logo2

ugm-logo

Blog

Reportase Zoom

Diskusi Daring Update Penanganan COVID-19 di Puskesmas Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah

8 Juni 2020

 

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM Divisi Manajemen Bencana Kesehatan bekerja sama dengan Caritas Germany

 

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Diskusi daring update penanganan COVID-19 di Puskesmas Kab.Sigi”

            PKMK FKKMK UGM bekerja sama dengan Caritas Germany telah melakukan program pendampingan rutin dalam menguatkan sistem manajemen dan kapasitas SDM kesehatan pasca bencana Sulawesi Tengah sejak April 2019. Diskusi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan Puskesmas dalam penanganan COVID-19 di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Kegiatan diawali dengan menyampaikan materi sebagai refreshing bagaimana peran Dinas Kesehatan dalam penanganan COVID-19, khususnya dalam proses pendampingan puskesmas. Materi ini disampaikan oleh dr. Bella Donna M.Kes. Dinkes Kab. Yang ditekankan dalam materi tersebut adalah dinkes mampu mengoperasionalkan dokumen renkon yang sudah dimiliki menjadi rencana operasi yang operasional dalam penanganan bencana COVID-19. Core kapasitas yang yang disyaratkan berdasarkan International Health Regulation 2005 (IHR) adalah kebijakan, koordinasi, surveilans, respon, kesiapsiagaan, komunikasi risiko, SDM dan laboratorium.

 

Puskesmas Biromaru Sigi

Sejauh ini situasi untuk penanganan COVID-19 masih kondisif, masyarakat yang diperiksa kooperatif. Namun masih ada stigma dari beberapa masyarakat sehingga warga yang sedang karantina dikucilkan. Kondisi APD di Puskesmas Biromaru lengkap. Rapid test yang kurang khususnya rapid test untuk tenaga kesehatan. Apalagi sekarang masyarakat sekarang semakin banyak ingin melakukan perjalanan. Setiap hari hampir 50 masyarakat yang meminta surat berbadan sehat. Ada penambahan di surat berbadan sehat, tidak dilakukan rapid test sehingga masyarakat tidak bisa menuntut puskesmas jika selama perjalanan disuruh pulang. Kegiatan pencegahan dan pelayanan COVID ini menggunakan dana BOK ke masyarakat dan sudah berjalan. Kasus rapid test awal terdapat 1 orang positif namun setelah di swab 2 kali, sudah negative.

Kendala lainnya yang dihadapi puskesmas adalah banyak masyarakat menengah kebawah yang melakukan proses karantina sehingga mereka sering complain tentang makanan. Sejak lebaran terdapat 450 yang dikarantina dibawah pengawasan Puskesmas Biromaru dan sekarang tersisa sekitar 16 orang yang dikarantina. Skrining pasien dilakukan di depan puskesmas, sebelum masuk cuci tangan kemudian ditanya riwayat perjalanan, kemudian diukur suhu dan therapy langsung dilakukan didepan puskesmas. Setiap melakukan kunjungan ke masyarakat, APD dipakai di dalam rumah masyarakat. Karena kalau dilakukan secara terbuka, masyarakat langsung mengucilkan. Puskesmas juga berkoordinasi ke kepada desa dan kepala dusun supaya membantu warga yang sedang dikarantina. APD yang digunakan adalah APD level 3. Puskesmas membutuhkan relawan untuk educator masyarakat.

“Diskusi kebutuhan dan kendala yang dihadapi Dinkes Kab. Sigi dan Puskesmas Biromaru”

 

Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi

Kondisi penanganan Covid di Kabupaten Sigi adalah jumlah ODP 30 kasus, PDP 13 kasus, OTG 3 kasus dan ada 3 positif konfirmasi dan ketiganya sudah dikatakan sembuh. Kasus tersebut di wilayah kerja puskesmas marawola (2 orang) dan 1 orang puskesmas Tinggede. Sekarang yang menjadi kendala adalah kekurangan rapid test. Setiap Tim Penyelidikan Epidemiologi yang di puskesmas didampingi oleh tim surveilans dari Dinkes untuk menentukan apakah orang tersebut perlu dilakuka rapid test atau tidak. Pemeriksaan laboratorium memanfaatkan laboratorium provinsi, jika di provinsi sudah penuh maka diarahkan ke Makasar. Laboratorium di Kab. Sigi belum berfungsi. Pengambilan swab dilakukan RSUD kemudian dikirim ke laboratorium.

