logo2

ugm-logo

Blog

Kaleidoskop: Bencana Alam yang Landa Wilayah Indonesia Sepanjang 2018 Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kaleidoskop: Bencana Alam yang Landa Wilayah Indonesia Sepanjang 2018, Gempa Bumi hingga Longsor, http://www.tribunnews.com/se

Kaleidoskop: Bencana Alam yang Landa Wilayah Indonesia Sepanjang 2018, Gempa Bumi hingga Longsor

Jika dilihat dari awal hingga akhir 2018 tercatat banyak bencana alam melanda wilayah Indonesia.

Bencana yang terjadi mulai dari gempa, longsor, gunung meletus dan sebagainya.

Tercatat dari 1 Januari hingga 10 Desember 2018, 4.211 orang tewas dan dilaporkan hilang.

Sedangkan 6.940 orang mengalami luka-luka, dan 9,95 juta jiwa mengungsi akibat terdampak langsung bencana.

Baca: Antisipasi Gempa, Kota Mataram Gunakan Aplikasi

Kerugian ekonomi dari akibat bencana tersebut pun diperkirakan mencapai puluhan trilyun.

Hal tersebut disampaikan Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho lewat akun Twitter miliknya.

Berikut bencana alam yang melanda wilayah Indonesia sepanjang 2018, seperti dirangkum Tribunnews dari Tribun Jatim dan Surya Malang.

1. Januari – Gempa bumi 6,1 SR di Lebak, Banten

Sejumlah pelajar SMKN I Tanggeung dilarikan ke Puskesmas Pasirkolot, Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeungyang, Cianjur, setelah genting sekolah berjatuhan dan mengenai bagian tubuh mereka, Selasa (23/1/2018). Gempa di Banten terasa hingga Cianjur dan mengakibatkan genting sekolah berjatuhan.
Sejumlah pelajar SMKN I Tanggeung dilarikan ke Puskesmas Pasirkolot, Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeungyang, Cianjur, setelah genting sekolah berjatuhan dan mengenai bagian tubuh mereka, Selasa (23/1/2018). Gempa di Banten terasa hingga Cianjur dan mengakibatkan genting sekolah berjatuhan. ()

Pada Januari 2018, terjadi gempa bumi dengan kekuatan sebesar 6.1 SR yang terjadi di barat daya Kabupaten Lebak, Banten.

Gempa yang terjadi pada Selasa 23 Januari 2018 itu menyebabkan kerusakan yang cukup besar.

Badan Nasional Penanggulanga Bencana (BNBP) menyatakan setidaknya 2.760 rumah rusak akibat gempa tersebut.

2. Februari - Tanah Longsor di Brebes

Petugas melakukan proses pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban longsor di Desa Pasir Panjang Kecamatan Salem Kabupaten Brebes, Minggu (25/2/2018). Pencarian korban hari ke empat tersebut tim SAR melibatkan anjing pelacak. Sejauh ini 11 korban dinyatakan meninggal dunia, 7 orang hilang, dan 4 orang masih dirawat di rumah sakit dan puskesmas setempat. TRIBUNNEWS/HO/BNPB
Petugas melakukan proses pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban longsor di Desa Pasir Panjang Kecamatan Salem Kabupaten Brebes, Minggu (25/2/2018). Pencarian korban hari ke empat tersebut tim SAR melibatkan anjing pelacak. Sejauh ini 11 korban dinyatakan meninggal dunia, 7 orang hilang, dan 4 orang masih dirawat di rumah sakit dan puskesmas setempat. TRIBUNNEWS/HO/BNPB (TRIBUN/HO/BNPB)

Pada Februari, bencana tanah longsor meninpa petani di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Kurang lebih ada lima korban meninggal dunia, 15 orang hilang dan 14 orang terlika dalam bencana tersebut.

Baca: Peneliti Menemukan Gelombang Seismik Gempa Bumi Misterius yang Terjadi pada 11 November 2018

Pusat longsor ada di perbukitan hutan produksi Perhutani BKPB Salem Petak 26 PLRPH Babakan.

Luas longsor mencapai 16,8 hektar dengan panjang dari mahkota longsoran sampai titik terakhir sekitar 1 kilometer.

