Perhelatan Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana Ke-5 atau Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR V) pada tanggal 23 Oktober 2012 di gedung Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta secara resmi dibuka oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono. Acara ini diikuti oleh 38 negara dengan jumlah delegasi ada 137 orang, jumlah peserta secara keseluruhan mencapai 1200 partisipan dengan tambahan peserta dan pendukung dari Indonesia.
Acara AMCDRR ini diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), serta dengan dukungan dari mitra-mitra di tingkat internasional, regional, nasional dan lokal. Kegiatan AMCDRR Ke-5 diselenggarakan selama empat hari, yaitu dari tanggal 22 hingga 25 Oktober 2012.
Dalam sambutan yang disampaikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa sungguh merupakan suatu kehormatan bagi Indonesia dipilih sebagai tuan rumah bagi penyelenggaraan Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction kali ini. Penyelenggaraan konferensi ini mempunyai arti penting bagi Indonesia yang sedang membangun kemampuan nasional di bidang penanggulangan bencana, sekaligus merupakan tantangan untuk bekerja lebih keras dalam penguranga risiko bencana. Menurut Presiden SBY, bangsa Indonesia terletak di daerah rentan bencana, yaitu di pertemuan tiga lempeng samudra dan rangkaian gugusan gunung api (ring of fire) sebagai Laboratorium Bencana. Kejadian bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 membuka kesadaran bahwa perlu banyak hal yang harus dipelajari untuk menghadapi bencana besar. Setelah bencana itu bangsa Indonesia mulai membangun Sistem Nasional Penanggulangan Bencana dengan dukungan banyak pihak.
Dengan landasan Kerangka Aksi Hyogo sistem penanggulangan bencana ditata dari komitmen politis, kelembagaan, anggaran dan peningkatan kapasitas. Komitmen politis dilakukan antara pemerintah dan DPR menghasilkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan ini kemudian diikuti oleh kebijakan turunannya, baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan lain-lain. Untuk kelembagaan adalah dengan membentuk badan yang khusus menangani penanggulangan bencana di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; selain itu membentuk forum koordinasi multi pihak untuk pengurangan risiko bencana baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota.
Dari sudut anggaran adalah meningkatkan jumlah anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional, pada tahun 2012 ini anggarannya sebesar Rp 9,5 Trilyun atau 0,77% dari total dana APBN. Dana tersebut tidak saja untuk keperluan saat tanggap darurat dan pemulihan, tapi juga untuk pengurangan risiko bencana. Khusus untuk dana penanggulangan bencana yang dialokasikan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana menjadi Rp 1.045 Milyar di tahun 2013.
Peningkatan kapasitas dilakukan dengan asistensi teknis dalam bentuk pembuatan peta risiko bencana, penyusunan rencana penanggulangan bencana, rencana kontijensi, pendidikan dan pelatihan, serta simulasi bencana. Di bidang asistensi administrasi berupa pengetahuan tentang legislasi dan regulasi, pedoman dan panduan hingga pelaksanaan seluruh program kegiatan penanggulangan bencana secara transparan dan akuntabel. Dukungan kepada pemerintah daerah berupa mobil komando, peralatan komunikasi dan informasi serta kebutuhan logistik. sedangkan dukungan pendanaan kepada pemerintah daerah adalah untuk membantu kelancaran tugas-tugas oprasional terutama pada saat tanggap darurat. Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam pesannya melalui rekaman video menekankan perlunya pemahaman tentang pengurangan resiko bencana untuk mendorong keberhasilan pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. “Kita harus bertindak sekarang", katanya.
Dalam acara pembukaan AMCDRR Ke-5 ini hadir juga Presiden Republik Nauru Sprent Dabwido; Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Margaretha Wahlstrom; Gubernur Provinsi DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Gusti Kanjeng Hemas, dan Kepala BNPB Syamsul Maarif serta Ibu Ani Yudhoyono. Tema umum AMCDRR Ke-5 ini adalah “Penguatan Kapasitas Lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana”. Dalam pelaksanaan konferensi akan membahas tiga tema utama, yaitu mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di tingkat lokal dan mengadaptasikan perubahan iklim ke rencana pembangunan nasional, mengkaji risiko di daerah dan pembiayaan, dan memperkuat tata kelola risiko daerah dan kemitraan.
