Hari ke-1

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Peserta kegiatan”
Pekan diseminasi dilaksanakan selama 3 hari dimulai dari Rabu 15 Desember 2021 hingga Jumat 17 Desember 2021. Sesi pembukaan ini diikuti sekitar 150 peserta yang berasal dari berbagai instansi. Pekan diseminasi merupakan sebuah forum untuk menyampaikan output kegiatan - kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Divisi Manajemen Bencana PK - KMK mulai dari perencanaan dan pelaksanaan dilapangan bersama mitra strategis yaitu Caritas Germany dan Knowledge Sector Initiative (KSI). Misi utama kegiatan kita adalah memperkuat keamanan dan ketahanan sistem kesehatan khususnya bencana. Harapan setelah pelaksanaan pekan diseminasi yaitu dapat meningkatkan keberlanjutan kolaborasi civitas di forum - forum yang akan datang sehingga kerjasama akan semakin kuat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam menangani bencana di Indonesia.
Sesi dr Bella Donna, M.Kes (Divisi Manajemen Bencana PKMK FK - KMK UGM)
Materi sesi pertama terkait dengan perkembangan manajemen bencana di Indonesia oleh dr. Bella Donna, M.Kes dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK - KMK UGM. Pemateri menjelaskan latar belakang terjadinya bencana di Indonesia dan faktor yang menyebabkan Indonesia rentan terhadap berbagai ancaman ketahanan kesehatan seperti populasi yang besar (264 juta penduduk), wilayah yang berisiko tinggi terhadap penyakit menular, biodiversitas dan interaksi yang tinggi antara manusia, hewan, dan lingkungan, serta memiliki 129 point of entries.
Banyaknya bencana yang telah terjadi di Indonesia pada 2009 hingga 2018 menghasilkan beberapa pelajaran penting. Sebelum 2009, saat terjadi bencana, relawan hanya mengirimkan medical support, namun semenjak 2009 para aktivis tidak hanya mengirimkan medical support namun juga management support yang sangat penting dalam penanganan bencana. Dari 2009 ditemukan kendala - kendala di lapangan seperti pemetaan relawan, form yang tidak terstandar, pengorganisasiaan yang kurang tersistem, dan tidak ada sistem klaster. Pada 2010, perngorganisasian ICS sudah mulai dilakukan, pertemuan juga sudah dilakukan dengan sistem komando terpadu. Dengan berkembanganya sistem bencana, saat gempa di Lombok 2018 sudah ada pencatatan pemetaan relawan sehingga penyebaran relawan dapat lebih merata. Peta respon dalam hal ini sangat membantu pembagian tugas dan penyebaran relawan, sehingga semua daerah dapat terlayani. Kemudian, form bencana juga sudah terstandar dari kemenkes sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada lokasi setempat dan terbangun klaster kesehatan dan sub klaster. Di Tahun 2018, pencapaian-pencapaian tersebut ditambah dengan pencapaian terbangunnya komando klaster kesehatan dan terlaksananya layanan sub klaster.
Perkembangan manajemen bencana di tahun - tahun terakhir sudah lebih terstruktur dengan ICHS
Pandemi sempat membuat gagap dan kebingungan di kala terjadinya bencana alam di Indonesia. Karena semua institusi sedang sibuk untuk menguatkan daerahnya sendiri. Sehingga ke depannya masih diperlukan pembelajaran terus - menerus agar saat penanganan bencana di Indonesia, dapat dilakukan secara aman dan nyaman.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Sesi materi dr. Bella Donna, M.Kes (kiri) dan materi Gde Yulian, Apt, M.Epid (kanan)
Sesi Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. (Divisi Bencana PKMK FK-KMK UGM)
Dilanjutkan pemaparan oleh Gde Yulian, Apt, M.Epid yang membahas update tanggap darurat Gempa Mamuju – Majene dan Letusan Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang. Saat gempa Mamuju – Majene akses terkait dengan info dan logistik terbatas, berbeda dengan Lumajang, info dan logistik sangat mudah diakses. Namun, terkait dengan perencanaan, di Mamuju - Majene belum ada rencana kontingensi yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan atau BPBD dan PEMDA setempat. Di Lumajang terdapat HEOC operation room namun di Mamuju – Majene operation masih terpusat di tenda klaster kesehatan. Di Mamuju - Majene diaktifkan SKDR bencana harian namun di Lumajang aktivasi PHEOC tidak ada, hanya laporan dari pos pelayanan kesehatan yang dikompilasi dengan data dan informasi.
Health security dan resilience penting sekali saat pandemi, seperti tes antigen disyaratkan bagi relawan yang datang ke daerah bencana, hal tersebut adalah salah satu bentuk health security yang dapat ditegakkan. Selain itu, Surat Tanda Registrasi juga disyaratkan bagi profesi tenaga kesehatan tertentu, agar dapat membuktikan kompetensinya saat melaksanakan pelayanan kesehatan.