3. April - Gunung Sinabung Meletus

Tangis Histeris Anak SD saat Gunung Sinabung Meletus
Tangis Histeris Anak SD saat Gunung Sinabung Meletus (capture video)

Gunung Sinabung meletus pada Jumat 6 April 2018.

Tinggi kolom abu dari letusan Gunung Sinabung mencapai lebih dari 5000 meter.

4. Agustus - Gempa Bumi di Lombok

Warga korban gempa berjalan usai melaksanakan salat jumat di sekitar pengungsian di Gunung Sari, Lombok Barat, NTB, Jumat (10/8/2018). Berdasarkan data BNPB kerusakan akibat gempa bumi Lombok mencapai 67.875 unit rumah rusak,  468 sekolah rusak, 6 jembatan rusak, 3 rumah sakit rusak, 10 puskesmas rusak, 15 masjid rusak, 50 unit mushola rusak, dan 20 unit perkantoran rusak. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga korban gempa berjalan usai melaksanakan salat jumat di sekitar pengungsian di Gunung Sari, Lombok Barat, NTB, Jumat (10/8/2018). Berdasarkan data BNPB kerusakan akibat gempa bumi Lombok mencapai 67.875 unit rumah rusak, 468 sekolah rusak, 6 jembatan rusak, 3 rumah sakit rusak, 10 puskesmas rusak, 15 masjid rusak, 50 unit mushola rusak, dan 20 unit perkantoran rusak. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Pada Minggu 5 Agustus 2018, gempa berkekuatan 7.0 SR mengguncang wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Gempa tersebut diketahui terjadi sekitar pukul 18:46 WIB, dengan titik gempa berada di 8.37 LS-116.48 BT.

Tepatnya 18 kilometer barat laut Lombok Timur, NTB dengan kedalaman 15 kilometer.

Baca: BMKG Catat 7 Kali Gempa di Berbagai Wilayah dalam Satu Pekan Ini

Jumlah korban jiwa yang dirilis oleh BNPB sejumlah 564 orang dengan rincian 467 orang di Kabupaten Lombok Utara, 44 orang dari Lombok Barat, dan Lombok Timur.

Sisanya sebanyak 2 korban berada di Kabupaten Lombok Tengah, 9 Korban di kota Mataram, 6 orang di kabupaten Sumbawa dan 5 korban di Sumbawa Barat.

Sementara itu diketahui korban luka-luka mencapai 1584 orang.

5. September - Gempa Bumi Palu Dan Donggala

Puluhan prajurit TNI Kogasgabpad bahu membahu bersama warga di Desa Jeringo, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok, Selasa (16/10/2018) sedang membersihkan selokan-selokan dan puing-puing rumah maupun bangunan yang berserakan akibat dampak dari gempa bumi. TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI/Mayor Inf Suwandi
Puluhan prajurit TNI Kogasgabpad bahu membahu bersama warga di Desa Jeringo, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok, Selasa (16/10/2018) sedang membersihkan selokan-selokan dan puing-puing rumah maupun bangunan yang berserakan akibat dampak dari gempa bumi. TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI/Mayor Inf Suwandi (TRIBUNNEWS.COM/Mayor Inf Suwandi)

Gempa yang terjadi pada Jumat 28 September 2018 pertama kali mengguncang Donggala pada pukul 14.00 WIB.

Gempa tersebut berkekuatan 6 SR dengan kedalaman 10 KM dari permukaan laut.

Pada pukul 17.02 WIB gempa kembali terjadi dengan kekuatan yang lebih besar yaitu 7.4 SR dengan kedalaman yang sama, 10 km di jalur sesar Palu Koro.

Kemudian pada pukul 17.22 WIB Tsunami terjadi dengan ketinggian mencapai 6 meter.

Korban meninggal akibat gempa bumi dan tsunami tecatat mencapai 2.073 jiwa.

6. Oktober - Banjir dan Longsor Sumatera

ilustrasi longsor bebatuan besar
ilustrasi longsor bebatuan besar (Serambi Indonesia)

Banjir dan tanah longsor terjadi di Sumatra utara dan Sumatera Barat pada Kamis dan Jumat 11-12 Oktober 2018.

Akibat kejadian tersebut sebanyak 22 orang meninggal dunia dan 15 orang dinyatakan hilang.

