logo2

ugm-logo

Blog

Frekuensi Kejadian Bencana Bakal Bertambah

Anggota rescue BPBD bersama gabungan potensi sukarelawan menggelar simulasi evakuasi korban kebakaran di Setda Kabupaten Semarang bertepatan dengan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2019. (suaramerdeka.com/Ranin Agung)

UNGARAN, suaramerdeka.com - Frekuensi kejadian bencana diprediksi bakal bertambah karena dampak perubahan iklim dan kepadatan penduduk di Kabupaten Semarang. Keterangan tersebut disampaikan Bupati Semarang, Mundjirin, usai Apel Hari Kesiapsiagaan Bencana 2019 di Halaman Setda Kabupaten Semarang, baru-baru ini. Belum lagi, lanjut Bupati, imbas penduduk yang membangun rumah di sepadan sungai dan sampah yang dibuang sembarangan.

“Bagaimana tidak banjir atau longsor, kalau masalah sampah saja sekarang sulit diatur. Mereka masih punya keyakinan membuang sampah di sungai,” ujarnya.

Untuk menekan jatuhnya korban mau pun kerugian materiil akibat bencana, pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk ikut andil dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana. Artinya, meski pun ada pembangunan semuanya tidak ada artinya ketika terjadi bencana.

“Membangun bahkan sampai berpuluh-puluh tahun akan hilang percuma karena adanya bencana, jadi kita harus peduli akan adanya bencana,” pungkasnya.

Kalakhar BPBD Kabupaten Semarang, Heru Subroto menambahkan, Hari Kesiapsiagaan Bencana berawal dari banyaknya bencana dan korban bencana di Indonesia yang disebabkan oleh kurangnya kesiapsiagaan masyarakat. Penetapan 26 April 2019 sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana, ditetapkan pemerintah pusat bersamaan dengan disahkannya Undang undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“Momentum kemarin untuk mengingatkan masyarakat agar mereka semakin sadar ketika menghadapi bencana,” terang dia.

Dari kajian diketahui bila, bencana di Kabupaten Semarang didominasi oleh kejadian tanah longsor. Menyusul geografisnya didominasi perbukitan, kemudian angin ribut, banjir luapan Danau Rawa Pening, kebakaran, dan kecelakaan sumur.

“Dengan apel siaga dan cek peralatan kemarin, kita akan tunjukkan bahwa BPBD Kabupaten Semarang bersama potensi sukarelawan siap baik personel mau pun peralatannya,” tukasnya.

BNPB Kucurkan Rp 2,25 M untuk Penanganan Bencana Banjir dan Longsor di Bengkulu

Liputan6.com, Jakarta - Upaya penanganan bencana banjir dan longsor yang melanda 9 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu terus dilakukan. Jumlah korban hingga Minggu 28 April 2019 pukul 19.00 WIB, tercatat 17 orang meninggal dunia.

"Selain itu 9 orang hilang, 2 orang luka berat dan 2 orang luka ringan. Sebaran dari 17 orang meninggal dunia terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah 11 orang, Kota Bengkulu 3 orang, dan Kabupaten Kepahiang 3 orang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan, Senin (29/4/2019).

Dia menambahkan, sebanyak 12 ribu orang mengungsi yang tersebar di banyak tempat dan 13 ribu orang terdampak bencana. Jumlah ternak yang mati sebanyak 106 ekor sapi, 102 ekor kambing/domba dan 4 ekor kerbau.

"Sedangkan kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 7 fasilitas pendidikan dan 40 titik sarana prasarana infrastruktur," ujar dia.

Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala BNPB Doni Monardo telah menyerahkan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 2,25 miliar kepada Gubernur Bengkulu. Selanjutnya dana siap pakai itu akan diberikan kepada BPBD kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana.

"Kepala BNPB (Doni Monardo) setiba di Bengkulu langsung mendapat penjelasan dari Gubernur Bengkulu terkait dampak dan penanganan bencana. Kepala BNPB telah memerintahkan kepada Deputi Penanganan Darurat BNPB dan Deputi Logistik Peralatan BNPB untuk segera memenuhi kebutuhan darurat yang diperlukan," ujar dia.

