logo2

ugm-logo

Blog

Belasan Rumah Terendam Banjir di Bangka

Sejumlah rumah warga di Riding Panjang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung terendam banjir, Selasa (5/2/2019).

BANGKA - Hujan lebat yang mengguyur sejak Selasa (5/2/2019) pagi menyebabkan belasan rumah di daerah Riding Panjang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung terendam banjir. Selain rumah warga, banjir juga merendam sejumlah ruas jalan di Kabupaten Bangka.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Bangka Belitung Mikron Antariksa mengatakan, pihaknya telah mendata sebanyak 17 rumah di Riding Panjang terendam banjir. Ketinggian air berkisar 50 sentimeter sampai 1 meter.

"Penyebab (banjir) drainase, bandar (parit), jembatan yang sedimentasi serta hujan lebat," kata Mikron seusai peninjauan di Riding Panjang, Selasa sore.

Dia menuturkan, jalan yang terendam banjir berada di daerah Kenanga. Polisi memberlakukan sistem buka tutup di sepanjang jalan yang terendam tersebut. "Ada juga tiang listrik yang ambruk," ujarnya.

Selain itu, seorang warga juga dikabarkan tersambar petir saat hujan turun. Saat ini petugas siaga bencana dan pihak kepolisian telah dikerahkan ke lokasi terdampak bencana. Status siaga diberlakukan hingga malam hari. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pangkal Pinang memprakirakan masih berpotensi terjadi hujan lebat di wilayah Selat Bangka, Selat Gelasa, Pangkal Pinang, Bakam, Pemali dan Merawang. Hujan lebat disertai petir dan angin kencang diperkirakan juga melanda kawasan Bangka Selatan dan Belitung.

sumber:i Kompas.com

Penanganan Bencana Jangan Terkendala Dana

TINJAU LONGSOR: Ketua DPRD Kabupaten Jepara Junarso meninjau longsor yang terjadi Dukuh Jehan, Desa Kunir, Kecamatan Keling, baru baru ini. (suaramerdeka.com/Sukardi)

JEPARA, suaramerdeka.com - Setiap musim hujan tiba, bencana alam tanah longsor, banjir, angin kencang --yang menimbulkan banyak kerusakan-- menimpa wilayah Kabupaten Jepara. Pada saat musim kemarau, sejumlah wilayah dilanda kekeringan dan krisis air bersih. 

Menghadapi berbagai bencana yang sudah rutin dan sering terjadi, penanganannya harus semakin baik. 

"Setiap tahun harus ada perbaikan dan peningkatan dalam penanganan. Apapun yang terjadi, jangan sampai penanganan bencana terkendala oleh dana. Harus direncanakan secara baik, agar mencukupi," ujar Ketua DPRD Kabupaten Jepara Junarso di Ruang Kerjanya, Senin (28/1). 

Anggota Legislatif asal Keling itu menuturkan, saat meninjau bencana tanah longsor di Dukuh Jehan, Desa Kunir, Kecamatan Keling, baru baru ini, mendapatkan laporan ada lima rumah warga yang rusak parah. Perbaikan rumah warga itu harus segera dilakukan. Demikian juga untuk rumah rumah warga di tempat lain yang juga menjadi korban bencana. 

Untuk itulah, semua fihak, ikut memikirkan dan mencari solusi terbaik. Untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, juga dituntut dapat melakukan koordinasi yang terbaik. Juga koordinasi dengan lembaga lainnya, yang selama ini memberikan perhatian khusus penanganan korban bencana.

Junarso memaparkan, anggaran kebencanaan Kabupaten Jepara 2019 ini sebesar Rp 1,14 miliar. Dibanding anggaran 2018 lalu Rp 1,08 miliar, ada kenaikan Rp 107 juta (10,4 persen).Dengan kenaikan tersebut diharapkan cukup untuk kegiatan kebencanaan tahun ini.

Penanganan bencana alam di bawah komando Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jepara. Mulai dari mitigasi atau pencegahan, penanganan saat bencana, maupun penanganan pasca bencana telah direncanakan dalam penganggaran. 

Dari program pendegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam mengalami penurunan anggaran 24,3 persen. Pada 2018 dianggarakan Rp Rp 545,4 juta. Sedangkan tahun ini dianggarakn Rp 414,5 juta.

Pada program darurat bencana dan logistik mengalami kenaikan 11,3 persen. Dimana pada tahun lalu dianggarakan Rp 491,5 juta. Sedangkan tahun ini Rp 547 juta. Kemudian pada program rehabilitasi dan rekonstruksi penanggulangan bencana tahun lalu tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Sedangkan tahun ini dianggarakan Rp 185 juta. 