Banjir dan longsor tersebut diketahui melanda 9 kecamatan di Mandailing Natal, yakni Kecamatan natal, Lingga Bayu, Muara Batang Gadis, Naga Juang, Penyambungan Utara, Bukit Malintang, Ulu Pungkut, Kota Nopas dan Batang Natal pada sore hari.

Sebanyak 11 orang murid Madrasah di Desa Muara Saladi kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara meninggal dunia tertimpa bangungan yang hancur diterpa banjir.

(TRIBUNEWS.COM/ Umar Agus W)

Pemanasan Global Akan Membakar Pemerintahan Amerika

Salah satu efek samping dari perubahan iklim ialah berakhirnya hegemoni Amerika Serikat. Donald Trump secara terang-terangan mengatakan, ia tidak percaya pada perubahan iklim. Pernyataan Trump itu menyangkal penelitian yang dilakukan oleh administrasinya sendiri. 

Oleh: Stephen M. Walt (Foreign Policy)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, “Saya tidak percaya” bahwa perubahan iklim itu nyata. Coba tebak? Lingkungan global tidak peduli. Kondisi planet Bumi akan ditentukan oleh hukum fisika dan kimia, bukan oleh tweet, penolakan, agresivitas, atau pendekatan mengabaikan tanda bahaya atas planet yang tengah memanas dengan cepat. Trump tidak akan lagi bersama kita pada saat efek terburuk terwujud, tentu saja. Generasi masa depan yang akan menanggung segala konsekuensinya.

Jangan salah: Konsekuensi-konsekuensinya akan sangat signifikan. Seperti yang dilaporkan selama akhir pekan Thanksgiving, laporan “Penilaian Iklim Nasional” pemerintah AS terbaru telah memperjelas bahwa peningkatan suhu rata-rata akan memiliki efek yang sangat jauh dan merusak. Laporan itu merupakan upaya kolaboratif oleh 13 agen federal dan menawarkan potret serius tentang kemungkinan masa depan kita. Badai kelak akan berlangsung dengan lebih intens dan berbahaya.

Produktivitas pertanian akan menurun. Penyakit dan hama tertentu akan lebih banyak dan mengganggu, serta kematian terkait panas akan meningkat secara signifikan. Trump mungkin tidak mempercayainya, tetapi apa yang dia lakukan atau tidak yakini tidak relevan, kecuali karena itu mempengaruhi apa yang kita lakukan (atau tidak lakukan) hari ini dan dengan demikian seberapa serius masalah itu ada di masa depan.

Konsekuensi langsung dari perubahan iklim akan cukup berbahaya, bahkan jika kita menanggapi dengan lebih energik daripada yang telah dilakukan saat ini, tetapi saya yakin hal itu juga akan memiliki dampak besar pada kebijakan luar negeri AS Beberapa konsekuensi telah tercatat, termasuk dalam studi Departemen Pertahanan AS tahun 2015, tetapi dampak jangka panjangnya bisa lebih jauh lagi.

Secara provokatif: Perubahan iklim dapat berdampak lebih banyak untuk membatasi ambisi global Amerika daripada yang telah dilakukan semua buku, artikel, opini, dan advokasi lainnya bahkan dengan menahan diri.

Mengapa? Karena beradaptasi dengan planet yang lebih panas akan terasa sangat mahal.

Sebagai permulaan, perubahan iklim sudah berdampak pada fasilitas militer di Amerika Serikat dan akan memaksa Departemen Pertahanan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan yang mahal. Badai Michael menyebabkan jutaan Dolar AS kehancuran di Pangkalan Angkatan Udara Tyndall di Florida musim gugur ini (termasuk kerusakan pada beberapa pesawat F-22 yang mahal yang ditempatkan di sana), dan galangan kapal angkatan laut AS yang luas di Newport News sudah rentan terhadap banjir dan akan membutuhkan tindakan adaptif berbiaya mahal jika ingin tetap beroperasi ketika permukaan air laut naik.

Menurut Union of Concerned Scientists, peningkatan permukaan air laut setinggi tiga kaki (yang berada dalam kisaran perkiraan saat ini), dapat membahayakan penggunaan 128 pangkalan militer AS. Melindungi fasilitas-fasilitas ini atau membangun fasilitas yang baru tidak akan murah, dan uang yang dibelanjakan untuk tindakan-tindakan ini adalah uang yang tidak dapat digunakan untuk struktur kekuatan, personel, atau operasi kontingensi luar negeri.

