungsi lahan. Hanya tinggal berapa bukit atau gunung yang belum terjamah. Kerusakan gunung dan bukit ini menjadi salah satu pemicu banjir.

Untuk mencegah terulangnya bencana di masa depan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah yang permanen hingga puluhan tahun mendatang. Pembangunan kawasan industri dan perumahan itu perlu, tetapi harus melalui perencanaan yang baik. Pembangunan kawasan wisata juga sangat perlu untuk mendorong perekonomian Lampung, tetapi tetap harus memperhatikan keseimbangan ekosistem.

Untuk itulah sudah saatnya semua pemangku kepentingan duduk bersama merumuskan kembali tata ruang provinsi Lampung ke depan. Dokumen tata ruang wilayah itu harus mampu menampung seluruh kepentingan tanpa harus merusak lingkungan. Pemerintah daerah, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kehutanan, pengusaha lokasi wisata, perwakilan petani perkebunan, dan lembaga masyarakat lain harus segera duduk bersama membahas tata ruang terbaik untuk Lampung.

TNI, Basarnas dan Hawaii National Guard Latihan Penanggulangan Bencana

MALANG – Dalam Penanggulangan Bencana (Gulben) diperlukan sinergitas dan kesatuan komando serta koordinasi yang melekat antar-aktor kemanusiaan. Hal tersebut disampaikan Asisten Teritorial (Aster) Divif-2/Kostrad Kolonel Inf Erwin, setelah melaksanakan latihan penanggulangan bencana alam bersama Basarnas dan Hawaii National Guard (HING) di Malang, Jawa Timur, Kamis (21/2/2019).

Erwin mengungkapkan, latihan bersama yang digelar dilaksanakan di Hotel Santika Premiere Malang selama 13 hari (19-21 Februari 2019) berupa kegiatan Subject Matter Expert Exchange (SMEE) dan Table Top Exercise (TTX).

“SMEE, merupakan salah satu bentuk kegiatan pertukaran informasi tentang tugas-tugas yang dilaksanakan oleh militer masing-masing negara, dalam hal ini terkait dengan tugas bantuan kemanusiaan penanggulangan bencana baik di Indonesia maupun di Hawaii,” ujarnya.

Foto: Ist

“Sedangkan TTX sendiri, salah satu jenis latihan tanpa pasukan dengan metode diskusi atau study kasus. Adapun tajuk atau tema Latma ini, Urban Search and Rescue (USAR),” imbuhnya.

Pada latihan yang diikuti oleh delapan orang delegasi dari Amerika tersebut, menurut lulusan Akmil tahun 1996 ini, delegasi Indonesia diwakili oleh 12 orang personel yang berasal dari TNI AD, TNI AL dan TNI AU, masing-masing tiga (3) orang, kemudian ditambah dari Basarnas (2) orang.

“Saya sendiri selaku Ketua Delegasi Indonesia, sedangkan dari Amerika, Kolonel James Barros yang merupakan J3 atau Direktur Operasi Hawaii National Guard,” tuturnya.

“Ini, kali pertama dilaksanakan. Tujuan dari Latma (latihan bersama) ini sendiri untuk semakin meningkatkan hubungan dan kerja sama antara Indonesia dan Amerika, khususnya dalam kegiatan penanggulangan bencana,” kata Erwin.

Foto: Ist

Sekaligus, lanjut Erwin, merupakan ajang berbagi informasi tentang pelaksanaan penanggulangan bencana yang telah dilaksanakan oleh masing-masing negara.

“Tanpa menghilangkan rasa saling menghargai atas standar prosedur yang ada, di antara kedua negara dan institusi, (Latma) ini juga dapat dijadikan sebagai forum untuk meningkatkan kepercayaan, wahana bertukar pengetahuan,” ujarnya.

Yang pada akhirnya, menurut mantan Dandim 1007/Banjarmasin ini, akan mencapai tujuan bersama yaitu sinergitas dan kesatuan komando serta koordinasi yang melekat antara aktor kemanusiaan.

