logo2

ugm-logo

Blog

Gunung berapi meletus di La Palma di Kepulauan Canary Spanyol

La Palma, Spanyol (ANTARA) - Sebuah gunung berapi meletus di kepulauan Canary Spanyol, tepatnya di pulau La Palma, pada Minggu (19/9).

Letusan gunung berapi mengirimkan gumpalan asap dan abu ke udara dari taman nasional Cumbre Vieja di selatan pulau itu.

Pihak berwenang sudah mulai mengevakuasi kaum rentan dan beberapa hewan ternak dari desa-desa sekitar sebelum letusan gunung, yang terjadi di rute Cabeza de Vaca di kota El Paso pada pukul 15:15. (waktu setempat), menurut pemerintah Kepulauan Canary.

Ada lebih dari 22.000 getaran yang terjadi pada pekan ini di daerah itu, yang berasal dari salah satu gunung berapi paling aktif di Kepulauan Canary.

Para tentara dikerahkan untuk membantu evakuasi dan diperkirakan lebih banyak penduduk akan dievakuasi dari kota-kota di sekitar kepulauan Canary, kata kementerian pertahanan Spanyol.

Menjelang letusan gunung berapi itu, para ilmuwan telah mencatat serangkaian gempa bumi berkekuatan 3,8 skala Richter di taman nasional Cumbre Vieja, menurut Institut Geografi Nasional Spanyol (ING).

ING menyebutkan letusan gunung berapi paling awal yang tercatat di pulau La Palma terjadi pada 1430.

Dalam peristiwa letusan terakhir pada 1971, satu orang tewas ketika dia mengambil foto di dekat aliran lava tetapi tidak ada properti yang rusak.

Pengusaha Asal Aceh Sumbang Rp 2 Triliun untuk Penanganan Covid-19 di Sumsel

Liputan6.com, Palembang - Aksi sosial keluarga pengusaha asal Kabupaten Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), membuat tercengang warga Sumatera Selatan (Sumsel).

Pasalnya, keluarga mendiang Akidi Tio, salah satu pengusaha sukses asal Kota Langsa Kabupaten Aceh Timur NAD, menyumbangkan uang dengan jumlah yang fantastis.

Bantuan berupa dana segar sebesar Rp2 triliun, disalurkan melalui dokter keluarga mendiang Akidi Tio, Prof Hardi Darmawan, pada hari Senin (26/7/2021) pagi.

Penyerahan bantuan dana tersebut digelar di gedung Mapolda Sumsel, yang disaksikan oleh Gubernur Sumsel Herman Deru, Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel dan Danrem 044/Gapo, Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji.

"Ini luar biasa, ada yang memberikan bantuan untuk penanganan Covid-19, berupa uang sebesar Rp2 triliun," ujar Gubernur Sumsel Herman Deru, usai penyerahan bantuan Covid-19.

Penyerahan bantuan tersebut, dilakukan secara tertutup dan hanya dihadiri oleh pejabat tinggi di Polda Sumsel dan Pemprov Sumsel, serta tokoh masyarakat di Sumsel.

2 Kecamatan di Aceh Utara Dilanda Banjir, Warga Terpaksa Naik Rakit

ACEH UTARA, KOMPAS.com – Sejumlah desa yang berada di Kecamatan Pirak Timu dan Kecamatan Matangkuli di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, dilanda banjir pada Senin (26/4/2021).

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, banjir merendam Desa Meunje Pirak, Meunasah Leubok, Munje Tujoh dan Desa Rayeuk Pange, Kecamatan Pirak Timu.

Sedangkan di Kecamatan Matangkuli, banjir merendam Desa Hagu, Desa Alue Thoe dan Desa Lawang.

Salah seorang warga Abu Rahmad menyebutkan, banjir memutus jalur transportasi darat antara Kecamatan Pirak Timu dengan Kecamatan Matangkuli.

“Khusus di Desa Meunasah Leubok, banjir memenuhi badan jalan. Jadi warga yang melintas harus menaiki rakit,” kata Abu Rahmad saat dihubungi, Senin.

Dia menyebutkan, sepeda motor dikenakan biaya Rp 15.000 untuk menaiki rakit.

