logo2

ugm-logo

Blog

Gempa dan Tsunami Pangandaran

Pada tanggal 17 juli 2006 telah terjadi gempa di sebelah selatan pantai Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika atau PGN BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan pantai Pangandaran tersebut terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR), dengan pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang dari 30 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur. Pusat gempa tepatnya berada di sebelah selatan Pameungpeuk dengan jarak sekitar 150 km, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km.

Gempa bumi tersebut juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran, Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi. Bahkan, gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan Kebumen, Jawa Tengah, serta pantai selatan Kab. Bantul, Yogyakarta.  Gempa yang diiringi tsunami ini telah menelan korban jiwa hingga mencapai ratusan orang dan ratusan lainnya mengalami cedera, dan puluhan jiwa dinyatakan hilang.  Ratusan rumah mulai dari sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, hancur. Demikian pula, hotel-hotel di sepanjang objek wisata pantai barat Pangandaran.

Tim FK UGM dan RS Sardjito berangkat membantu penanggulangan bencana di daerah pangandaran guna melakukan pelayanan kesehatan. Tim ini dibawah pimpinan dr.Hendro Wartatmo yang sudah tidak asing lagi dalam hal bencana. Setelah ikut dalam bencana Aceh dan Bantul Yogyakarta, kini tim membantu daerah pangandaran. Tim ini bertugas membantu selama masa tanggap darurat, dan membuka pos kesehatan di rumah kepala puskesmas. Tim melakukan pengobatan masal di pos kesehatan, langsung ke masyarakat  dengan mengunjungi rumah dan daerah setempat serta di tenda pengungsian. Sebelumnya tim melakukan assessment cepat ke masyarakat setempat di depan kantor kepala desa saat masyarakat banyak berkumpul. Dengan begitu memudahkan tim dalam melakukan pengobatan langsung ke masyarakat yang masih menempati tempat tinggalnya.

alt

Keberangkatan tim ke pangandaran membawa logistik medik dan non medik  seperti obat-obatan, alat–alat medis, infus set dan lain-lain. Tim membantu puskesmas dari mulai inventarisasi obat-obatan sampai melakukan pencatatan medical record. Walaupun puskesmas saat itu tidak dapat digunakan, tapi tidak memupus semangat tim dalam melakukan bantuan bahkan mencatat rekam medis dilantai dan bermejakan bantalan kursi di rumah kepala Puskesmas.

Akibat dari sapuan laut yang merusak daerah tersebut maka Tim juga bekerja sama dengan pihak ABRI dari mulai pembersihan lingkungan sekitar. Semua dilakukan bersama-sama dengan ABRI dan juga masyarakat setempat guna melaksanakan upaya sanitasi lingkungan. Bahkan tim juga membantu dalam pengangkatan dan pengumpulan jenazah. Tim hanya membantu sebatas fase respon dan tidak sampai ke masa recovery karena masih ada tim lainnya yang datang membantu ke daerah tersebut.

{gallery}pangandaran{/gallery}

Tiga Tahun Kegiatan RS. Dr. Sardjito di Aceh

Pada akhir tahun 2004, seperti yang kita ketahui tepatnya tanggal 26 Desember terjadi bencana global Tsunami di dunia dimana Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan tempat yang paling terkena dampaknya. Musibah gempa bumi tektonik yang berkekuatan 6,8 SR (BMG) atau 8.9 SR (US Geological Survey) terjadi di lautan India, 66 Km sebelah barat Aceh. Gempa tersebut disusul gelombang Tsunami setinggi 12 meter dengan kecepatan 500-900 Km/jam yang menerjang pesisir pantai barat Aceh. Bencana tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar baik nyawa, harta, benda, infrastruktur, lingkungan maupun ekosistem. Bencana dahsyat tersebut tidak hanya menimpa propinsi NAD dan Sumatera Utara saja, namun juga menimpa negara-negara tetangga seperti Thailand, Srilangka dan Maladewa. Kejadian tersebut merupakan bencana terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah Negara Indonesia, sehingga Presiden pada waktu itu langsung mendeklarasikan sebagai bencana nasional yang artinya seluruh bangsa Indonesia juga ikut merasakan adanya musibah tersebut.

RS Dr. Sardjito dan Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu lembaga yang turut berpartisipasi dalam rekonstruksi dan rehabilitasi di sektor kesehatan pasca Tsunami, terutama di Kabupaten Aceh Barat. RS Dr. Sardjito dan UGM memulai program bantuannya sejak fase awal pasca bencana Tsunami terjadi. Terdapat 3 tim UGM dalam bidang kesehatan yang secara spontan, tanpa terkoordinasi, berangkat ke Aceh: Tim RS Dr. Sardjito dan FK UGM berada di Melaboh, Tim Fakultas Psikologi ke Banda Aceh, Tim S2-IKM dan PMPK ke RS Zainoel Abidin dan Dinas Kesehatan Propinsi NAD. Setelah 3 bulan berjalan struktur kegiatan diubah agar menjadi lebih terintegrasi dan terkoordinasi serta dikonsentrasikan ke Meulaboh, walaupun sebagian kegiatan di Banda Aceh tetap dipertahankan.