Kedua, seperti disebutkan di atas, perubahan iklim akan membebani biaya yang signifikan pada perekonomian AS. Menurut Penilaian Iklim Nasional baru-baru ini, biaya yang terkait dengan perubahan iklim dapat mengurangi PDB AS hingga 10 persen pada akhir abad ini. (Angka itu kira-kira dua kali lipat lebih banyak dari dampak resesi tahun 2008, omong-omong.) Amerika Serikat akan tetap menjadi negara yang relatif kaya, tentu saja, tetapi tidak sekaya seharusnya jika tidak ada bencana perubahan iklim).

Ketiga, beradaptasi dengan perubahan iklim juga tidak akan murah. Daerah dataran rendah akan membutuhkan tanggul, dinding laut, parit badai, dan investasi infrastruktur besar lainnya. Beberapa kawasan padat penduduk mungkin harus ditinggalkan, yang berarti menimbulkan kebutuhan akan perumahan baru bagi puluhan ribu orang (jika tidak lebih).

Jaringan listrik harus diperkuat atau diganti, sementara jembatan dan jalan lintas perlu ditingkatkan. Tidak ada yang tahu persis dampak apa yang akan ditimbulkan, tetapi pertimbangkan bahwa rencana adaptasi perubahan iklim yang diusulkan oleh Walikota New York City Michael Bloomberg setelah Badai Sandy melanda pada tahun 2013 dianggarkan sebesar 20 miliar Dolar AS. Angka itu mungkin tidak cukup ambisius, karena biaya sebenarnya mungkin akan lebih tinggi, dan itu hanya satu kota (meskipun terbilang kota besar dan penting).

Yang pasti, beberapa infrastruktur baru tersebut perlu dibangun, bahkan jika planet tidak menjadi lebih panas dan permukaan laut tidak naik. Pengeluaran untuk infrastruktur dapat meningkatkan produktivitas dan menyediakan banyak pekerjaan dari kelas menengah ke bawah. Meskipun demikian, biaya penuh untuk beradaptasi dengan lingkungan di akhir abad 21 dengan mudah mencapai ratusan miliar Dolar AS selama beberapa dekade berikutnya.

Jadi kita menghadapi potensi pukulan ganda: Perubahan iklim akan mengurangi pertumbuhan ekonomi dengan berbagai cara, bahkan ketika kita perlu menghabiskan banyak uang untuk mencoba beradaptasi dengan dampaknya. Masalah ini mungkin tidak terlalu serius jika Amerika Serikat memiliki dana kekayaan negara yang besar, atau jika pemerintah menjalankan surplus anggaran berulang yang dapat digunakan untuk membayar biaya-biaya ini.

Tetapi yang sebaliknya juga benar: Amerika akan memiliki defisit anggaran dan tingkat utang publik yang menggelembung, dan kebuntuan politik yang berulang-ulang telah mengubah proses anggaran menjadi kerja tahunan dalam sikap politik dan brinkmanship, atau tindakan mendorong suatu keadaan berbahaya ke ambang kehancuran demi meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Maksud saya, singkatnya, adalah bahwa biaya beradaptasi terhadap perubahan iklim akan memberikan tekanan besar pada anggaran federal yang sudah diperas. Sedangkan, pada saat populasi AS semakin tua, biaya perawatan kesehatan meningkat, dan pemotongan pajak akan menjadi suatu norma. Oleh karena itu, pertanyaan saya sederhana: Dari mana semua uang itu berasal?

Jika skenario ini bahkan sebagian saja benar, mempertahankan anggaran pertahanan dan pembentukan keamanan nasional yang mengerdilkan orang-orang dari semua negara lain akan semakin sulit, jika bukan secara politik tidak mungkin. Meyakinkan rakyat Amerika untuk mendanai perang pilihan, untuk melindungi sekutu yang jauh dari nilai strategis yang dipertanyakan, atau bahkan untuk melakukan operasi kontra-terorisme yang sangat jauh akan menjadi penjualan yang sulit.