Sedangkan mobil tidak bisa melintas sama sekali.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara Amir Hamzah menyebutkan, tim BPBD sudah bersiaga di lokasi banjir.

“Ini banjir kiriman, karena kawasan pegunungan hujan deras, sehingga sungai meluap dan merendam permukiman warga. Belum ada pengungsian,” kata Amir Hamzah.

Tahap Tanggap Bencana, Mensos Jamin Penuhi Perlindungan Sosial Korban Gempa di Malang

Merdeka.com - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan tahap tanggap bencana untuk para korban gempa di Malang, Jawa Timur. Salah satunya yaitu menyelamatkan masyarakat yang menjadi korban akibat kejadian tersebut.

"Kalau sekarang ini, tahap tanggap bencana, dan itu yang di depan saya, Mensos. Jadi, sekarang ini, yang penting saya menyelamatkan dulu orangnya, mereka yang jadi korban," kata Risma dalam keterangan pers, Selasa (13/4).

Pemerintah kata dia juga saat ini sedang bekerja sama untuk membantu para korban. Dari sisi kesehatan, kata Risma, Menteri Kesehatan sudah mengatasi hal tersebut. Kemudian dari sisi perlindungan para korban, sia mengatakan pihaknya memberikan jaminan perlindungan hidup para korban gempa dengan harapan standar minimumnya dapat terpenuhi.

"Saya menjamin bahwa mereka yang tertimpa ini dari segi kebutuhan-kebutuhan dasarnya terpenuhi," katanya menambahkan.

Mantan Walikota Surabaya dua periode itu mencontohkan beberapa kasus, seperti ibu hamil dan kelompok rentan, yang ia temui di lapangan, dipastikan langsung diberikan penanganan di Puskesmas. Sementara yang sehat, lanjutnya, langsung dibawa ke tempat penampungan di lapangan wilayah terdekat masing-masing di Kabupaten Malang atau Lumajang.

"Yang sehat dibawa ke tempat penampungan," ungkapnya. [bal]

Mengatasi Bencana dari Desa

BARU melewati tiga bulan pertama tahun 2021, Indonesia sudah dilanda bencana bertubi-tubi. Sebut saja, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, erupsi gunung, dan angin puting beliung yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. Ironinya lagi, luka bangsa yang belum kering akibat bencana non-alam pandemi Covid-19, kini kita kembali diuji melalui rangkaian peristiwa bencana hidrometeorologi.

Sebetulnya, kejadian bencana hidrometeorologi yang terjadi di awal tahun ini sudah bisa diperkirakan. Karena jauh sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan dini tentang potensi bencana hidrometeorologi ini. Namun, peringatan dini bencana ini terkadang tidak berbanding lurus dengan kesiapsiagaan yang kita lakukan untuk meminimalisir risikonya. Akhirnya, kita terus menerus selalu dihadapkan pada persoalan yang sama saat terjadi bencana. Mulai dari jumlah korban jiwa yang begitu besar, kerusakan yang terjadi begitu massif, dan trauma psikologis yang diderita korban bencana begitu mendalam. Pada kondisi inilah, kita sering kali surplus konsep dan miskin eksekusi.

Andai saja sejak awal kita mau berbenah, mungkin dampak bencana ini tidak akan begitu parah. Apalagi dengan pengalaman panjang masyarakat kita dalam menghadapi bencana semestinya menjadi modal berharga untuk menumbuhkan sikap siaga dan waspada dalam keseharian kita. Namun, sayangnya hidup di wilayah yang rawan terhadap bencana tidak serta merta membuat masyarakat kita sadar dan mawas diri. Bisa dibayangkan, betapa memilukannya bagi masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana tetapi di sisi lain mereka tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan upaya mitigasi. Jelas, persoalannya akan semakin rumit dan kompleks.

Kondisi masyarakat yang rentan terhadap bencana memang tidak bisa dihindari, namun dapat diupayakan untuk mengurangi risikonya. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran dan kapasitas yang mereka miliki. Tentu, itu semua tidak muncul dan datang secara tiba-tiba. Butuh proses panjang. Yang kemudian kita sebut sebagai pemberdayaan. Untuk memulainya, akan jauh lebih efektif jika diawali dari desa.