Terkait dengan National Health Cluster di Mamuju - Majene terdapat sub klaster sesuai dengan permenkes 75 dan WHO, namun di Lumajang konsepnya adalah integrasi antara HEOC dengan Pusdalops BPBD. Terdapat perbedaan juga pada sistem pelaporan, di Mamuju - Majene terdapat rapat kluster (briefing – debriefing), sementara di Lumajang dilakukan rapat bidang - bidang pelayanan satu kali dalam sehari. Evaluasi di Lumajang sudah menggunakan metode kuantitatif, indikator, dan capaian seperti jumlah data korban, jumlah penyakit terbanyak di pengungsian, jumlah lokasi penugasan dan jumlah tim relawan medis yang melakukan respon, jumlah kelompok rentan, jumlah situasi logistik kesehatan di daerah terdampak bencana, dan jumlah lokasi serta kapasitas pengungsi di pos pelayanan kesehatan.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Penanggap dan Diskusi”
Sesi dr. Widiana, Pusat Krisis Kesehatan (PKK) Kemenkes RI
Sesi ketiga pada forum kali ini disampaikan oleh dr Widiana dari Pusat Krisis Kesehatan (PKK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan harus dinamis mengikuti kebutuhan teknis baik dalam pengelolaan krisis kesehatan, sehingga perlu pengembangan dalam program - program transformasi kesehatan. Salah satunya yaitu upaya penguatan ketahanan kesehatan. Saat ini PKK telah membuat pengelolaan krisis kesehatan saat pra krisis kesehatan, saat darurat krisis kesehatan, dan saat pasca krisis kesehatan. Pada saat pelaksanaan pengelolaan krisis, terdapat DHMTs yang akan menjadi leader yaitu dari kepala dinas kesehatan masing - masing kabupaten. DHMts akan mengoperasikan health tupoksi, mengoperasikan HEOC, dan distribusi relawan.
Sesi dr Endang Budi Hastuti – Surveillance dan karantina kesehatan
Kemudian dr Endang sebagai koordinator surveilans dan karantina kesehatan memberikan tanggapan terkait dengan surveilans. Surveilans saat bencana penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk pencegahan dan pengendalian penyakit saat terjadinya bencana. Hal penting yang harus dilakukan juga adalah mempertahankan status imunisasi bagi balita. Bencana dapat berdampak pada meningkatnya angka kesakitan, pada lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Peran surveilans sebelum bencana yaitu meningkatkan kesiapsiagaan bencana seperti perbaikan petunjuk teknis, kerangka acuan, dan form yang digunakan; adanya ketersediaan tenaga yang terlatih, sarana dan biaya, serta cakupan informasi; dan terbentuknya kolaborasi dan kerjasama berbagai pihak. Sedangkan saat kejadian bencana, surveillance diharapkan dapat meningkatkan kemampuan tanggap darurat seperti pengendalian penyakit. Respon cepat dan surveilans yang intensif akan menentukan arah respon, rencana penanggulangan, dan penilaian keberhasilan respon. Pada saat pasca bencana surveilans perlu dilakukan untuk pemantapan sistem, pencatatan pelaporan, analisis, dan diseminasi data.
Sesi Dr Mukti, MPH, MARS – Kemenkes
Pada sesi terakhir, Dr dr Mukti, MPH, MARS dari Kementerian Kesehatan memberikan tanggapan mengenai penguatan ketahanan sistem kesehatan untuk berbagai ancaman bencana alam dan pandemic. Tahapan implementasi IHR di Indonesia dimulai sejak 2005 hingga 2007, dimana saat itu WHO memberikan rekomendasi kepada Indonesia untuk menguatkan kapasitas melalui pendekatan multisector. Di tahun berikutnya hingga 2011, Indonesia membuat rencanimplementasi IHR, yang kemudian dilakukan evaluasi pada 2010. Hasil dari evaluasi tersebut adalah surveilans dan sektor PoE belum memenuhi syarat, sehingga antara 2011 hingga 2012 terbentuk IHR National Committee yang terdiri dari berbagai sektor. IHR National committee ini dibentuk untuk mengatur strategi agar dapat mencapai syarat kapasitas. Pada 2014, Indonesia telah mengimplementasikan IHR secara penuh kemudian berhasil meluncurkan GHSA padatahun yang sama. Kemudian pada 2017, Indonesia mendapatkan evaluasi 19 capaian indikator oleh tim JEE (Joint External Evaluation) dengan hasil penilaian yaitu develop capacity. Atas rekomendasi dari JEE, pemerintah melakukan perumusan NAPHS (National Action Plan for Health Security) dan Inpres Nomor 4 Tahun 2019 sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespon wabah penyakit, pandemi global, dan kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia.
Sesi Diskusi
Pada sesi ini peserta yang berasal dari Gerkattin Sulawesi Tengah Yassin menceritakan pengalamannya saat berkontribusi di Gempa Palu yaitu, penelitian program WASH. Saat pandemi beliau membantu pemerintah untuk program vaksinasi dengan memotivasi disabilitas lain untuk mengikuti program vaksinasi.
Respon lain didapatkan dari Hidayati dari UHAMKA yang menceritakan pengalamannya di Palu. Saat ditugaskan disana melalui MDMC, Hidayati mengalami kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah. Menurut Hidayati, pencegahan sangat diperlukan untuk mencegah terjaidnya KLB. Saat terjadinya bencana terkadang sanitasi dan kebersihan kurang baik, hal-hal kecil dan sederhana seperti pemeriksaan jentik nyamuk di tenda pengungsian tidak boleh dilupakan.
Gde Yulian juga bersedia memberikan gambaran pengalamannya saat berada di Lumajang pada pengendalian penyakit. Pemerintah meminta MDMC untuk memobilisasi 20 relawan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Jember untuk mendampingi pengelolaan data di posko dan mendata penyakit di tenda pengungsian. Selain dari segi penyakit yg terlupakan, berdasarkan pengalaman di Lumajang, sisa logistik pasca melonjaknya prevalensi COVID-19 masih banyak dan dapat didistribusikan ke bencana.
Dari pengalaman apoteker tanggap bencana, faktor - faktor penting yang perlu diperhatikan bukan hanya terkait dengan jumlah dan jenis obat - obatan yang dibutuhkan masyarakat saja, namun perlu dipikirkan terkait dengan lokasi penyimpanananya, sumber daya manusia untuk melakukan loading – unloading obat - obatan, dan bantuan transportasi obat - obatan itu sendiri.
Reporter: Dionita Rani Karyono (FK – KMK UGM)