“Dikarenakan Latma ini setingkat tingkat operasional, maka tidak fokus pada detail di tingkat taktis, namun dirancang untuk menterjemahkan Petunjuk Strategis ke dalam Operasional,” kata Erwin.

Foto: Ist

“Untuk kemudian dapat digunakan, sehingga menghasilkan respon yang efektif,” tambahnya.

Terkait dengan latar belakang peserta latihan yang berbeda-beda, maka ketika akan melaksanakan operasi bersama dalam kontijensi multinasional di seluruh dunia,menurutnya diperlukan suatu pedoman umum.

“Agar terjadi kesepakatan bersama, yaitu berupa Multinational Force Standing Operating Procedures (MNF SOP),” kata dia.

“Ini penting, karena akan digunakan oleh seluruh negara dalam merencanakan dan melaksanakan operasi bersama tersebut,” ucapnya.

Sebagai bagian dari promosi budaya dan wisata bangsa, selesai kegiatan, seluruh delegasi Amerika diajak mengunjungi beberapa destinasi wisata yang ada di Malang, seperti Museum Angkut dan Museum Brawijaya serta Coban Rais

(qlh)

Cegah Tsunami, Kepala BNPB Imbau Pemda Tanam Pohon di Pesisir Pantai

VIVA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, Doni Monardo mengatakan, dalam waktu 10 tahun terakhir, bencana alam sudah memakan korban sebanyak 11.579 jiwa. Angka tersebut lebih dari 50 persen, disebabkan oleh bencana gempa dan tsunami.

"BNPB merangkul media untuk membantu memberikan informasi kepada masyarakat. Setiap daerah memiliki karakteristik berbeda, kita harus mengurangi korban dan mencegah," kata Doni di Kantor BNPB, Pramuka, Jakarta Timur, Kamis 21 Februari 2019.

Lebih lanjut, Doni mengatakan, salah satu contoh bencana alam yang harus dicegah adalah kebakaran hutan. Pihaknya mencatat, rata-rata kasus kebakaran hutan diakibatkan oleh kelalaian manusia dan kurangnya edukasi.

Ia berharap, masyarakat di Indonesia dapat menyerap pesan dan informasi dari media massa terkait bencana alam.

"Walaupun ada kepala daerah yang tidak setuju 100 persen karena manusia, pemahaman itu tetap perlu. Kita itu hidup di pertengahan lempeng dan di atas cincin api. Mau tidak mau, suka tidak suka harus siap," ujarnya.

Di samping itu, mantan Danjen Kopassus ini mengimbau pemerintah daerah untuk aktif menaman pohon di sekitaran pantai untuk mengurangi risiko dampak bencana tsunami. Ia meyakini, penanaman pohon dapat mengurangi kecepatan dan ketinggian air tsunami.

"Jika pantai yang rawan tsunami, harus perbanyak pohon. Ketika ada peringatan tsunami, cobalah masyarakat naik ke pohon, insya Allah selamat," kata Doni.

Menurut Doni, pemerintah pusat saat ini belum bisa membangun banyak shelter tsunami di beberapa daerah rawan bencana. Sehingga, upaya alami dengan menanami pohon di sekitaran wilayah berpotensi tsunami, bisa mengeliminir bencana tsunami.

"Karena tsunami ini yang membahayakan bukan airnya saja, tetapi kecepatannya itu bisa mencapai lebih dari 100 km per jam. Kecepatan yang kencang, ditambah lagi material yang ada di dalam air itu sangat mematikan," tambah Doni.
 
Sebelumnya, Doni menilai, peran media massa sangat penting bagi mengurangi tingkat risiko bencana alam di Indonesia. Peran media dapat menjadi bagian komponen bangsa, yang bertugas memberikan edukasi pra bencana kepada masyarakat.