Penyelenggaraan AMCDRR Ke-5 ini terdiri atas rangkaian program yang dilakukan secara pararel. Program tersebut terdiri atas pre conference, plenary, market place, field and cultural visits, film festival, media training, dan consultation mechanism. Indonesia adalah negara tuan rumah yang kelima untuk Konferensi Para Menteri Asia dalam Pengurangan Risiko Bencana setelah Beijing, Republik Cina (2005); New Delhi, India (2007); Kuala Lumpur, Malaysia (2008); dan Incheon, Republik Korea (2010)
Belajar dari Yogyakarta dalam Menghadapi Bencana
Yogyakarta - hari kedua, Selasa (23/10)konferensi the 5th AMCDRR semakin menarik untuk diikuti. Salah satu bahasan lokal yang menarik perhatian dalam sesi ‘Urban Health Emergency Management’ ialah Persiapan Kegawatdaruratan dan Bencana di Yogyakarta. Pembahasan ini mengarah pada apa saja yang harus dipersiapkan dan siapa saja yang harus mempersiapkan diri ketika terjadi bencana. Materi ini disampaikan oleh Sarminto, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta.
Kantor Kesehatan Provinsi Yogyakarta dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana melakukan beberapa koordinasi dengan :
- Tim Respon Cepat yang meliputi Dinas Kesehatan Provinsi, RS dan PMI.
- Pusat Bantuan Kesehatan Darurat, ini merupakan kolaborasi antara Asosiasi RS (PERSI) dan PMI serta disusun secara legal oleh Kepala Dinas kesehatan Provinsi.
Selain itu, Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan Provinsi telah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) tersendiri, yaitu :
- SOP Manajemen Bencana di Yogyakarta
- SOP Manajemen Kegawatdaruratan
- Manajemen Kegawatdaruratan : kolaborasi forum Direktur RS dalam Pelayanan Kegawatdaruratan sebelum dan saat penanganan.
- Pusat Bantuan Kesehatan : Asosiasi RS dan PMI
Sejalan dengan Program Kesehatan Nasional tentang Safe Hospital, saat ini telah terbentuk empat RS yang menerapkan Hospital Disaster Plan (HDP) antara lain :
- RS Sardjito
- RS Jogja
- RSUD Panembahan Senopati, dan
- PKU Muhammadiyah Bantul.
Pengalaman kebencanaan yang dilakukan di Yogyakarta saat Gempa Juni 2006, diantaranya :
* 0-7 bulan pertama : respon yang menjadi prioritas mengurangi angka kematian, mengevakuasi kaum difabel secepat mungkin, manajemen korban, menyediakan layanan yang cepat dan tepat.
* Rehabilitasi sampai tiga bulan awal : rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi psikologis, memperbaiki nutrisi warga, imunisasi dan rehabilitasi lingkungan.
Hal-hal yang dikembangkan untuk menghadapi bencana :
- Pelatihan manajemen bencana
- Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu (SPGT) diaktifkan terus
- Program butrisi yang berkelanjutan
- Ketahanan terhadap penyakit
- Kesehatan lingkungan
- Promosi kesehatan
- Manajemen logistik kesehatan
- Manajemen Informasi Kesehatan yang tahan terhadap penyakit
- Membangun sekretariat Manajemen bencana
Selain itu, terakhir Yogyakarta sempat mengalami erupsi Merapi pada 2010 dan karena telah memiliki beberapa persiapan di atas, maka pemerintah dan warga sudah siap menghadapi bencana tersebut. Letak geografis Yogyakarta yang memungkinkan bencana terjadi membuat pemerintah dan warga belajar dari alam dan pengalaman (Wid).