logo2

ugm-logo

Virus Korona, Kemenlu Bahas Opsi Evakuasi 93 Mahasiswa di Wuhan

JAKARTA - Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyebut Menteri Retno Marsudi dan sejumlah pejabat lintas kementerian tengah membahas opsi kemungkinan mengevakuasi mahasiswa maupun WNI yang kini terisolir di kota Wuhan, China.

Untuk itu, Menteri Retno dan beberapa kementerian pada Minggu 26Januari 2020 sore menggelar video conference dengan KBRI di Beijing agar mendapat informasi yang valid tentang kondisi di sana.

"Kita ingin mendapat informasi langsung kira-kira saran apa yang mereka berikan seperti apa," ujar Teuku Faizasyah mangutip BBC.

Menurut Teuku, untuk proses evakuasi tidak semudah yang dibayangkan lantaran pemerintah China masih menutup kota itu.

"Memang tidak sesederhana permasalahannya, kalau untuk evakuasi. Memang saat sekarang opsi-opsi itu sedang dibahas, tapi karena status wilayah itu masih ditutup."

Dari pantauan Kemenlu, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia berupaya mengevakuasi warga negara mereka dari Wuhan. Namun, sejauh ini belum ada satupun negara yang berhasil melakukannya.

Karena itulah, pemerintah belum menemukan cara evakuasi yang ideal.

"Jadi kita belum bisa melihat contoh proses pelaksanaan yang ideal seperti apa, apakah dievakuasi langsung di bawa pulang atau bagaimana. Itu kan hal-hal yang harus betul-betul disiapkan di lapangan," jelasnya.

Setidaknya ada 96 mahasiswa yang masih tinggal di asrama-asrama kampus di Wuhan. Mereka, katanya, mulai dilanda rasa khawatir luar biasa sejak pemerintah China menutup seluruh akses transportasi di sana dan melarang masyarakat setempat keluar dari Wuhan.

Pada Minggu (26/1), setidaknya 56 orang dilaporkan meninggal dunia karena virus corona dan menginveksi lebih dari 2.000 orang di seluruh dunia.

Virus Corona, SARS, dan MERS, Manakah yang Paling Berbahaya?

KOMPAS.com - Dunia sedang dihebohkan dengan mewabahnya virus corona jenis baru, yakni Novel coronavirus ( 2019-nCov) yang berasal dari Wuhan, China.

Hingga saat ini tercatat sudah 14 negara yang tertular oleh virus ini.

Diketahui, Novel coronavirus (2019-nCov) merupakan virus penyebab penyakit saluran pernapasan di mana virus ini masih satu keluarga dengan virus SARS dan MERS.

Meski mirip, apakah ketiganya sama-sama berbahaya?

Salah satu dokter spesialis Mikrobiologi Klinik dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM, dr. R. Ludhang Pradipta R., M. Biotech, Sp.MK mengungkapkan, virus 2019-nCov saat ini masih dilakukan penelitian lebih lanjut untuk bahaya yang ditimbulkan.

Meskipun demikian, virus ini sudah membunuh 41 orang di China.

"Sejauh ini untuk yang nCoV masih belum bisa dipastikan apakah ini berbahaya atau tidak, masih dalam penelitian lebih lanjut," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (26/1/2020).

Berdasarkan situs realtime gisanddata.maps.arcgis.com, imbuhnya virus 2019-nCov telah menewaskan 42 orang dari 1.438 kasus dan diindikasi masih akan terus bertambah.

"Sedangkan angka kematian SARS-CoV sebesar 10 persen dan MERS-CoV sebesar 37 persen," terang dokter yang juga salah satu anggota dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) ini.

 

Ia menjelaskan, dalam situs realtime tersebut laporan kasus meninggal sejauh ini hanya terjadi di China saja.

Menurutnya, belum ada laporan dari negara-negara yang melaporkan ada kasus dan sudah terkonfirmasi corona.

"Sejauh ini, per hari ini saya update, belum ada laporan korban meninggal di luar China," ujar Ludhang.

Ciri SARS, MERS, dan 2019-nCov

Berdasarkan jurnal pengobatan umum mingguan di Inggris, The Lancet, merilis penjelasan terkait tanda dan gejala dari ketiga jenis virus yang menyerang saluran pernapasan ini.

 

Berikut rinciannya:

2019-nCov

Novel Coronavirus (2019-nCov) memang memiliki kesamaan dengan virus corona jenis lain, seperi MERS dan SARS.

Umumnya 2019-nCov memiliki gejala umum bagi orang yang terinfeksi, seperti demam, batuk, kelelahan, sakit tenggorokan, sakit kepala, hemoptisis, dan diare.

Hingga Minggu (26/1/2020) sebanyak 41 orang meninggal dunia akibat terjangkit 2019-nCov.

Adapun tindakan pencegahan melalui udara, seperti respirator N95 teruji efektif, dan peralatan pelindung pribadi lainnya sangat disarankan oleh petugas kesehatan.

SARS-CoV

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARAS-CoV) pertama kali ditemukan di China pada November 2002.

Diketahui, virus ini menyebabkan wabah mematikan di seluruh dunia pada kurun waktu 2002-2003.

Tercatat, sebanyak 777 penduduk meninggal dunia dari 8.098 kasus.

Meski begitu, para peneliti menyimpulkan, SARS-CoV memiliki tingkat kematian sebesar 10 persen.

Bagi pasien yang terjangkit SARS-CoV umumnya sebanyak 20-25 persen mengalami diare.

Sebuah studi awal menunjukkan bahwa peningkatan jumlah sitokin proinflamasi dalam serum tertentu dikaitkan dengan peradangan paru dan kerusakan paru-paru yang meluas pada pasien SARS.

Gejala SARS yang umumnya terjadi antara lain, menggigil, demam, batuk kering, dan sakit di bagian dada.

MERS-CoV

Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) diketahui pertama kali ditemukan di Timur Tengah pada 2012.

Saat itu ditemukan enam orang dengan gejala gagal pernapasan. Kemudian, dua orang di antaranya meninggal dunia.

MERS-CoV dilaporkan memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada SARS-CoV yakni sebesar 37 persen.

Kasus menjadi meluas, di Arab Saudi tercatat 22 orang meninggal dunia dari 44 kasus yang terjadi.

Seorang peneliti dari Erasmus Medical Center (EMC) di Belanda, Ron Fouchier mendunga MERS-CoV berasal dari kelelawar.

Pada 2013, penyakit ini mewabah ke negara-negara di Eropa, seperti Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia.

WHO sempat mengeluarkan peringatan bahwa MERS-CoV dapat menjadi ancaman dunia.

Sementara itu, bagi orang yang terinfeksi MERS-CoV dilaporkan menginduksi peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi yang juga dikaitkan dengan peradangan paru dan kerusakan paru-paru yang luas.

Adapun MERS juga memiliki tanda dan gejala masalah pencernaan pada usus, misalnya diare.

Hingga saat ini belum ada pengobatan antivirus yang terbukti efektif untuk infeksi coronavirus.

More Articles ...