logo2

ugm-logo

Children Participation in Safe School and Inclusive Disaster Risk Reduction

Children Participation in Safe School and Inclusive Disaster Risk Reduction

Dr.-Nhim-VandaKalau ada gempa, lindungi kepala.
Kalau ada gempa, maju kolong meja.
Kalau ada gempa, jauh dari kaca.
Kalau ada gempa, lari keluarlah

Itulah petikan lagu yang dinyanyikan anak-anak pada film documenter ‘Sekolah Aman adalah Hak Anak’.  Film tersebut membuka sesi side event The 5th AMCDRR, ‘Children Participation in Safe School and Inclusive Disaster Risk Reduction’.  Sesi ini terselenggara atas kerja sama Plan Indonesia, KYPA, Care, Handicap International, dan Bantuan Kemanusiaan dan Perlindungan Masyarakat. Dalam sesi ini, hadir beberapa anak yang telah melakukan hal kecil namun bermanfaat besar khususnya dalam mewujudkan sekolah aman. Sekolah aman ialah sekolah yang memberikan jaminan keamanan, kesehatan dan kenyamanan pada anak-anak. Secara resmi acara ini dibukan oleh H. C. Dr. Nhim Vanda, Senior Minister, First Vice President of The National ommittee for Disaster Management of Cambodia.

Pemerintah RI telah melakukan ratifikasi Konvensi hak anak melalui Peraturan Presiden UU No 36 Tahun 1990 dan UU 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Melalui amandemen UUD 1945, pemerintah juga akan menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan partisipasi anak-anak, ungkap Dr. Wahyu Hartono, M. Sc, perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Wahyu menambahkan, ‘bahkan tahun 2006, telah ditetapkan kebijakan ‘Kabupaten Kota Layak Anak’, dan hal ini memberikan stimulus yang baik pada Pemda untuk serius dalam memberikan perlindungan anak’. Turunan dari kebijakan tersebut yaitu forum anak yang tersebar di 33 provinsi. Melalui forum tersebut, anak-anak saling berbagi informasi dan belajar mengenai sekolah aman. Forum ini bukan hanya untuk sekolah anak, melainkan juga penangulangan atau pencegahan AIDS, bahaya asap rokok dan sebagainya.

Anak-anak-dan-para-peserta-sesi-Children-Participation-in-Safe-School-and-Inclusive-Disaster-Risk-Reduction

Perkembangan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah RI tersebut disampaikan lebih jauh oleh Yanti Sriyulianti, Ketua Seknas Sekolah Aman. Pemerintah dibantu oleh Plan Indonesia, Handicap Internasional dan NGO lainnya ‘membangun’ sekolah aman selama tahun 2011 di Sumatera Barat, Jawa Barat, NTB dan Jateng. Yanti memaparkan, ‘melalui kerjasama itu, sekitar 210 sekolah aman telah terbentuk’. Sekolah aman akan tetap eksis jika melibatkan guru, orang tua murid dan terutama siswanya. Seknas Sekolah Aman juga mendampingi dalam monitoting dan evaluasi pelaksanaan sekolah aman tersebut. Pihak lain yang turut mendukung sekolah aman melalui pembuatan website ialah BEC-TF melalui www.supportmyschool.com.

Praktek langsung sekolah aman digambarkan oleh 4 anak perwakilan yang terpilih, mereka ialah Arlian (Bandung), Genta (Rembang), Sandri (Atambua) dan Ien Sopheurn (Kamboja). Arlian mengisahkan di sekolahnya mereka telah melakukan deklarasi sekolah aman dan mereka saling mensosialisasikan sekolah aman melalui wayang golek misalnya. Arlian menambahkan, jangan remehkan anak-anak, jangan lupakan mereka tapi rangkul mereka dalam sekolah aman dan resiko pengurangan bencana.

Genta menceritakan hal yang lebih unik lagi, ia hobi membuat mainan dari barang bekas. Melalui hal sekecil itu, ia yakin ia daoat melakukan perubahan yang besar. Sehingga ketika ia bergabung dengan tim siaga bencana sekolah ia bekerjasama dengan temannya untuk mewujudkan sekolah aman, ia mengajarkan materi sekolah aman kepada teman-temannya melalui hal sederhana, misalnya : permainan.