Selain yang ada di BPBD, juga ada anggaran bantuan sosial untuk korban bencana alam pada Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsospermades) tahun ini Rp 150 juta. Dibanding tahun lalu Rp 138 juta, ada kenaikan Rp 12 juta (8,6 persen).

Junarso menegaskan, karena setiap tahun wilayah Jepara menjadi langganan beberapa bencana alam, butuh antisipasi dan penanganan yang tepat. Termasuk dalam hal penganggaran. 

"Jangan sampai anggaran ini tidak sesuai dengan perencanaan. Artinya selama setahun benar-benar dimaksimalkan. Supaya anggaran sesuai dengan peruntukan. Jangan sampai kurang," paparnya.

Dia berharap, anggaran tersebut cukup. Jika terjadi kekurangan karena situasi dan kondisi bencana yang tidak bisa diduga bisa direncanakan lewat anggaran perubahan tahun ini. Sedangkan untuk antisipasi penambahan bisa dianggarakan untuk APBD 2020. 

"Bencana ini sifatnya tidak terduga. Tapi dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Jadi jangan sampai penanganan bencana ada istilah terkendala anggaran," pungkasnya.

BNPB: 69 Orang Meninggal dan 7 Korban Hilang Akibat Bencana di Sulsel

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) mencatat terdapat 69 orang meninggal akibat bencana banjir dan longsor yang melanda 13 kecamatan/kota di Sulawesi Selatan hingga Senin (28/1/2019). Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan 7 orang lainnya dilaporkan hilang. "Dampak bencana per 28 Januari 2019 tercatat 69 orang meninggal, 7 orang hilang," kata Sutopo melalui keterangan tertulis, Senin (28/1/2019).

Selain itu, terdapat 48 orang luka-luka dan 9.429 orang mengungsi karena terdampak bencana. Baca juga: 6 Fakta Banjir dan Longsor di Sulsel, Kisah Hamzah Selamatkan Keluarga hingga Pemerintah Segera Bangun Bendungan Sutopo menuturkan, sebagian pengungsi sudah ada yang kembali ke rumahnya dan ada pula yang masih berada di pengungsian.

"Masyarakat yang berada di pengungsian karena rumahnya rusak berat, masyarakat merasa lebih nyaman di pengungsian karena takut adanya banjir dan longsor susulan," kata Sutopo. Di sisi lain, terdapat 559 rumah terdampak bencana, dengan rincian sebanyak 33 unit hanyut, 459 unit rusak berat, 37 unit rusak sedang, 25 unit rusak ringan, 5 unit tertimbun. BNPB juga mencatat terdapat 22.156 unit rumah yang terendam. Infrastruktur lainnya yang rusak akibat bencana yaitu, 34 jembatan, 2 pasar, 12 unit fasilitas peribadatan, 8 fasilitas pemerintah, dan 65 unit sekolah. Sutopo mengatakan penanganan beserta proses evakuasi masih terus dilakukan di daerah terdampak bencana.

sumber: Kompas.com

Banjir dan Longsor di Sulsel Telan 68 Nyawa, 188 Desa Luluh Lantak

Banjir dan Longsor di Sulsel Telan 68 Nyawa, 188 Desa Luluh Lantak

Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB ) mencatat sebanyak 188 desa di 71 yang tersebar di 13 Kabupaten di Sulawesi Selatan menjadi lokasi terdampak bencana banjir dan longsor . Dari data yang dihimpun hingga Minggu (27/1/2019), total korban yang tewas di daerah yang terdampak bencana itu mencapai 68 orang. 

"Dampak bencana tercatat 68 orang meninggal, 7 orang hilang, 47 orang luka-luka, dan 6.757 orang mengungsi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho
di Jakarta.

Adapun tiga belas Kabupaten yang terdampak banjir itu, yakni Jeneponto, Maros, Gowa, Kota Makassar, Soppeng, Wajo, Barru, Pangkep, Sidrap , Bantaeng, Takalar, Selayar, dan Sinjai.

Sutopo juga menyebutkan sebanyak 550 rumah rusak akibat bencana alam dengan rincirian 33 unit hanyut, 459 rusak berat, 30 rusak sedang, 23 rusak ringan, 5 tertimbun.

Infrastuktur lain seperti jalan, kantor pemerintahan dan bangunan sekolah juga hancur akibat terjangan banjir dan tanah longsor yang terjadi di beberapa lokasi di Sulsel.

"Daerah yang paling parah mengalami dampak banjir dan longsor adalah Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Jeneponto, Marros dan Wajo," kata dia.