Kebijakan luar negeri “Blob” dapat terus menolak strategi menahan diri, tetapi kenyataan fiskal dapat secara bertahap memaksakannya.

Kabar baiknya ialah bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi banyak negara lain bahkan lebih dari ia mempengaruhi Amerika Serikat, dan banyak dari mereka bahkan kurang siap untuk menghadapi konsekuensinya. Jadi posisi relatif Amerika mungkin tidak terpengaruh sama sekali. Tetapi “kabar baik” itu tidak benar-benar positif, karena perubahan iklim juga cenderung memperburuk konflik sipil dan regional dan hampir pasti memicu krisis kemanusiaan yang rumit, arus pengungsi, dan masalah global dalam berbagai bentuk lainnya.

Dengan kata lain, agenda global akan menjadi lebih berantakan, bahkan ketika sumber daya yang tersedia untuk menangani agenda itu semakin jarang. Dilemma ini hanya akan semakin memburuk semakin lama Amerika Serikat menangguhkan tindakan, semakin banyak bahan bakar fosil (terutama batu bara) yang dibakar oleh manusia, dan semakin cepat dan luas perubahannya.

Seperti presiden, saya akan mati dan terkubur dengan aman pada saat semua ini terjadi, dan saya berharap generasi mendatang akan memaafkan kita saat mereka bergulat dengan konsekuensinya. Tetapi mereka akan memiliki setiap alasan untuk tidak memaafkan kita, tentu saja.

Stephen M. Walt adalah profesor hubungan internasional Robert dan Renée Belfer di Universitas Harvard.

Keterangan foto utama: Semak-semak terbakar ketika api bergerak melalui Deepwater National Park di Queensland, Australia, tanggal 28 November 2018. (Foto: AFP/Getty Images/Rob Griffith)

Awas, Pemanasan Global Tingkatkan Risiko Kena Penyakit Jantung

https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/lt328a2mntTaG1GCTqUswkLr25k=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1087064/original/047381600_1450330153-20151217-Pemanasan_Global.jpg

Jakarta Dampak pemanasanglobal lebih mengerikan dari apa yang kita bayangkan. Sebuah penelitian menunjukkan masalah tersebut juga membuat pekerjaan seseorang menjadi tidak produktif, serta meningkatkan risiko masalah kesehatan terkait panas seperti heat stress dan sakit jantung.

Laporan The Lancet Countdown menunjukkan bahaya pemanasan global, salah satunya di negara yang dianggap memiliki masalah lingkungan hidup terparah di dunia yaitu India. Di negara tersebut, 40 juta orang terpapar gelombang panas dari 2012 hingga 2016. Peningkatan semacam ini bisa mengancam kesehatan.

Melansir Indiatimes pada Minggu (9/12/2018), jurnal The Lancet menyatakan bahwa semakin banyak orang di seluruh dunia yang menghadapi risiko kematian terkait panas akibat perubahan iklim. Penelitian itu dilakukan oleh 27 institusi akademis di dunia.

sumber: Liputan6.com

Badai Owen dengan Kecepatan 200 Km/Jam Terjang Queensland

Badai Owen dengan Kecepatan 200 Km/Jam Terjang Queensland

Badai topan tropis Owen dengan kecepatan angin mencapai hampir 200 km/jam hari Jumat (14/12/2018) terus bergerak menuju pesisir pantai Queensland utara, Australia.

Badai kategori tiga tersebut pada Jumat pagi masih berada di wilayah udara perairan Northern Territory dan diperkirakan meningkat menjadi kategori empat hari ini.

Karena kecepatan pergerakannya yang lambat, Badai Owen diperkirakan baru akan mencapai pesisir besok pagi.

Hasil pelacakan terbaru menunjukkan badai ini akan menerjang wilayah daratan antara Gilbert River Mouth dan Kowanyama.

Biro Meteorologi setempat (BOM) menjelaskan Badai Owen akan melemah dan bergerak ke tenggara di wilayah daratan sebelum melewati pesisir timur Queensland.

Kevin Walsh dari Dinas Pemadam dan Layanan Darurat setempat mengatakan badai ini juga akan membawa hujan yang sangat deras.

Curah hujannya di diperkirakan bisa mencapai lebih dari 400 milimeter.

"Bisa berapa saja, mulai dari 100, 200, bahkan 400 milimeter selama beberapa hari ke depan," katanya.

