logo2

ugm-logo

Penyandang Disabilitas dalam Menghadapi Bencana

Bagaimana penyandang disabilitas menghadapi bencana? Penyandang disabilitas termasuk dalam kelompok rentan saat bencana terjadi. Mereka tidak bisa sepenuhnya bertindak cepat dalam penyelamatan diri.  Indonesia sudah mempunyai peraturan untuk penyandang disabilitas, antara lain UU Nomor 8 Tahun 2016 dan Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014 tentang penanganan, perlindungan, dan partisipasi penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana. Namun pelaksanaan program persiapan bencana yang ramah penyandang disabilitas masih minim. Melihat Indonesia yang sangat rawan bencana, pemerintah harus berupaya membangun manajemen yang baik bagi penyandang disabilitas dalam menghadapi bencana. Upaya yang dapat dilakukan adalah ketersediaan infrastruktur yang ramah difabel dan edukasi bencana.

Artikel berikut menjelaskan bahwa perbaikan akses kebutuhan fungsional dan edukasi kebencanaan merupakan bentuk perencanaan dan respon yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana bagi penyandang disabilitas. Perencanaan yang terkoordinasi dan penyaluran sumber daya untuk memenuhi kebutuhan lokal memperkuat kapasitas kesiapsiagaan bencana dan mengurangi dampak bencana bagi penyandang disabilitas.

Selengkapnya Klik Disini

Artikel ini juga membahas bagaimana perhatian untuk anak - anak disabilitas di daerah terpencil dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan bencana bagi keluarga dengan anak yang membutuhan perawatan kesehatan khusus masih rendah. Dukungan sosial, kemandirian dan ketahanan keluarga perlu dipertimbangkan dalam mendesign program kesiapsiagaan bencana, dengan mengkhususkan anak anak disabilitas dalam mengidentifikasi solusi untuk mengakomodasi kebutuhan mereka.

Selengkapnya Klik Disini

WASH in Emergency

Meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada situasi bencana tidak hanya disebabkan oleh dampak langsung bencana tetapi juga penyertanya seperti menurunnya kualitas lingkungan, perubahan kesehatan lingkungan dan keterbatasan akses air bersih. Kepadatan populasi di pengungsian juga semakin memicu meningkatnya penyebaran penyakit menular yang dapat berpotensi wabah setelah bencana; diantaranya peningkatan kasus diare, leptospirosis, DBD, dan penyakit kulit. Artikel ini membahas bagaimana dampak program Water Sanitation and Hygiene (WASH) dalam pengendalian penyakit menular saat bencana. Dalam artikel, terdapat delapan program WASH yang di - review saat bencana yaitu meliputi perbaikan akses air bersih, pengolahan sumber airm pengolahan air rumah tangga, promosi pola hidup bersih sehat (PHBS), distribusi hygiene kit, kebersihan lingkungan, pemasangan fasilitas sanitasi dan distribusi alternatif jamban.

Selengkapnya Klik Disini 

Pengaturan ketersediaan air bersih dan hygiene ini juga sudah diatur dalam peraturan BNPB RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang penggunaan dana siap pakai. Dana siap pakai bisa digunakan saat tanggap darurat untuk kebutuhan air bersih, sanitasi dan hygiene. Penyediaan air bersih mencakup pembelian dan distribusi air bersih, pembelian air minum kemasan, pengadaan hidran umum, sumur bor, dan pengawasan kualitas air bersih. Pengadaan sarana sanitasi dan hygiene mencakup pengadaan jamban/mandi cuci kakus, tempat pembuangan sampah, pembuatan saluran air limbah di tempat pengungsian, sewa kendaraan angkutan dan bahan bakar. Monitoring dan surveilans terhadap ketersediaan air bersih, sanitasi dan hygiene (WASH) bagi masyarakat terdampak penting untuk diperhatikan untuk menghindari bencana sekunder.

More Articles ...