Rincian jumlah korban dan kerusakan fisik di 13 Kabupaten di Sulsel yang menjadi daerah terdampak banjir dan longsor sebagai berikut:

1. Gowa, tercatat 45 orang meninggal dunia, 3 orang hilang, 46 orang luka-luka, 2.121 orang mengungsi, 10 rumah rusak dimana 5 rusak berat dan 5 tertimbun, 604 rumah terendam, dan 1 jembatan rusak.

2. Kota Makassar, tercatat 1 orang meninggal, 2.942 orang terdampak, 1.000 orang mengungsi, 477 rumah terendam.


3. Soppeng, tercatat 1.672 hektar sawah terendam.


4. Janeponto, tercatat 14 orang meninggal, 3 orang hilang, 3.276 orang mengungsi, 470 rumah rusak (438 unit rumah rusak berat, 32 hanyut), 15 jembatan, 1.304 ha sawah terendam, dan 41 sekolah rusak.


5. Barru,  meliputi 2 unit pasar, 1 fasilitas pendidikan, 1 fasilitas pemerintahan.


6. Wajo, tercatat 2.705 orang terdampak, 2.421 rumah terendam, 16,2 km jalan, 2.025 Ha sawah terendam, 9 jembatan rusak, 10 fasilitas peribadatan, 21 fasilitas pendidikan, 5 fasilitas pemerintah mengalami kerusakan.


7. Maros, tercatat 4 orang meninggal, 1200 orang terdampak, 251 orang mengungsi, 552 unit rumah terendam, 8.295 ha sawah, 1 fasilitas peribadatan rusak.


8. Bantaeng, tercatat 1 unit rumah rusak sedang.


9. Sindrap, 1 unit rumah rusak sedang


10. Pangkep, tercatat 1 orang hilan, 28 rumah rusak, 1 fasilitas peribadatan, 1 fasilitas pendidikan rusak.


11. Takalar, tercatat 2 orang meninggal, 1129 rumah terendam


12. Selayar, tercatat 2 orang meninggal, 109 mengungsi, 53 rumah rusak yairu 15 rusak berat, 28 rusak sedang, 9 rusak ringan dan 1 rumah hanyut, 2 fasilitas pemerintahan, 1 jembatan, 1 fasilitas pendidikan.

13. Sinjai, tercatat 2 rumah rusak akibat puting beliung.

 

Alih Fungsi Lahan dan Curah Hujan Tinggi Pemicu Banjir di Sulsel

JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut dua penyebab utama bencana banjir di Sulawesi Selatan ( Sulsel) pada Selasa 22 Januari 2019. Pertama adalah cuaca ekstrem yang ditandai dengan curah hujan sangat tinggi sejak Senin malam (21/1/2019) hingga Rabu (23/1/2019).

Puncak curah hujan terjadi di 3 stasiun pengukur di Lengkese (329 mm), Bawakaraeng (308 mm) dan Limbungan (328 mm) pada hari Selasa (22/1/2019).

Tercatat 6 daerah yang terdampak langsung bencana banjir di Sulsel, yakni Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Maros, Pangkajene Kepulauan, Takalar dan Jeneponto.

Penyebab kedua adalah kerusakan lingkungan di hulu Bendungan Bili-Bili karena terjadinya konversi lahan yang masif.

"Kawasan lindung dengan tegakan pohon penahan limpasan air telah dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya seperti sayur-sayuran," kata Jusuf Kalla dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (27/1/2019).

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menambahkan dua faktor lain penyebab banjir, yakni meluapnya Sungai Jenelata dan terjadinya pasang air laut yang menghambat aliran air sungai ke muara sungai.

Langkah ke depan yang harus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan di tingkat Nasional dan Daerah adalah revitalisasi dan reboisasi daerah aliran sungai (DAS) di hulu Bendungan Bili-Bili. Kemudian perbaikan infrastruktur terdampak untuk pemulihan kegiatan sosial-ekonoli masyarakat pasca bencana banjir.

Upaya ini akan berjalan dibawah koordinasi Gubernur Sulsel. Basuki menegaskan, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang akan melakukan percepatan pembangunan Bendungan Jenelata dengan kapasitas 200 juta meter kubik.

"Selain itu, akan dilakukan pengerukan Bendungan Bili-Bili yang kini kapasitasnya sudah banyak berkurang dari tampungan efektif 300 juta meter kubik menjadi sekitar 200 hingga 250 juta meter kubik karena laju sedimentasi yang sangat tinggi," tuntas Basuki.

sumber: Tribunnews.com