Sementara Sandri, siswi Tuna Daksa dari Atambua karena di sekolahnya rata-ratasiwanya berkebutuhan khusus maka merea sepakat membuat tanda. Bendera merah artinya awas, hijau itu aman dan kuning untuk siaga. Di sekolahnya juga telah dipasang sirene dan sering dilakukan simulasi bencana. Ketika putting beliung melanda Atambua 2007 lalu, Sandri membantu berteriak dan melambaikan bendera merah sehingga ia dan teman-temannya bisa segera dievakuasi dari sekolah. Sandri menambahkan, ‘pengalaman saya membuktikan bahwa keterbatasan tidak menghalangi saya untuk membantu orang lain’.

Ien Sopheurn dari Kamboja berbagi cerita bahwa di negaranya tema pengurangan resiko bencana sudah menjadi mata pelajaran bagian dari Geografi. Sehingga anak-anak sejak dini telah terbiasa dengan upaya-upaya mempersiapkan diri ketika bencana datang. Mereka juga mampu menjadi agen perubahan masyarakatnya. Sementara di Indonesia, pengurangan resiko bencana baru menjadi ekstra kurikuler, Wahyu menambahkan akan memasukkan tema ini dalam kurikulum (Wid). 

Opening Ceremony AMCDRR 2012

pembukaan-amcdrrPerhelatan Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana Ke-5 atau Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR V) pada tanggal 23 Oktober 2012 di gedung Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta secara resmi dibuka oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono. Acara ini diikuti oleh 38 negara dengan jumlah delegasi ada 137 orang, jumlah peserta secara keseluruhan mencapai 1200 partisipan dengan tambahan peserta dan pendukung dari Indonesia.

Acara AMCDRR ini diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), serta dengan dukungan dari mitra-mitra di tingkat internasional, regional, nasional dan lokal. Kegiatan AMCDRR Ke-5 diselenggarakan selama empat hari, yaitu dari tanggal 22 hingga 25 Oktober 2012.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa sungguh merupakan suatu kehormatan bagi Indonesia dipilih sebagai tuan rumah bagi penyelenggaraan Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction kali ini. Penyelenggaraan konferensi ini mempunyai arti penting bagi Indonesia yang sedang membangun kemampuan nasional di bidang penanggulangan bencana, sekaligus merupakan tantangan untuk bekerja lebih keras dalam penguranga risiko bencana. Menurut Presiden SBY, bangsa Indonesia terletak di daerah rentan bencana, yaitu di pertemuan tiga lempeng samudra dan rangkaian gugusan gunung api (ring of fire) sebagai Laboratorium Bencana. Kejadian bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 membuka kesadaran bahwa perlu banyak hal yang harus dipelajari untuk menghadapi bencana besar. Setelah bencana itu bangsa Indonesia mulai membangun Sistem Nasional Penanggulangan Bencana dengan dukungan banyak pihak.

suasana-amcdrrke-5Dengan landasan Kerangka Aksi Hyogo sistem penanggulangan bencana ditata dari komitmen politis, kelembagaan, anggaran dan peningkatan kapasitas. Komitmen politis dilakukan antara pemerintah dan DPR menghasilkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan ini kemudian diikuti oleh kebijakan turunannya, baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan lain-lain. Untuk kelembagaan adalah dengan membentuk badan yang khusus menangani penanggulangan bencana di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; selain itu membentuk forum koordinasi multi pihak untuk pengurangan risiko bencana baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota.

Dari sudut anggaran adalah meningkatkan jumlah anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional, pada tahun 2012 ini anggarannya sebesar Rp 9,5 Trilyun atau 0,77% dari total dana APBN. Dana tersebut tidak saja untuk keperluan saat tanggap darurat dan pemulihan, tapi juga untuk pengurangan risiko bencana. Khusus untuk dana penanggulangan bencana yang dialokasikan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana menjadi Rp 1.045 Milyar di tahun 2013.

Peningkatan kapasitas dilakukan dengan asistensi teknis dalam bentuk pembuatan peta risiko bencana, penyusunan rencana penanggulangan bencana, rencana kontijensi, pendidikan dan pelatihan, serta simulasi bencana. Di bidang asistensi administrasi berupa pengetahuan tentang legislasi dan regulasi, pedoman dan panduan hingga pelaksanaan seluruh program kegiatan penanggulangan bencana secara transparan dan akuntabel. Dukungan kepada pemerintah daerah berupa mobil komando, peralatan komunikasi dan informasi serta kebutuhan logistik. sedangkan dukungan pendanaan kepada pemerintah daerah adalah untuk membantu kelancaran tugas-tugas oprasional terutama pada saat tanggap darurat. Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam pesannya melalui rekaman video menekankan perlunya pemahaman tentang pengurangan resiko bencana untuk mendorong keberhasilan pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. “Kita harus bertindak sekarang", katanya.