Kondisi APD sekarang di semua puskesmas Kab. Sigi ada yang diberikan oleh Dinkes namun dari puskesmas juga menyediakan sendiri. Dinkes membantu puskesmas untuk ketersediaan analis laboratorium. Beberapa puskesmas melakukan skrining di dalam dan luar gedung, namun rumah sakit melakukan skrinning di luar gedung. Jumlah masyarakat yang melakukan perjalan dari semua puskesmas wilayah kerja Kab. Sigi. 2400 orang.

 

Penutup

Puskesmas Biromaru menyampaikan bahwa mereka membutuhan informasi tentang relawan educator masyarakat sehingga stigma bisa terkendalikan. Kemudian Dinkes Sigi juga menambahkan bahwa, pendampingan masyarakat menjadi sasaran sekarang ini terkhusus masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Marawola, Puskesmas Tinggede dan Puskesmas Biromaru.

 

Reporter :

Happy R Pangaribuan

PKMK FK-KMK UGM Divisi Manajemen Bencana Kesehatan

Reportase: Surge Capacity dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Webinar dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro. Webinar ini membahas surge capacity untuk menghadapi lonjakan pasien saat wabah COVID-19 melanda Indonesia. Harapannya melalui diskusi ini akan didapatkan satu strategi surge capacity yang memungkinkan bisa dilaksanakan segera di DIY. Tentunya dengan memperhatikan sumber daya yang ada di daerah.

Perencanaan Surge Capacity dalam Konteks COVID-19

Materi ini disampaikan oleh dr. Bella Donna dari Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK – KMK UGM. Surge berada di level rumah sakit yang terkait dengan Hospital Disaster Plan (HDP) dan sistem kesehatan. Hubungan surge capacity dalam HDP, dilihat dari elemen penilaian akreditasi rumah sakit sudah jelas. Dalam surge capacity ada struktural, ada sistem komunikasi, ada sumber alternatif dan pelayanan alternatif. Apakah rumah sakit saat ini sudah memiliki hal tersebut dalam penanganan COVID-19?. Indikator kesiapsiagaan rumah sakit dilihat dari segi kebijakan dan pengorganisasian, komunikasi, prosedur, rencana kontijensi, fasilitas dan SDM, pembiayaan, monitoring dan evaluasi. Terdapat empat komponen surge capacity (4 S) yaitu staff, stuff, structure dan system. Keempat komponen ini sangat penting disiapkan. Struktur berkaitan dengan fasilitas. Ada berbagai jenis surge hospital yang bisa dikembangkan misalnya membuka rumah sakit yang sudah ditutup (Pulau Galang), menggunakan bangunan non medis (Wisma Atlit, Wisma Haji), dan fasilitas medis bergerak. Pemenuhan SDM dalam surge facility bisa dilakukan dengan open rekrutmen relawan kesehatan dan mengirim atau menugaskan sementara staf dari rumah sakit non – surge ke rumah sakit surge. Pertanyaannya adalah siapa pemimpin yang merencanakan pengembangan surge capacity di DIY?

Surge Capacity Pada Penanggulangan COVID-19

Materi ini disampaikan oleh dr. Hendro Wartatmo dari Pokja Bencana FK – KMK UGM. COVID-19 bagian dari bencana, artinya dalam penanganannya kita harus berpikir secara manajemen bencana. Surge berbicara tentang bagaimana meningkatkan kemampuan secara mendadak, namun tidak semudah yang dipikirkandibayangkan. Pilihan surge di DIY  ada dua yaitu pertama surge capacity in hospital dan kedua surge hospital. Jika surge capacity in hospital di 25 RS DIY sepertinya tidak mungkin, yang paling rasional itu adalah opsi kedua, membuat rumah sakit khusus untuk COVID-19  ini, tawarannya banyak bisa seperti wisma atlit dan rumah sakit kosong. Kenapa ini lebih dipilih? Karena syarat untuk menjadi rumah sakit rujukan itu sangat banyak. Prinsipnya adalah pelayanan kesehatan harus bisa dipenuhi apalagi pelayanan dituntut harus sesuai standar. Hal yang menjadi masalah, kita belum mempunyai pengalaman surge untuk penyakit menular. Konsep dasar skenario untuk surge hospital (sebagai RS Rujukan) adalah penanganan pasien dipusatkan di satu tempat, rumah sakit yang lain sebagai tempat triase termasuk puskesmas juga. Jika ingin melaksanakan rumah sakit rujukan, pertama sekali ditentukan dulu siapa komandannya, staf (gugus DIY, pakar profesi), pelaksana (RS Hardjolukito, RS Persi DIY, relawan), dan logistik (RS Harjolukito, pemerintah, sumbangan). Prinsip Incident Command System (ICS) ada 3 yaitu siapa komandannya, siapa melakukan apa, dan rencana cadangan. Kesimpulannya bagaimana RS Rujukan COVID-19 bisa berfungsi segera?