Paparan pada buku Aceh berikut menggambarkan kegiatan-kegiatan RS Dr. Sardjito dan UGM di Aceh mulai dari fase respon akut, fase transisi, fase pemulihan, fase perkembangan dan persiapan serta fase exit strategy yang melibatkan banyak lembaga dan sumber daya manusia.

Berikut ini adalah Buku Tiga Tahun Kegiatan RS Dr. Sardjito, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Psikologi UGM di ACEH.

  1. Sambutan
  2. Bab II Rincian Pelaksanaan Program

TOT PERENCANAAN MITIGASI BENCANA

TRAINING OF TRAINER (TOT)

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA

Latar Belakang

Training of Trainer (TOT) perencanaan mitigasi bencana kerjasama UGM dengan BAPPENAS didasarkan pada pemahaman tentang mitigasi bencana yang ada di daerah untuk pengurangan risiko bencana. TOT ini diharapkan dapat dijadikan media pembelajaran bagi pemangku kebijakan (stakeholders) dalam pencapaian pemahaman mitigasi bencana yang komprehensif. Sehingga masyarakat lebih siap dan waspada dalam menghadapi potensi bencana yang ada. Masyarakat yang telah memahami bahkan telah sadar terhadap potensi bencana yang ada didaerahnya serta mampu untuk memitigasi bencana tersebut, maka akan mengurangi risiko bencana yang akan terjadi. Dimana masyarakat dapat melakukan perencanaan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana. TOT ini juga mencoba mengintegrasikan pendekatan blue print dengan pendataan partisipatori.  Dalam hal ini, para peserta TOT dituntut untuk dapat mengidentifikasi masalah, melakukan forecasting, dan menyusun rencana aksi dengan baik, dan pada saat yang sama mereka dibekali ketrampilan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan memanfaatkan informasi serta aspirasi dari masyarakat dalam pengurangan risiko bencana.

Para peserta dibekali dengan informasi dasar perencanaan mitigasi bencana sebagai landasan dalam penyusunan rencana aksi daerah dalam pengurangan risiko bencana sesuai dengan amanat UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Selain pembekalan pengetahuan, wawasan dan nilai tentang mitigasi bencana, para peserta juga dibekali dengan ketrampilan untuk menilai risiko bencana dan besarnya kerugian akibat bencana serta menyusun rencana aksi yang perlu dilakukan dalam kegiatan pengurangan risiko bencana.  Berbagai teknik analisis akan dikenalkan, dan para peserta akan diberi kesempatan untuk mempraktekkannya melalui latihan dan presentasi kelas.

ToT perencanaan mitigasi bencana ini bertujuan untuk :

  1. Pemahaman dan penguasaan konsep dasar dan teori penanggulangan bencana
  2. Peningkatan kemampuan peserta untuk menilai risiko bencana serta penilaian valuasi atau kerugian akibat bencana
  3. Peningkatan kemampuan pemangku kebijakan (stakeholders) untuk menyusun rencana aksi daerah dalam pengurangan risiko bencana di daerahnya

Metode pembelajaran (ceramah, diskusi, studi kasus, Simulasi/Role playing, praktik komputer, praktikum lapangan)

  1. Ceramah: Metode ceramah dilakukan di dalam kelas yang dikombinasikan dengan tanya jawab.
  2. Diskusi: Peserta membahas tema dan topik-topik permasalahan dalam kelompok besar di kelas maupun kelompok kecil, untuk  mengembangkan kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah dan sharing informasi.
  3. Studi Kasus: Peserta mempersiapkan kasus-kasus tertentu atau permasalahan dari daerah masing-masing atau membawa dokumen penanggulangan bencana daerah, yang kemudian didiskusikan di dalam kelas.
  4. Simulasi/Role Playing: Peserta melakukan latihan dengan memainkan peran-peran tertentu yang kemungkinan terjadi di lapangan dalam situasi tertentu.
  5. Praktik Komputer: Peserta melakukan praktik aplikasi program komputer yang disesuaikan dengan program penanggulangan bencana.
  6. Praktik Lapangan: Peserta diajak mengunjungi kasus tertentu yang relevan dengan topik yang dibahas.

altaltalt

Pelatihan dirancang untuk jangka waktu 10 hari, terbagi dalam 5 modul, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Konsep Penanggulangan Bencana dalam Perencanaan Pembangunan
  2. Manajemen Rencana Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana
  3. Manajemen Pencegahan dan Preparedness
  4. Manajemen Kedaruratan Dasar
  5. Manajemen Pemulihan Dasar dan Rehabilitasi Rekonstruksi

alt