Dalam acara pembukaan AMCDRR Ke-5 ini hadir juga Presiden Republik Nauru Sprent Dabwido; Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Margaretha Wahlstrom; Gubernur Provinsi DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Gusti Kanjeng Hemas, dan Kepala BNPB Syamsul Maarif serta Ibu Ani Yudhoyono. Tema umum AMCDRR Ke-5 ini adalah “Penguatan Kapasitas Lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana”. Dalam pelaksanaan konferensi akan membahas tiga tema utama, yaitu mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di tingkat lokal dan mengadaptasikan perubahan iklim ke rencana pembangunan nasional, mengkaji risiko di daerah dan pembiayaan, dan memperkuat tata kelola risiko daerah dan kemitraan.

opening-amcdrr-ke-5Penyelenggaraan AMCDRR Ke-5 ini terdiri atas rangkaian program yang dilakukan secara pararel. Program tersebut terdiri atas pre conference, plenary, market place, field and cultural visits, film festival, media training, dan consultation mechanism. Indonesia adalah negara tuan rumah yang kelima untuk Konferensi Para Menteri Asia dalam Pengurangan Risiko Bencana setelah Beijing, Republik Cina (2005); New Delhi, India (2007); Kuala Lumpur, Malaysia (2008); dan Incheon, Republik Korea (2010)

 

 

   


Belajar dari Yogyakarta dalam Menghadapi Bencana

Suasana-sesi-konferensi-Urban-Health-Emergency-ManagementYogyakarta - hari kedua, Selasa (23/10)konferensi the 5th AMCDRR semakin menarik untuk diikuti. Salah satu bahasan lokal yang menarik perhatian dalam sesi ‘Urban Health Emergency Management’ ialah Persiapan Kegawatdaruratan dan Bencana di Yogyakarta. Pembahasan ini mengarah pada apa saja yang harus dipersiapkan dan siapa saja yang harus mempersiapkan diri ketika terjadi bencana. Materi ini disampaikan oleh Sarminto, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta.

Read MoreKantor Kesehatan Provinsi Yogyakarta dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana melakukan beberapa koordinasi dengan :

  1. Tim Respon Cepat yang meliputi Dinas Kesehatan Provinsi, RS dan PMI.
  2. Pusat Bantuan Kesehatan Darurat, ini merupakan kolaborasi antara Asosiasi RS (PERSI) dan  PMI serta disusun secara legal oleh Kepala Dinas kesehatan Provinsi.

Selain itu, Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan  Provinsi telah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) tersendiri, yaitu :

  1. SOP Manajemen Bencana di Yogyakarta
  2. SOP Manajemen Kegawatdaruratan
  3. Manajemen Kegawatdaruratan : kolaborasi forum Direktur RS dalam Pelayanan Kegawatdaruratan sebelum dan saat penanganan.
  4. Pusat Bantuan Kesehatan : Asosiasi RS dan PMI

Sejalan dengan Program Kesehatan Nasional tentang Safe Hospital, saat ini telah terbentuk empat RS yang menerapkan Hospital Disaster Plan (HDP) antara lain :

  1. RS Sardjito
  2. RS Jogja
  3. RSUD Panembahan Senopati, dan
  4. PKU Muhammadiyah Bantul.

Pengalaman kebencanaan yang dilakukan di Yogyakarta saat Gempa Juni 2006, diantaranya :
* 0-7 bulan pertama : respon yang menjadi prioritas mengurangi angka kematian, mengevakuasi kaum difabel secepat mungkin, manajemen korban, menyediakan layanan yang cepat dan tepat.
* Rehabilitasi sampai tiga bulan awal : rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi psikologis, memperbaiki nutrisi warga, imunisasi dan rehabilitasi lingkungan.

Hal-hal yang dikembangkan untuk menghadapi bencana :

  1. Pelatihan manajemen bencana
  2. Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu (SPGT) diaktifkan terus
  3. Program butrisi yang berkelanjutan
  4. Ketahanan terhadap penyakit
  5. Kesehatan lingkungan
  6. Promosi kesehatan
  7. Manajemen logistik kesehatan
  8. Manajemen Informasi Kesehatan yang tahan terhadap penyakit
  9. Membangun sekretariat Manajemen bencana

Selain itu, terakhir Yogyakarta sempat mengalami erupsi Merapi pada 2010 dan karena telah memiliki beberapa persiapan di atas, maka pemerintah dan warga sudah siap menghadapi bencana tersebut. Letak geografis Yogyakarta yang memungkinkan bencana terjadi membuat pemerintah dan warga belajar dari alam dan pengalaman (Wid).