Diskusi

  • Skenario wabah hampir tidak ada di rumah sakit, yang banyak itu skenario bencana alam. Opsi yang memungkinkan dipilih adalah opsi kedua tadi yaitu surge hospital. Namun kita membutuhkan SK atau surat resmi dan ada ketegasan dari Pemda karena DIY punya kemampuan untuk surge hospital ini.
  • Problem besar saat ini selain kapasitas adalah ketersediaan resources, koordinasi dan leadership. Artinya jika memang alat pelindung diri (APD) – nya tidak siap, lebih baik penanganan COVID-19 ini disatukan saja seperti surge hospital. Misalnya dalam satu wilayah terdapat 10 rumah sakit, maka lebih baik ditentukan 1 atau 2 yang siap untuk menangani COVID-19 dengan mempertimbangkan  indikator rumah sakit rujukan (surge). Sementara rumah sakit lainnya (non – surge) melakukan triase dan tenaga kesehatan bisa ditugaskan dari rumah sakit non – surge
  • Terkait data dan informasi, sistem pelaporan, ada baiknya sudah terakomodir dalam satu ICS.  Sehingga datanya itu satu pintu. Termasuk nanti pengaturan surge resources dari rumah sakit lain di rumah sakit rujukan, ada kepala operasional yang mengaturnya.
  • Kebijakan terkait etika khususnya apakah tenaga medis diperbolehkan menolak memberikan asuhan pada pasien COVID-19 ini diatur oleh Pemda. Kembali ke konsep surge hospital, jika ini sudah tersistem dengan baik otomatis rumah sakit yang tidak siap melayani pasien, bisa dirujuk ke rumah sakit rujukan (surge) artinya tidak ada penolakan yang dilakukan rumah sakit. Dengan adanya surge hospital dalam satu wilayah, semua dilakukan secara bertahap atau berjenjang, puskesmas sudah mendapatkan triase, menuju rumah sakit secara bertahap (Puskesmas à RS Triase à RS Rujukan).
  • Perkembangan di DIY, usulan surge hospital sudah sampai Pemda, sekarang sedang menunggu kejelasan SK resmi. Seperti yang disampaikan oleh Prof Sutaryo (staf asisten gubernur DIY), sudah ada pembahasan penanganan COVID-19 dikonsentrasikan di Rumah Sakit TNI AU Hardjolukito Yogyakarta. Rumah sakit ini mampu, mempunyai cadangan, ada laboratorium, jauh dari pemukiman, jalur pasien masuk juga ada, sehingga inilah rumah sakit yang paling ideal untuk DIY sebagai rumah sakit rujukan. Selebihnya APD dilengkapi oleh pemerintah daerah dan tenaga kesehatan dari IDI atau Persi DIY dibawah koordinasi Dinkes. Semoga SK – nya segera terbit.

Penutup

Strategi untuk surge capacity di DIY lebih kepada opsi surge hospital yaitu memusatkan rujukan penanganan pasien di satu rumah sakit. Lonjakan mungkin bisa sedikit atau banyak. Dalam pengembangan surge hospital ini, penting juga mencermati shelter untuk SDM kesehatan, penanganan mental health SDM kesehatan dan penanganan limbah berbahaya. Webinar selanjutnya akan membahas satu skenario yang bisa dipakai berdasarkan SK yang akan dikeluarkan oleh gubernur dalam pengembangan surge hospital ini.

