logo2

ugm-logo

Bencana Kebakaran Meningkat di Aceh Tenggara, Bupati: Pembakar Hutan Dihukum Penjara 15 Tahun Salinan

ACEH TENGGARA - Bupati Aceh Tenggara, H. M. Salim Fakhry mengingatkan masyarakat agar tidak membuka atau membersihkan lahan pertanian dan perkebunan dengan cara membakar. Tindakan tersebut berisiko besar pada kebakaran dan lahan yang dialami Aceh Tenggara pada tahun 2025 ini.

"Siapapun yang sengaja membakar hutan akan dikenakan sanksi hukuman penjara 15 tahun dengan denda 15 miliar rupiah. Untuk pembakar lahan perkebunan dipidana tiga tahun penjara dan denda 10 miliar rupiah," kata Salim Fakhry, Kamis, 12 Juni 2025. Pernyataan tersebut disampaikan Salim menyikapi maraknya bencana kebakaran di Aceh Tenggara pada tahun 2025. Dia bahkan mengeluarkan surat imbauan waspada dan antisipasi bahaya kebakaran yang ditujukan kepada para kepala organisasi perangkat daerah (OPD), pimpinan instansi vertikal dan stakeholder, camat dan penghulu kute di wilayah Aceh Tenggara. Baca Juga Lima Tahun Terakhir, Kebakaran Hutan di Aceh Meningkat 275 Persen Bupati menjelaskan ketentuan pidana itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Di sisi lain, Salim juga mengingatkan warga untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap hal-hal yang menyebabkan kebakaran. Masyarakat bahkan diminta untuk mencabut dan mematikan aliran listrik peralatan elektronik, seperti televisi, kipas angin, pendingin ruangan, pompa air dan charger hp saat meninggalkan kantor ataupun rumah. Warga juga diingatkan agar berhati-hati dalam penggunaan lilin, obat nyamuk bakar, lampu minyak, dan korek api. Selain itu, warga juga diminta memastikan agar api benar-benar padam saat membakar sampah di perkarangan rumah. Baca Juga Terbukti Korupsi, Suhendri dan Zulfikar Dihukum 9 Tahun Penjara "Jika terjadi kebakaran, baik di rumah maupun lahan jangan panik. Segera berkoordinasi dengan pemerintah kute, kecamatan dan petugas BPBD dengan (melalui) nomor 082138804880 untuk cepat ditindaklanjuti," kata dia.***

Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/.

BNPB paparkan pentingnya tata kelola bencana profesional dan inklusif

Kupang (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menekankan pentingnya tata kelola penanggulangan bencana yang profesional dan inklusif sebagai respons terhadap tingginya intensitas kejadian bencana di Indonesia.

"Indonesia mengalami rata-rata 10 kejadian bencana setiap hari sepanjang 2024, dengan total 3.472 kasus bencana tercatat sepanjang tahun tersebut," kata Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati dalam keterangan yang diterima di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis.

Ia menjelaskan risiko bencana tertinggi saat ini berasal dari kejadian yang disebabkan oleh perubahan iklim, yang memicu cuaca ekstrem, banjir, hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

BNPB mengharapkan situasi tersebut semakin memperkuat urgensi perbaikan sistem penanggulangan bencana secara menyeluruh oleh seluruh kepala daerah, tak terkecuali di Indonesia bagian timur.

Dalam kegiatan coaching clinic yang diinisiasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (11/6), Raditya mengingatkan seluruh pemerintah daerah di daerah kawasan timur Indonesia agar mendorong sinkronisasi perencanaan yang berpedoman pada Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020–2044.

"Agar sistem kebencanaan di daerah juga lebih adaptif, inklusif, dan terintegrasi," kata dia.

Menurut dia, tantangan kebencanaan ini bersifat kompleks dan multidimensi. Posisi geografis Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik menjadikan negara ini rawan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, serta karhutla.

Berdasarkan World Risk Index 2024, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara dengan risiko bencana tertinggi di dunia setelah Filipina. Indeks tersebut menilai bahaya bencana, tingkat keterpaparan, serta kapasitas masyarakat dalam merespons bencana.

Raditya menilai tingginya frekuensi bencana tidak hanya berdampak pada keselamatan jiwa, tetapi juga berpotensi menghambat pembangunan dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.

"Karena itu perencanaan yang matang dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci penguatan ketangguhan bangsa terhadap bencana," ucapnya.

More Articles ...