Karena jenis hujan deras dalam waktu singkat ini, dia memperingatkan warga setempat agar bersiap menghadapi banjir bandang.

Sementara itu Jonty Hall dari BOM menjelaskan jalur pergerakan Badai Owen kini diperkirakan berubah.

"Tadinya diperkirakan bergerak lebih jauh ke selatan. Namun tampaknya kini lebih mungkin bergerak ke bagian tenggara Queensland," katanya.

Dia memperkirakan badai ini akan berakhir di wilayah pantai tengah Queensland.

cyclone owen.jpg

Walsh memperingatkan warga untuk melakukan tindakan antisipasi karena badai ini disertai angin dengan daya rusak yang tinggi.

Waktunya masih cukup untuk bagi warga masyarakat untuk memasukkan barang-barang ke dalam rumah agar tidak diterbangkan angin.

Menteri Perhubungan Mark Bailey juga memperingatkan para pengguna kendaraan untuk waspada dengan kondisi jalan selama beberapa hari mendatang.

Saat ini di Australia merupakan musim liburan dan biasanya banyak warga bepergian.

Menteri Bailey mengatakan bagi mereka yang bepergian menempuh jarak jauh dalam tiga atau empat hari ke depan, perlu mendapatkan informasi jelas terlebih dahulu dari pihak terkait.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.

sumber: detik.com

63 Rumah di Probolinggo Rusak Diterjang Banjir, 4 Jembatan Ambruk

63 Rumah di Probolinggo Rusak Diterjang Banjir, 4 Jembatan Ambruk

Probolinggo - 63 Rumah di dua desa Probolinggo rusak dampak banjir bandang yang menerjang Senin (10/12) malam. Dua desa yang diterjang banjir dan longsor itu yakni Desa Andang Biru dan Desa Tiris Kecamatan Tiris.

Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD, Kabupaten Probolinggo, Teguh Kawiandoko membenarkan puluhan rumah rusak akibat terjangan banjir bandang.

"Rincian rumah yang rusak itu, 29 rumah di Dusun Lawang Kedaton dan 24 rumah di Dusun Kedaton Desa Andung Biru. Sedangkan 10 rumahnya lainnya berlokasi di Desa Tiris," kata Teguh, Selasa (11/12/2018).

Dan rumah-rumah yang rusak parah, jelas dia, rata-rata yang lokasinya berdekatan dengan aliran Sungai Kedaton. Sedangkan 4 jembatan ambruk karena diterjang air bah.

"4 Jembatan ambruk. 1 Jembatan dari cor dan 3 jembatan kayu," tegasnya.

Menurut Teguh, pihaknya telah berkoordinasi dengan PUPR untuk mendatangkan alat berat agar akses jalan menuju lokasi bencana, bisa cepat dibersihkan dan dilewati kembali.

"Kita sudah kirimkan bantuan ke lokasi mas, termasuk membangun tenda untuk tempat tinggal para korban," jelas Teguh.

Saat ditanya upaya BPBD saat hujan turun kembali, Teguh menyebut pihaknya masih menunggu perintah untuk dilakukan pengungsian korban terdampak banjir dan longsor.

Sementara Camat Tiris Roby menjelaskan terjangan banjir bandang tidak hanya memporak-porandakan rumah warga. 4 Jembatan putus karena terjangan air bah. Rusaknya jembatan tersenut membuat akses menuju sejumlah titik bencana putus. Akses jalur hanya bisa dilalui, dengan jalan kaki dan jarak tempuh 5 Km.

"Sementara aksesnya terputus mas, ini terus kita upayakan pembersihan jalan. Semoga lekas bisa terbuka jalurnya, biar pasokan bantuan bisa masuk dan menjangkau daerah terdampak bencana," jelasnya.

Banjir bandang menerjang perkampungan penduduk di Kabupaten Probolinggo. Kawasan yang diterjang banjir bandang yakni Dusun Kedaton dan Dusun Banjar Baru Desa Andung Biru, Kecamatan Tiris.

Bencana tersebut menyebabkan satu orang tewas dan satu orang dinyatakan hilang. Selain itu 7 rumah, 3 toko, 1 musala rusak.
(fat/fat)

sumber: detik.com