Laporan Kegiatan

Table Top Exercise (TTX)

di Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi

Provinsi Sulawesi Tengah

Sigi, 24 Februari 2020

ttx marawola 1

Pengantar

Table Top Exercise (TTX) adalah salah satu bentuk simulasi dalam skala kecil yang dilakukan dalam satu ruangan dengan membaha operasional atau tidaknya dokumen perencanaan penanggulangan bencana Ppskesmas yang sudah dibuat. TTX ini dirancang untuk menguji kemampuan teoritis dan manajemen (berdasarkan dokumen) petugas dinas kesehatan, rumah sakit dan puskesmas, serta lintas sektor untuk menanggapi situasi bencana yaitu bagaimana mereka memahami tugas dan fungsi mereka saat bencana. Kemudian meninjau dan mendiskusikan kembali tindakan apa saja yang perlu ditambahkan dalam dokumen. Ke depan dokumen rencana penanggulangan ini akan menjadi contoh untuk puskesmas lain dalam penyusunan dokumen perencanaan penanggulangan bencana sektor kesehatan.

Pelaksanaan

Table Top Exercise (TTX) Puskesmas Marawola dilaksanakan pada Senin (24/2/2020) di Puskesmas Marawola dengan jumlah peserta sebanyak 100 orang. Keseluruhan peserta berasal dari berbagai instansi antara lain :

  • Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah (UPT. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu)
  • Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi
  • Dinas Sosial Kabupaten Sigi
  • Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
  • Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
  • Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako
  • Sejenakhening.com
  • Puskesmas Marawola

TTX Puskesmas Marawola dimulai pada pukul 10.30 WITA dibuka oleh Kepala Puskesmas drg. Hari Setiyono. Hari menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh tim PKMK UGM selama hampir kurang lebih satu tahun terakhir membuat tim Bencana Puskesmas Marawola lebih siap jika nanti hal yang tidak diinginkan terjadi.

Dok. PKMK FK - KMK UGM “Pembukaan TTX Puskesmas Marawola”

Pelaksanaan TTX dibagi menjadi 3 sesi, Sesi pertama bertujuan untuk menilai: (1) Penerimaan dan memproses informasi kejadian bencana; (2) Pengaktifan klaster kesehatan; (3) Manajemen relawan Kesehatan/EMT. Pada sesi pertama pelaksanaan berlangsung dengan metode diskusi antara fasilitator dan tim bencana Puskesmas Marawola terkait beberapa kasus kemungkinan saat bencana terjadi. Sedangkan peserta dari luar puskesmas berperan sebagai observer di sesi ini.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Sesi Pertama TTX Puskesmas Marawola”

Sesi kedua bertujuan untuk menilai: (1) Manajemen bantuan logistik kesehatan dan non kesehatan; (2) Pengaktifan sub - sub klaster Kesehatan. Pada sesi kedua pelaksanaan berlangsung dengan membentuk kelompok- kelompok berdasarkan masalah yang timbul dalam subklaster kesehatan. Peserta dari Universitas Alkhairaat, Universitas Tadulako, dan Sejenakhening.com membaur dengan tim Puskesmas Marawola sesuai bidang dan keahliannya untuk membantu memecahkan masalah sub klaster Kesehatan yang bisa terjadi saat bencana terjadi.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Sesi Kedua TTX Puskesmas Marawola”

Sesi ketiga bertujuan untuk menilai: (1) Pembuatan peta respon; (2) Manajemen pencatatan, analisis, dan pelaporan data dan informasi. Pada sesi ini, tim universitas dan Sejenakhening.com bermain peran sebagai relawan yang datang dan membawa bantuan logistik. Sekretaris tim bencana puskesmas dibantu dengan staf berperan sebagai penerima dan pencatat relawan yang datang dan menempatkan relawan sesuai dengan kebutuhan masyarakat wilayah kerja puskesmas. Selain itu, mahasiswa juga diperbantukan pada bagian rekap data dan informasi kapasitas tenaga relawan yang datang dan pergi setiap harinya.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Sesi Ketiga TTX Puskesmas Marawola”

Reporter : Andi Tri Wangi

Laporan Kegiatan

Table Top Exercise (TTX)

di Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi

Provinsi Sulawesi Tengah

Sigi, 25 Februari 2020

sulteng 1

Pengantar

Table Top Exercise (TTX) dilaksanakan untuk menguji kemampuan teoritis dan manajemen (berdasarkan dokumen) petugas dinas kesehatan dalam menanggapi situasi bencana dirancanglah kegiatan. Tujuan TTX adalah agar Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi memahami tugas dan fungsi mereka saat bencana. Kemudian meninjau dan mendiskusikan kembali tindakan apa saja yang perlu ditambahkan dalam dokumen. Ke depan, dokumen ini diharapkan menjadi percontohan bagi kabupaten/kota lain dalam penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana sektor kesehatan baik dari dalam provinsi Sulawesi Tengah maupun provinsi lain di Indonesia.