"Kami berharap media sebagai penggandaan BNPB, membawa pesan peringatan dini kepada masyarakat," ucap Doni.

Untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan kepada masyarakat, Doni mengatakan, pihaknya akan membuat forum diskusi secara rutin. BNPB juga akan mengajak media di setiap kegiatan, agar diharapkan dapat mencari tahu dan mendapatkan data yang akurat.

"Setiap bulannya para pakar diundang untuk diskusi, hasil diskusi akan disampaikan kepada media dan diteruskan ke publik. Ada atau tidak ada bencana kegiatan rutin ini akan terus kita lakukan," ungkapnya. (asp)

Kepala BNPB: Kerugian Akibat Bencana Bisa Dicegah

Sukur Sultan membawa foto keluarga yang meninggal akibat gempa dan tsunami di Wani, Donggala, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, kerugian akibat bencana, khususnya korban jiwa, dapat dicegah bila masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana memiliki ketangguhan dalam menghadapi bencana. "Kita harus bekerja keras. Perlu pemberian informasi dan edukasi kepada masyarakat agar tangguh menghadapi bencana," kata Doni dalam jumpa pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (21/2).

Doni mengatakan Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah yang rawan bencana karena berada di antara cincin api dan lempeng-lempeng bumi. Setiap wilayah di Indonesia memiliki tantangan dan ancaman bencana yang berbeda-beda sehingga penginformasian dan pendidikan kebencanaan antara daerah satu dengan lainnya harus berbeda.

"Masing-masing daerah memiliki karakter dan potensi bencana yang berbeda-beda. Masyarakatnya harus disiapkan untuk bisa menghadapi bencana," ujarnya.

Selama ini, korban jiwa akibat bencana di Indonesia cukup besar. Menurut data BNPB, selama 10 tahun terakhir terdapat 11.578 korban jiwa akibat bencana.

"Sepanjang 2018, terdapat 4.814 korban jiwa, paling banyak akibat tsunami dan tanah longsor," katanya.

Di tingkat global, angka kematian korban jiwa akibat bencana juga sangat besar. Selama 20 tahun terakhir terdapat 1.220.701 korban jiwa akibat bencana.

"Jumlah korban jiwa akibat bencana melampaui jumlah korban jiwa akibat perang dunia," ujarnya.

Sumber : Antara

 

BNPB Sebut Korban Bencana Terbanyak karena Gempa dan Tsunami

BNPB Sebut Korban Bencana Terbanyak karena Gempa dan Tsunami

Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo menyebut korban bencana terbanyak berasal dari bencana gempa. Selain itu, dia menyebut korban jiwa banyak berjatuhan dari bencana tsunami.

"Kalau kita lihat persentase paling besar adalah karena gempa dan tsunami, dilanjut dengan tanah longsor," ucap Doni di gedung Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Kamis (21/2/2019).

Namun Doni tidak menyebut detail persentase yang dimaksud tersebut. Selain itu, dia tidak merujuk pada waktu kejadian bencana yang dimaksud.

Doni ingin masyarakat teredukasi menghadapi bencana. Sebab, dia menyebut BNPB tidak dapat bekerja sendiri tanpa peran serta publik.

"Tentu BNPB nggak bisa sendirian dan perlu bantuan (media) untuk memberikan edukasi dan informasi agar masyarakat selalu siap menghadapi persoalan agar menjadi tangguh, tangguh saja tidak cukup kalau tidak diberikan pengetahuan," imbuhnya.

Terlebih, di era sekarang, Doni menilai media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi. Doni menganggap peran media sangat besar untuk masalah kebencanaan, baik saat sebelum atau sesudah terjadi.

"Karena dengan keterbukaan informasi dan akses yang sangat luas kepada media untuk mengetahui terkait kebencanaan, maka media itu menjadi ujung tombak kebencanaan, tentu bisa mengurangi risiko," ucapnya.
(eva/dhn)