Selain itu, lanjut Sutopo, Doni Monardo juga memberikan beberapa arahan kepada jajaran BPBD dan SKPD. Dalam arahannya, Doni mengungkapkan dampak ekonomi yang ditimbulkan cukup besar sehingga mengganggu pertumbuhan pembangunan.

Sutopo juga menambahkan, selain faktor alam yaitu intensitas curah hujan yang meningkat, faktor antropogenik yaitu ulah tangan manusia yang merusak alam dan lingkungan lebih dominan menyebabkan bencana hidrometeorologi meningkat,"

Kendala yang dihadapi dalam penanganan darurat saat ini adalah sulitnya menjangkau lokasi titik-titik banjir dan longsor dikarenakan seluruh akses ke lokasi kejadian terputus total. Koordinasi dan komunikasi ke Kabupaten/Kota cukup sulit dilakukan karena aliran listrik banyak yang terputus.

"Pendistribusian logistik terhambat karena akses jalan banyak yang terputus karena banjir dan longsor. Titik lokasi bencana banjir dan longsor sangat banyak sedangkan jarak antar titik banjir dan longsor berjauhan, sehingga menyulitkan untuk mencapai semua lokasi. Terbatasnya dana/anggaran yang memadai sehingga menyulitkan operasional penanganan bencana," ucap Sutopo.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda pengungsian, perahu karet,  selimut, makanan siap saji, air bersih, family kid, peralatan bayi, lampu emergency, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lumpur dan lingkungan, sanitasi, dan jembatan baley.

"BPBD masih melakukan pendataan dampak bencana dan penanganan bencana. Masyarakat diimbau untuk tetap meningkatkan kewaspadaan mengingat potensi hujan berintensitas tinggi masih dapat berpotensi terjadi di wilayah Indonesia," imbau Sutopo.

 

Jepang Kerahkan Ilmuwan Teliti Bencana Sulteng

Tokyo, Beritasatu.com - Pemerintah Jepang telah dan akan terus berkomitmen untuk mengerahkan para ilmuwan terbaiknya guna meneliti penyebab bencana alam beragam yang menimpa Sulawesi Tengah September 2018, sekaligus mempelajari potensi bencana di masa depan dan langkah-langkah untuk meminimalkan dampak.

Kimio Takeya, pejabat senior Japan International Cooperation Agency (JICA), mengatakan para ilmuwan terbaik Jepang akan dikerahkan untuk meneliti tsunami, likeufaksi, gempa bumi, dan tanah longsor di sejumlah wilayah Sulteng.

"Bagi pemerintah Indonesia ini merupakan pengalaman baru dengan adanya fenomena khusus likuefaksi dan tanah longsor," kata Takeya saat ditemui Beritasatu.com di kantor pusat JICA di Tokyo akhir pekan kemarin.

Dia mengatakan bisa memahami bahwa pemerintah Indonesia ingin cepat mengambil keputusan soal rekonstruksi, tata ruang, dan relokasi pasca-bencana.

Namun, untuk kasus yang sangat unik ini pemerintah butuh dukungan bukti-bukti ilmiah dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi, sehingga bisa diambil keputusan yang paling tepat.

"JICA membantu pemerintah melihat mana yang bisa cepat diputuskan, tetapi ada hal-hal lain yang tidak bisa secepat itu," kata Takeya.

Jika buru-buru mengambil keputusan, sementara penyebab pasti likuefaksi tidak diketahui dan potensi terulangnya bencana tidak bisa diprediksi secara ilmiah, maka akan ada ketidakpastian dalam keputusan tersebut, paparnya.

Dengan melibatkan para ilmuwan di bidang geologi, Jepang bisa membantu Indonesia membuat keputusan yang lebih permanen berdasarkan hasil penelitian ilmiah, imbuhnya.

