logo2

ugm-logo

Solusi Anies Atasi Banjir Jakarta: Tambah Waduk & Drainase Vertikal

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai perlu ada pembangunan waduk yang lebih banyak untuk menanggulangi masalah banjir di ibu kota.

"Jadi situasi seperti ini mengharuskan kami membangun lebih banyak waduk-waduk untuk penahan air sebelum masuk Jakarta," kata Anies saat ditemui di Pintu Air Manggarai, Jakarta Timur, pada Jumat (26/4/2019).

Anies beralasan penanggulangan banjir justru perlu lebih banyak dilakukan dengan menekan volume air yang masuk ke Jakarta.

Pasalnya, kata dia banjir yang sering terjadi di Jakarta justru bersumber dari hujan deras yang terjadi di daerah hulu sungai Jakarta, yakni Bogor.

"Justru yang harus dibereskan adalah bagaimana airnya bisa ditahan di hulu dan antara hulu dan Jakarta, sehingga volume air yang masuk di Jakarta terkendali," jelas Anies.

Anies mengatakan salah satu langkah untuk mengurangi volume air yang masuk ke Jakarta adalah dengan pembangunan dua bendungan di Bogor. Dua bendungan tersebut diperkirakan tuntas pada Desember 2019.

"Saat ini, sedang dibangun dua waduk di Kabupaten Bogor dan dua waduk ini kalau selesai, insya Allah bulan Desember ini selesai, maka dia akan membantu menahan [air]," ujar Anies.

"Tapi perlu lebih banyak lagi [waduk] di antara Bogor dan Jakarta, dan ini kami sedang siapkan tempat-tempat yang nantinya bisa dibangun kolam-kolam retensi," tambah Anies.

Tujuannya, Anies melanjutkan, untuk menahan agar aliran air dari hulu agar tidak langsung masuk semua ke Jakarta.

"Kalau volume air yang masuk di Jakarta terkendali, maka tidak terjadi banjir," kata Anies.

Sementara, untuk penanganan banjir di kawasan Jakarta, Anies mengklaim Pemprov DKI saat ini sedang mendorong pembangunan drainase vertikal di banyak gedung di Jakarta. Drainase vertikal berfungsi sebagai tempat penyerapan untuk air dengan tujuan agar tidak terjadi banjir di Jakarta.

"Gedung lain kita harus siapkan program yang lengkap, insentifnya pajak lagi," kata Anies saat ditemui di Jakarta Pusat, pada hari ini.

Menurut Anies, drainase vertikal itu juga dibutuhkan untuk menampung air hujan sebagai persiapan saat musim kemarau tiba.

Pada akhir Desember 2018 lalu, Anies pernah mengatakan rencana pembangunan drainase vertikal telah ia diskusikan bersama Presiden Joko Widodo. Dia menargetkan ada sekitar 1,8 juta drainase vertikal yang terbangun di ibu kota.

Lokasi drainase vertikal itu akan tersebar di kantor-kantor pemerintah pusat, Pemprov DKI, sekolah hingga gedung-gedung lokasi bisnis di Jakarta.

Lima Langkah Penanganan Banjir Jakarta Menurut Pengamat, Gubernur DKI Diminta Berani Menggusur

MANGKRAKNYA normalisasi Kali Sunter di Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur sejak 2015, dinilai sebagai bukti ketidakseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi banjir.

Sebab, menurut Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga, normalisasi termasuk dalam lima langkah penanganan banjir Ibu Kota.

Lima langkah tersebut adalah regulasi, solusi, relokasi, sosialisasi, dan implementasi.

Dalam langkah regulasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, katanya, harus bersikap tegas dalam menetapkan garis sempadan sungai dan danau sesuai di Ibu Kota.

Hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2018, tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.

Dalam peraturan tersebut, dijelaskan garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, disesuaikan dengan kedalaman sungai.

Sungai sedalam tiga meter harus berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan sungai. Sungai sedalam tiga meter hingga 20 meter harus berjarak 15 meter.

Sedangkan sungai dengan kedalamam lebih dari 20 meter, sepadan harus berjarak 30 meter dari palung atau bibir sungai.