 

Pelaksanaan

Table Top Exercise (TTX) Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi dilaksanakan pada hari Selasa (25/2/2020) di Dinas Kesehatan Sigi dengan jumlah peserta sebanyak 80 orang. Keseluruhan peserta berasal dari berbagai instansi antara lain :

  • Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah (UPT. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu)
  • Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi
  • Dinas Sosial Kabupaten Sigi
  • BPBD Kabupaten Sigi
  • Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
  • Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
  • Sejenakhening.com

sulteng 2

TTX Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi dimulai pada pukul 13.30 WITA dibuka oleh Karama, SE., M.Kes selaku kepala bidang SDMK Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi. Karama menyampaikan bercermin dari kejadian kemarin (gempa dan likuifikasi), Dinas Kesehatan Sigi sangat mengapresiasi adanya pendampingan oleh PKMK UGM dalam pembuatan dokumen rencana penanggulangan bencana ini.

sulteng 3

Pelaksanaan Table Top Exercise (TTX) Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi dibagi ke dalam 4 sesi. Sesi pertama bertujuan untuk menilai bagaimana Dinas Kesehatan Sigi (1) menerima dan memproses informasi kejadian bencana, (2) mengaktifkan klaster kesehatan, (3) manajemen relawan kesehatan/EMT. Sesi pertama berlangsung diskusi antara peserta dari Dinas Kesehatan Sigi dan Fasilitator UGM (dr. Bella Dona, M.Kes., dr. Sulanto, dan Sutono S.Kep., M.Kes) sedangkan tim universitas, BPBD, Dinsos, dan Sejenakhening masih sebagai Observer. Diskusi via telpon berlangsung dengan kepala seksi pelayanan kesehatan rujukan terkait alur rujukan pasien. Proses diskusi berjalan lancar dan dihadiri oleh masing - masing penanggung jawab subklaster kesehatan Dinas Kesehatan Sigi.

sulteng 4

Sesi kedua bertujuan untuk menilai: (1) Manajemen bantuan logistik kesehatan dan non kesehatan; (2) Pengaktifan sub - sub klaster kesehatan. Pada sesi kedua pelaksanaan TTX, membentuk kelompok - kelompok berdasarkan masalah yang timbul dalam subklaster kesehatan. Peserta dari Universitas Alkhairaat, Universitas Tadulako, dan Sejenakhening.com bergabung dengan tim subklaster Dinas Kesehatan Sigi sesuai dengan bidang dan keahliannya untuk membantu memecahkan masalah yang mungkin akan muncul saat bencana.

sulteng 5

Sesi ketiga bertujuan untuk menilai: (1) Pembuatan peta respon; (2) Manajemen pencatatan

Sesi keempat bertujuan untuk menilai: koordinasi lintas sektor. Pada sesi ini, terjadi simulasi kecil bagaimana Dinas Kesehatan Sigi berkoordinasi dengan lintas sektor. Koordinasi yang terjadi adalah komunikasi antara Dinas Kesehatan Sigi dengan BPBD Sigi dan Dinas Sosial Sigi. Bagaimana Dinas Kesehatan melaporkan data korban luka ringan, luka sedang, dan luka berat ke BPBD. Bagaimana pencatatan fasilitas kesehatan terdampak. Dan bagaimana koordinasi donasi obat dari relawan ke BPBD harus dengan sepengetahuan Dinas Kesehatan agar keamanan dan kelayakan obat terjaga. Hal - hal tersebut menjadi salah satu acuan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam penanganan bencana. Harapannya ke depan koordinasi lintas sektor menjadi lebih baik.

Reporter : Andi Tri Wangi

Reportase Webinar

Gerak Cepat Rumah Sakit dalam Menghadapi COVID-19

23 Maret 2020

 

Webinar ini diselenggarakan oleh PERSI dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan rumah sakit dalam situasi COVID-19. Pada pembukaan ketua PERSI mengatakan dengan adanya back up dari KARS dan UGM, akan berusaha melakukan yang terbaik supaya rumah sakit mampu memberi pelayanan yang maksimal.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Webinar di Common Room Gedung Litbang FK-KMK UGM”

Materi COVID-19 Support to Health Structure

Materi ini disampaikan oleh Daniel Von Rege dari Medecines Sans Frontier Indonesia (Dokter Lintas Batas – Internasional) dan dr. Chandra Sembiring dari Atlas Medical Pioneer FKUP. Sesi ini membahas langkah - langkah manajemen fasilitas kesehatan dalam epidemiologi lokal; The Infection Prevention and Control (IPC) dan kerentanan Coronaviridane terhadap penghalang/pelindung bahan kimia. Pemateri memulai dengan menampilkan siklus manajemen bencana mulai dari mitigasi, preparedness untuk mengurangi risiko bencana, respon, recovery dan rehabilitasi. Sesi ini akan melihat dari segi preparedness. Manajemen pada dasarnya sama dengan pengembangan Mass Casualty Plans dan Business Continuity Plans, kedua hal tersebut harus terkait.