Membangun Ketangguhan dari Desa

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana. Makna ’melindungi’ sebagaimana dalam UU tersebut harus diartikan sebagai upaya untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dari gangguan bencana, termasuk bagi mereka yang berada di desa. Jika merujuk pada data tahun 2020, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar menyebutkan setidaknya ada 50.000 desa di Indonesia yang berisiko tinggi terhadap bencana (detiknews.com, 5/1/2020).

Banyaknya jumlah desa yang rawan bencana sebagaimana data di atas, sebetulnya tidak begitu mengagetkan karena Indonesia dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Maka dari itu, tidak menarik sesungguhnya jika hanya melihat persoalan bencana dikaitkan pada soal takdir semata. Sisi penting yang mestinya harus dijawab adalah apakah pengetahuan dan kapasitas masyarakat kita sudah cukup memadai saat bencana terjadi? Jika belum, bagaimana cara meningkatkannya?

Merujuk pertanyaan di atas, maka dalam Peraturan Kepala (Perka) BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Di dalamnya dijelaskan prasyarat penting yang harus dipenuhi desa dalam membangun ketangguhan. Prasyarat itu mulai dari: penyusunan kebijakan berupa peraturan desa tentang penanggulangan bencana, penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana, pembentukan kelembagaan bencana desa, adanya pendanaan dan kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas untuk pengurangan risiko bencana di tingkat desa.

Meski begitu, upaya untuk membangun desa tangguh bencana ini bukanlah tanpa tantangan. Keterbatasan kapasitas sumber daya dan anggaran dari pemerintah selalu menjadi masalah klasik yang seolah menuai jalan buntu. Belum lagi praktik di lapangan menunjukkan adanya instansi/lembaga yang menggunakan pedoman desa tangguh bencana yang tidak sesuai dengan standar yang ada. Jelas, persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dapat menyebabkan tumpang tindih penanggulangan bencana di desa.

Padahal di sisi lain, kenyataan bahwa banyaknya korban jiwa dan kerugian materi akibat bencana yang terjadi selama ini sebetulnya dapat diminimalisir dengan memperkuat ketangguhan desa sebagai komunitas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat itu sendiri. Artinya, paradigma penanggulangan bencana yang dahulunya bersifat sentralistik, kini diarahkan dengan pelibatan partisipasi masyarakat sejak awal mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Yang menarik adalah desa diberikan rekognisi sehingga memiliki peran strategis dalam pengurangan risiko bencana.

Sejalan dengan hal itu, komitmen untuk membangun dan mengembangkan desa tangguh bencana ini juga telah ditunjukkan oleh KONSEPSI. Pada akhir tahun 2019 lalu, sebanyak 4 desa di Pulau Lombok telah dibina dan didampingi KONSEPSI atas dukungan Caritas Germany sebagai model percontohan desa tangguh bencana di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Terbukti, 4 desa tersebut berhasil meningkatkan level ketangguhannya setelah dibina selama 12 bulan. Sebelumnya, ke-4 desa ini memiliki ketangguhan pada level pratama, kemudian naik menjadi level madya setelah diintervensi program. Level ketangguhan ini sendiri diukur oleh KONSEPSI menggunakan indikator Penilaian Ketangguhan Desa (PKD) yang dibuat BNPB.

Praktik baik yang dilakukan KONSEPSI tidak berhenti sampai pada itu saja. Di tahun ini, desa yang menjadi sasaran program mengalami penambahan, menjadi 11 desa di Pulau Lombok. Selain membangun desa tangguh bencana, KONSEPSI juga akan mengembangkan pengurangan risiko bencana antar desa berbasis kawasan. Pada akhirnya kita tentu berharap, desa dapat menjadi labolatorium untuk melakukan pencegahan, mitigasi, dan edukasi kepada masyarakat dalam pengurangan risiko bencana.

Terakhir, untuk menutup tulisan ini. Penulis ingin mengutip pesan lama yang pernah disampaikan Bung Hatta. Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama itu pernah mengatakan: “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”. Karena itu, desa harus berdaya dan tangguh dari bencana. (*)