Sementara, sungai yang berada di dalam kawasan perkotaan, harus dibuat dengan jarak minimal tiga meter dari tepi luar tanggul. Lahan tersebut dapat digunakan sebagai jalan inspeksi maupun taman.

"Langkah kedua adalah solusi. Solusinya adalah normalisasi sesuai konsep BBWSCC (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane), antara lain pengerukan, perdalam, pelebaran, dan pembangunan turap pada badan sungai," paparnya.

"Tetapi solusi ini konsekuensinya adalah menggusur permukiman warga di sempadan sungai," tambahnya.

Lantas, langkah ketiga dalam penyelesaian banjir Ibu Kota adalah relokasi.

Beriringan dengan normalisasi, penggusuran permukiman warga harus dilakukan, sehingga penataan ataupun normalisasi sungai dapat dilakukan.

Langkah keempat adalah sosialisasi, sehingga Anies Baswedan ia harapkan dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terkait penataan sungai di sejumlah wilayah rawan banjir.

Sosialisasi dibutuhkan untuk proses pembebasan lahan, termasuk nilai ganti rugi kepada masyarakat.

"Langkah terakhir adalah implementasi, sehingga perencanaan penataan sungai dapat diketahui masyarakat, termasuk nilai ganti rugi atas lahan yang dibebaskan," jelas Nirwono.

"Jadi Gubernur DKI harus tegas dan berani untuk melakukan penggusuran. Sehingga bukan hanya menyelesaikan masalah banjir, tetapi juga melakukan penataan kota," ulasnya.

"Masalahnya apakah Gubernur DKI berani merelokasi permukiman warga di bantaran sungai? Tujuannya agar proyek normalisasi sungai dapat segera diselesaikan," sambungnya.

Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menolak permintaan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, untuk membuktikan penyebab genangan air adalah proyek Lintas Rel Terpadu (LRT).

Anies Baswedan menilai hal itu hanyalah kesalahpahaman semata, dan meminta persoalan ini tak diperpanjang lagi.

"Udahlah enggak usah diperpanjang. Ini tuh persoalannya bukan LRT, tapi persoalannya adalah kurang pompa," ujar Anies Baswedan di Balai Kota, Selasa (9/4/2019).

Padahal, saat sidak ke Jalan Letjen MT Haryono dan DI Panjaitan pada Kamis (28/3/2019) lalu, Anies Baswedan menyalahkan Adhi Karya selaku kontaktor LRT Jabodebek.

Sebab, di beberapa lokasi proyek LRT seperti bawah flyover Pancoran dan bawah flyover Tol Bekasi - Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), sering terjadi genangan yang lumayan tinggi jika durasi hujan cukup lama dan deras.

Namun, kini Anies Baswedan tak lagi menyalahkan tiang pancang proyek LRT Jabodebek yang menutupi saluran air, tetapi lebih ke pengadaan pompa.

"Karena pompanya kurang maka terjadi banjir, yang kurang menyediakan pompa adalah pihak kontraktor LRT," ujarnya.

"Jadi kalau yang kurang menyediakan pompanya gedung, ya gedung yang salah. Jadi bukan LRT-nya, tapi pompa yang kurang. Karena pompa yang kurang maka terjadi genangan, jadi pompanya harus diberesin, bukan LRT-nya," papar Anies Baswedan.

Anies Baswedan juga menekankan bahwa Pemprov DKI mendukung penuh pembangunan infrastruktur transportasi massal yang terintegrasi, untuk mengurai kemacetan Ibu Kota.

Sebelumnya, Budi Karya Sumadi angkat bicara terkait kemurkaan Anies Baswedan kepada LRT Jabodebek, yang ia sebut menjadi penyebab banjir.

Menurut Budi Karya Sumadi, Anies Baswedan harus mempunyai bukti yang jelas sebelum menuding pembangunan LRT Jabodebek sebagai penyebab banjir.

"Mungkin saya minta Pak Gubernur itu meneliti lebih jauh, bahwa kalau berstatement itu harus ada buktinya," ujar Budi Karya Sumadi, ditemui di Kantor PT Pelindo II (Persero) Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (7/4/2019) lalu.

More Articles ...