Manajemen fasilitas menilai struktur dari rumah sakit yaitu struktur umum, staf, prosedur screening, alur (pasien, staf, dan pengunjung), prosedur IPC dan material. Struktur umum berkaitan dengan bangunan dan fasilitas yang ada di rumah sakit yang mendukung pencegahan penyebaran COVID-19. Penilaian kepada staff adalah apakah mereka sudah memiliki kompetensi untuk menangani COVID-19 ini mulai dari pemahaman untuk proteksi diri dan menyampaikan informasi bagi pasien. Prosedur skrining harus benar - benar dikuasai oleh staf dan isi kuesionar tidak mencantumkan berupa stigma yang membuat masyarakat menjadi takut. Alur untuk pasien, staf dan pengunjung ini perlu dibuat dengan jelas untuk meminimalkan perpindahan infeksi. Prosedur IPC akan mengurangi kemungkinan pajanan tak sengaja pada pasien infeksi sehingga menciptakan lingkungan yang aman untuk staf, pasien dan pengunjung.

Diskusi

KARS menyampaikan bahwa terkait fasilitas ini sudah ter - cover dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS). Saatnya rumah sakit membuktikan dan menerapkan panduan Hospital Disaster Plan (HDP) yang sudah dibuat dan lulus akreditasi, apakah dokumen tersebut sudah operasional. Triase adalah titik pertama yang dilakukan oleh rumah sakit dan organisasi profesi sudah menyusun SOP triase penanganan COVID-19 ini. Rumah sakit tidak boleh menolak pasien, paling tidak mampu melakukan screening sehingga bisa dilakukan pemisahan berdasarkan hasil screening.

23 3 2020 2

Rumah sakit akan menghadapi lonjakan pasien artinya penting untuk melihat konsep lonjakan (surge capacity) dan ini merupakan pengetahuan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ada dua pertanyaan menarik yang ditanyakan oleh UGM yaitu pertama jika memang rumah sakit tidak siap, apakah tetap bisa menerima pasien?. Kedua, apakah sudah ada program atau rencana desentralisasi dalam penanganan COVID-19 ini?. Menanggapi pertanyaan tersebut, rumah sakit harus menilai dan menganalisis kemampuan mereka dalam menghadapi COVID-19. Rumah sakit mampu melakukan apa dan tidak mampu melakukan apa. Setiap rumah sakit di daerah harus bertemu dan membicarakan kapasitasnya masing - masing sehingga bisa diatur sistem rujukan yang lebih terintegrasi. Penilaian ini sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh internal rumah sakit saja karena bisa saja bias, namun difasilitasi oleh dinas kesehatan dan PERSI daerah. Gerak cepat rumah sakit dalam menghadapi COVID-19 membutuhkan kolaborasi dan integrasi dari pusat ke daerah. Persi di daerah masing- masing akan membantu daerah untuk menfasilitasi kebutuhan rumah sakit sekarang ini apa terkait penanganan COVID-19.

Penutup

Webinar ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan kapasitas rumah sakit dalam menghadapi lonjakan pasien dan webinar akan berlanjut mengikuti perkembangan penanganan COVID-19di rumah sakit. Dokumen HDP yang ada di rumah sakit menjadi panduan bagi rumah sakit untuk mengembangkan manajemen fasilitas rumah sakit. Manajemen fasilitas pandemi COVID-19 ini berbeda jauh dengan outbreak lainnya karena tingkat penularannya sangat tinggi. Dengan demikian, rumah sakit penting menilai kapasitas fasilitas yang dimiliki dan fasilitas apa saja yang penting untuk dikembangkan. Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi dari sector - sektor terkait termasuk PERSI, organisasi profesi, universitas, dinas kesehatan dan sektor lainnya.

Reporter : Happy R Pangaribuan

Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM