logo2

ugm-logo

Warning PBB Benar, Ramai Negara Asia dalam Bahaya-Kena Bencana Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Asia Selatan dan Tenggara kini menghadapi bencana panas sangat ekstrem. Bahkan cuaca panas lebih parah dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Ini setidaknya terjadi di India dan Bangladesh. Tetangga RI seperti Filipina, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Vietnam juga mengalaminya.

Di India, cuaca mencapai 44 derajat Celsius di beberapa lokasi. Pemilu yang sedang dilaksanakan pun harus menyaksikan jutaan orang memilih dengan mengantri di tengah suhu panas menyengat.

"Saya belum pernah mengalami suhu panas seperti ini sebelumnya," kata Ananth Nadiger, seorang profesional periklanan berusia 37 tahun, mengutip AFP, Senin (29/4/2024).

"Ini sangat tidak menyenangkan dan menguras energimu," tambahnya.

Di Bangladesh penutupan sekolah dilakukan karena suhu ekstrem. Badan meteorologi setempat mengatakan gelombang panas akan terus berlanjut setidaknya selama tiga hari ke depan.

"Panasnya terlalu menyengat," kata Lucky Begum.

"Dia sudah mengalami ruam panas karena berkeringat," ujarnya menyebut anaknya.

Di Filipina penangguhan kelas tatap muka sementara juga dilakukan di semua sekolah negeri selama dua hari, setelah hari panas memecahkan rekor di ibu kota Manila. Di Thailand, yang mencatat 30 orang tewas dalam setahun terakhir karena cuaca panas, departemen meteorologi memperingatkan adanya "kondisi buruk" setelah suhu di provinsi utara melebihi 44,1 derajat Celsius.

Sementara itu di Kamboja, Kementerian Air dan Meteorologi memperingatkan bahwa suhu juga bisa mencapai 43 derajat Celcius di beberapa wilayah di negara itu pada minggu depan. Sementara Kementerian Kesehatan menyarankan masyarakat untuk memantau kesehatan mereka "selama cuaca panas terkait perubahan iklim".

Di Myanmar, negara yang kini masih dilanda perang saudara karena kudeta junta militer, suhu mencapai 3-4 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan rata-rata April. Kemarin peramal cuaca nasional memperkirakan suhu di pusat kota Mandalay bisa meningkat hingga 43 derajat Celsius.

Suhu di Vietnam diramal akan sangat tinggi beberapa hari ke depan dengan perkiraan suhu mencapai 41 derajat Celsius di wilayah utara. Peramal cuaca di sana mengatakan cuaca akan tetap sangat panas hingga akhir April, dan kondisi lebih dingin diperkirakan terjadi pada bulan Mei.

Sebelumnya, peringatan sudah muncul dari PBB. Ini terkait dampak pemanasan global dan perubahan iklim terus menghantui wilayah Asia.

Hal ini terungkap dari laporan lembaga PBB, Badan Meteorologi Dunia (WMO), State of the Cimate in Asia 2023, Rabu. Laporan itu menganalisa bencana pada tahun 2023 lalu, yang menyoroti bagaimana laju percepatan indikator perubahan iklim utama seperti suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut, yang akan berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan ekosistem di kawasan.

Asia disebut masih menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Benua ini mengalami pemanasan lebih cepat dari rata-rata global dengan tren meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.

"Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita," kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia.

"Banyak negara di kawasan ini mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, bersamaan dengan kondisi ekstrim, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai," tambahnya.

"Perubahan iklim frekuensi frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa tersebut, yang berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat kita tinggal."

Pada tahun 2023, total 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi dilaporkan di Asia, sebagaimana dilaporkan pula oleh Emergency Events Database. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan sembilan juta orang terkena dampak langsung.

Panas ekstrem juga menjadi laporan lain. Meskipun risiko kesehatan yang ditimbulkan semakin meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian yang dilaporkan.

"Sekali lagi, di tahun 2023, negara-negara yang rentan terkena dampak yang tidak proporsional. Sebagai contoh, topan tropis Mocha, topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir, menghantam Bangladesh dan Myanmar," jelas Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana, yang menjadi mitra dalam penyusunan laporan ini.

"Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa," ujarnya.

Perlu diketahui, dalam laporan yang sama juga dimuat bagaimana kenaikan permukaan laut dari Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 juga memberikan data indikasi kenaikan air laut yang meliputi wilayah Indonesia.

Tercatat, banyak area mengindikasikan Global Mean Sea Level (GMSL) di atas rata-rata global yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.

Pakar UGM: Waspada Ancaman Risiko Bencana Gempa Bumi dan Banjir

Bencana gempa bumi melanda Kabupaten Garut Jawa Barat dengan magnitudo 6.2 pada sabtu (27/4) malam. Beberapa rumah dan fasilitas pemerintah dilaporkan rusak serta beberapa orang mengalami luka. Kejadian gempa kali ini menambah rentetan kejadian bencana serupa di Indonesia yang beum lama ini terjadi di pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur.

Ahli Gempa Bumi, Teknik Geologi FT UGM, Ir. Gayatri Indah Marliyani, Ph.D., mengatakan negara Indonesia memang rentan terkena bencana gempa bumi karena letaknya di Cincin Api Pasifik yang menyebabkan pergeseran lempeng. Meski Pemerintah memiliki Badan Pengelola Bencana, tetapi kewaspadaan semua pihak penting agar masyarakat dapat menghadapi risiko bencana.

Gayatri Indah Marliyani mengatakan sumber gempa bumi bisa berasal dari daratan maupun yang berada lautan. Beruntung, menurutnya kejadian bencana gempa bumi selama ini terjadi, sumber gempa kebanyakan berada di tengah laut. Sebab, gempa yang terjadi di darat lebih bersifat destruktif. “Semakin dekat dengan sumber gempa, maka semakin besar guncangannya,” ujar Gayatri dalam Diskusi Pojok Bulaksumur UGM yang bertajuk “Meningkatkan Kesiapsiagaan Pemerintah dan Kesadaran Masyarakat terhadap Ancaman Risiko Bencana di Tanah Air” di selasar tengah Gedung Pusat UGM, Jumat (26/4).

Ia menjelaskan kejadian gempa bumi bisa berulang karena mengikuti perubahan dan pergeseran lempeng tektonik. Meski bencana gempa sulit diprediksi namun dari data geologi atau pencatatan bencana gempa di masa lalu bisa menjadi bahan rujukan bahwa lokasi atau wilayah tersebut menjadi rawan terkena dampak gempa bumi. “Penting bagi kita untuk mengenali dan mengetahui potensi bencana alam,” katanya.

Berbeda dengan gempa bumi, informasi terkait tanda-tanda bencana erupsi gunung api yang hendak erupsi menurutnya bisa dikenali lewat tanda alam dan dari alat deteksi aktivitas gunung api. “Tanda-tandanya dapat berupa peningkatan suhu di danau, seperti air yang menjadi hangat, serta binatang yang mati,” ucapnya.

Gayatri turut menyebutkan adanya potensi gempa pada Ibu Kota Nusantara (IKN). Wilayah Kalimantan, mempunyai sesar tua yang tidak terlalu aktif tetapi mempunyai potensi untuk reaktivasi. Oleh karena itu diperlukan perencanan pembangunan sesuai kemungkinan potensi maksimum magnitudo bila tejadi gempa bumi di IKN.

Sementara Dr. Muhammad Anggri Setiawan, M.Si, Plt. Ketua Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, mengatakan di masa musim penghujan sekarang ini, risiko bencana seperti banjir dan tanah longsor bisa terjadi kapan saja.

Anggri menekankan bahwa PSBA terus melakukan studi soal kebencanaan di berbagai wilayah di Indonesia. Di samping itu, pihaknya juga mengembangkan alat sistem deteksi bencana longsor yang dinamakan SipendiL atau Sistem Peringatan Dini Longsor, sebuah alat Early Warning System yang bekerja berdasarkan pembacaan kondisi total hujan (milimeter). “Kami terus mengkaji sistemnya baik aktivitas secara meteorologi dan geologi. Harapannya untuk meminimalisir risiko destruktif yang ditimbulkan,” ujarnya.

Sedangkan Amin Susiatmojo, S.Pt., M.Sc., perwakilan Tim Disaster Response Unit (DERU) DPKM UGM, mengatakan kontribusi UGM tidak hanya pada kegiatan mitigasi dan studi penanggulangan bencana di tanah air namun ikut memberikan kepedulian pada masyarakat yang menjadi korban bencana.

DERU dibentuk untuk membantu penanganan cepat, tepat, dan efektif di daerah lokasi bencana. Selain mengirim tim relawan, tim DERU juga bergabung dengan mahasiswa KKN-PPM UGM peduli bencana yang bertugas sesuai dengan kompetensi asal dari fakultas masing-masing. “Mereka diarahkan oleh DPL sesuai tugasnya, seperti tim trauma healing dari Fakultas Psikologi dan pembuatan jamban darurat oleh mahasiswa Fakultas Teknik,” paparnya.

Amin juga menjelaskan peran KAGAMA atau Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada sangat membantu dalam pengiriman dan penyediaan bantuan logistik. Namun begitu, upaya untuk meningkatkan kapasitas relawan terus menerus dilakukan agar relawan tidak hanya menguasai persoalan yang bersifat responsif tetapi juga membekali mereka untuk tetap safety ketika menyelamatkan korban.

Penulis: Dita
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Firsto

More Articles ...