Sejumlah ilmuwan Jepang telah dikirim ke Sulteng dan mereka melakukan pengeboran di puluhan titik bencana untuk mendapatkan sampel dan memetakan daerah rawan bencana likuefaksi. 

 

Hasil penelitian itu disampaikan dalam pertemuan antara delegasi Indonesia dengan JICA di Sendai dan Tokyo, pekan lalu.

Turut hadir dalam tim Indonesia adalah pakar geologi Institut Teknologi Bandung Profesor Masyhur Irsyam yang juga sudah melakukan penelitian terpisah soal likuefaksi di Sulteng. Selain itu juga Dr Abdul Muhari, peneliti tsunami dan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dari pihak Jepang, hadir ilmuwan senior seperti pakar geologi Prof Takaji Kokhuso dan Prof Kenji Ishihara, serta pakar tsunami dunia Prof Fumihiko Imamura.

 

Takeya juga mengingatkan bahwa bencana likuefaksi besar baru tiga kali terjadi di dunia termasuk Jepang dan Sulteng. Namun, peristiwa di Sulteng adalah yang paling luas cakupannya.

Rencana rekonstruksi yang dibuat pemerintah harus didasarkan bukti-bukti ilmiah dan itu bisa memakan waktu lebih lama.

"Karena fenomena seperti ini merupakan kasus yang sangat unik. Untuk likuefaksi ini baru kasus besar ketiga di dunia," ujarnya.

"Dua kasus sebelumnya tidak menimpa wilayah yang sebesar ini."

 

Pernyataan Takeya ini selaras dengan diskusi panjang soal likuefaksi antara pakar Indonesia dan Jepang. Ditemukan sejumlah perbedaan data sampel, dan juga kesaksian warga yang berbeda-beda, sehingga sulit dibuat kesimpulan yang cepat mengenai penyebab dan potensi terulangnya bencana.

Misalnya ada warga yang mengatakan terjadi semburan air panas, lalu ada juga yang memberi kesaksian tanah ambles. Selain itu juga longsor, banjir lumpur, dan pergeseran permukaan tanah.

Takeya berpesan agar dalam penanganan bencana yang sangat kompleks di Sulteng ini pemerintah tidak buru-buru.

"Jangan mencari kompromi yang mudah, tetapi carilah kompromi yang jujur," ujarnya.

Simak pernyataan Takeya dalam video berikut (tersedia pengantar Bahasa Indonesia):

Perlindungan Korban Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Bengkulu jadi Prioritas

Perlindungan Korban Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Bengkulu jadi Prioritas - Kesra

indopos.co.id - Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan upaya perlindungan korban bencana banjir dan tanah longsor di Provinsi Bengkulu menjadi prioritas utama. "Untuk itu telah dikerahkan Tagana Provinsi Bengkulu dan Tim Kampung Siaga Bencana untuk melakukan pendataan, evakuasi korban ke tempat aman, pendistribusian logistik dan pelayanan dapur umum lapangan," ujar dia, di Jakarta, Minggu (28/4/2019).

Secara bertahap, lanjut Agus, bantuan logistik tanggap darurat mulai menjangkau 7 kabupaten dan satu kota yang terdampak banjir. Logistik dikirim dari Gudang Pusat Kemensos dan Gudang Provinsi Bengkulu.

Sebanyak tujuh kabupaten terdampak adalah Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, dan satu kota terdampak adalah Kota Bengkulu.

Mensos menjelaskan bantuan logistik tanggap darurat yang dikirimkan senilai Rp 667.515.000 dengan rincian adalah Paket Makanan Siap Saji 1.000 paket, Lauk Pauk 1.000 paket, Mie 40 ribu bungkus, Makanan Anak 500 paket, Tenda Gulung 500 lembar, Tenda Serbaguna Keluarga 5 set, Sandang 500 paket dan Selimut 500 lembar.

"Pemerintah juga menyerahkan Santunan Ahli Waris 11 jiwa. Ahli waris setiap korban meninggal mendapatkan Rp15 juta dan sedang dalam proses verfikasi. Total santunan adalah Rp165 juta," terang Agus.

Hingga Minggu petang (28/4/2019) jumlah bantuan yang telah disalurkan untuk Banjir Bengkulu adalah Rp 832.515.000. "Kemudian untuk bantuan kebutuhan makanan, telah didirikan layanan dapur umum sebanyak dua titik yakni di Desa Tanjung Jaya Bengkulu dan Kantor Dinsos Provinsi Bengkulu," ujar dia.

Seperti diketahui Provinsi Bengkulu dikepung bencana banjir dan tanah longsor sejak Jumat (26/4/2019). Banjir berasal dari luapan sungai maupun anak sungai yang mengalir menuju muara di laut Samudra Hindia sebelah barat Provinsi Bengkulu. Akibat bencana ini, 11 orang meninggal dunia, 4 orang luka berat dan 3 orang hilang.

"Pemerintah menyampaikan turut berduka cita atas musibah banjir yang dialami warga di berbagai daerah. Baik di Bengkulu, Jakarta, Kalimantan Tengah maupun wilayah lainnya. Insya Allah pemerintah pusat terus berupaya mendorong logistik dan bantuan ke wilayah terdampak sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo bahwa perlindungan korban bencana menjadi prioritas pertama," tutur Agus.

Menteri juga berpesan kepada seluruh personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) di seluruh pelosok negeri bersama Kampung Siaga Bencana (KSB) untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana. (srv)

 

BPJS Watch Dukung Sri Mulyani Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

BPJS Watch Dukung Sri Mulyani Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Jakarta, CNN Indonesia -- BPJS Watch mendukung rencana pemerintah dalam menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan. Bahkan mereka sudah menyiapkan usulan mengenai besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang bisa dilakukan pemerintah.

Usulan pertama, iuran kepesertaan untuk masyarakat miskin yang masuk ke dalam kelompok penerima bantuan iuran (PBI). Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar usul agar iuran yang saat ini Rp23 ribu naik jadi Rp30 ribu per orang. 

BPJS Watch memperkirakan bila kenaikan iuran tersebut diberlakukan sejak Januari 2019, BPJS Kesehatan bisa mendapatkan dana tambahan Rp11,46 triliun. "Ini akan secara signifikan mendukung pembiayaan Program Jaminan Kesehatan dan menurunkan angka defisit BPJS Kesehatan," katanya dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Rabu (24/4).


Usulan kedua, untuk peserta kelas II. BPJS Watch usul iuran kepesertaan untuk kelas 2 naik dari yang saat ini hanya Rp51 ribu menjadi Rp55 ribu. Usulan ketiga, untuk kelas 3, iuran kepesertaan naik Rp1.500 jadi Rp27 ribu.


Sementara itu, untuk kelas 1, BPJS Watch usul agar iuran kepersertaan dipertahankan seperti saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah akan menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk golongan penerima bantuan iuran.

Selain itu, pemerintah juga akan menambah jumlah peserta PBI menjadi di atas 100 juta penerima, dari saat ini 96,8 juta penerima. Namun, ia masih butuh waktu untuk mematangkan rencana tersebut. Pemerintah, kata Sri Mulyani, perlu menunggu hasil audit laporan keuangan BPJS Kesehatan secara menyeluruh dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Timboel berharap selain menaikkan iuran kepesertaan, pemerintah bisa memperbaiki kinerja direksi BPJS Kesehatan dalam menarik tunggakan iuran sebesar Rp3,3 triliun dan meningkatkan kepesertaan BPJS Kesehatan.

"Selain itu pemerintah juga harus meningkatkan penegakan hukum dan pengendalian INA CBGs," katanya.

Timboel juga berharap pemerintah dan BPJS Kesehatan juga bisa meningkatkan pelayanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan. Direksi harus memaksimalkan fungsi unit pengaduan di rumah sakit guna mendukung perbaikan pelayanan.