Pengantar
Workshop Climate Change and Adaptation Policies in the Health Sector oleh FK UGM dan Umea University merupakan kegiatan lanjutan dari workshop serupa yang pernah diselenggarakan pada awal tahun 2013 di Swedia. Workshop kali ini diarahkan langsung untuk melihat keadaan Kabupaten Gunung Kidul sebagai daerah yang akan menjadi model percontohan pemanfaatan sistem informasi kesehatan.
Pembukaan
Workshop CC MAP dimulai dengan sambutan yang diberikan oleh Prof. Hari Kusnanto. Dalam sambutannya, Prof. Hari Kusnanto mengucapkan terimakasih atas kedatangan rekan-rekan dari Umea University, Sweden. Pada hari ini bersama-sama berkumpul dalam suatu forum workshop untuk merumuskan dan memikirkan mengenai tantangan climate change terhadap kesehatan. Workshop ini sangat berharga manfaatnya bagi kedua universitas dan kedua negara dalam menghadapi dampak climate change.
Sambutan sekaligus pembukaan secara resmi dilakukan oleh Prof. DR. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K)Onk, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Beliau sangat senang dengan adanya workshop ini karena mampu mempertemukan kedua universitas dan pemerintahan kabupaten Gunung Kidul. Gunung Kidul menjadi daerah target guna dilakukan mitigasi dan adaptasi kesehatan untuk tindakan awal terkait dampak climate change terhadap kesehatan masyarakat.
Hubungan kerjasama ditandai dengan pertukaran kenang-kenangan antara universitas Gadjah Mada diwakili Dekan FK UGM dengan Umea University yang diwakili oleh Dr. Maria Nelson.
Perkenalan CC MAP Project
Dr. Maria Nelson mewakili untuk menjelaskan seputar CC MAP Project pada seluruh peserta workshop. CC MAP project bertujuan sebagai upaya penguatan adaptasi mitigasi disektor kesehatan dalam menghadapi dampak climate change bagi kedua negara, Indonesia dan Swedia. Selama ini, hal yang dilakukan dalam upaya penyebaran informasi mengenai dampak climate change terhadap kesehatan antara lain, melakukan penelitian mengenai climate change, mengadakan kajian kebijakan kesehatan menghadapi climate change antara Indonesia dan Swedia, memulai project e-health di Gunung Kidul, Indonesia dan Vasternbottens Country Council, Swedia, dan upaya diseminasi hasil workshop selama ini kepada pemerintah dan penyebaran informasi melalui media massa. Materi selengkapnya silahkan
Sesi I : Effect on Health in the District as a Result of Climate Change
Joacim Rocklöv beraffiliasi di Epidemiologi Gobal Halsa, Umeå University. Joacim merupakan peneliti yang berfokus mendalami hubungan perubahan iklim, cuaca, dan kesehatan. Fokus pemaparan Joacim mengenai efek climate change terhadap kesehatan. Peningkatan suhu satu derajat saja akan berdampak pada berubahnya pola perkembangbiakan vektor penyakit serta perubahan lingkungan, untuk itu sedini mungkin diperlukan adaptasi dan mitigasi terhadap climate change.
Beberapa kasus di Indonesia yang diperkirakan sebagai dampak climate change sebagai berikut:
- Dampak climate change dirasakan oleh masyarakat pinggiran pantai. Peningkatan permukaan laut dan menurunnya populasi karang sehingga warga yang menggantungkan hidup dengan mencari kerang akan merasakan dampaknya.
- Banjir juga kerap terjadi karena curah hujan yang tinggi dan berkepanjangan.
- Masyarakat pertanian akan merasakan dampak climate change yang berhubungan dengan proses presipitasion.
- Peningkatan suhu bumi satu derajat menyebabkan banyaknya kebakaran hutan. Kejadian El Nino tahun 1997 berdampak pada 6,8 juta hektar hutan terbakar.
- Contohnya di Sleman yang masih menghadapi malaria dan dengue. Karena perubahan cuaca sensitif sekali mempengaruhi populasi dengue dan malaria.
- Waterborne deseases mengalami peningkatan jumlah penyakit kolera, selalu terjadi di Tanggerang. Sama halnya seperti di Swedia yang terjadi peningkatan alga pada musim tertentu.
Diadakan e-survey singkat mengenai pengetahuan tentang climate change. Dihasilkan data yang kurang menggembirakan, dimana separuh responde menganggap climate change bukan issu global yang penting dibanding peperangan dan terorisme. Materi selegkapnya
Kemudian, dilanjutkan pemaparan oleh Prof. Hari Kusnanto mengenai dampak kesehatan akibat climate change. Khusus di Indonesia terjadi peningkatan titik kekeringan sedangkan pada daerah lain terjadi kelebihan air yang juga tidak bisa dimanfaatkan. Selain itu, terjadi pula perubahan penyakit diare yang terjadi sepanjang tahun. Sekarang diare tidak saja ditemukan pada musim penghujan tetapi juga musim kemarau. Di Jogjakarta, peningkatan kasus asma terjadi biasanya pada bulan Juli tiap tahunnya karena ini bulan-bulan dingin. Uniknya di Gunung Kidul terjadi kekeringan yang berkepanjangan akibatnya debu PM mencemari udara dan mengganggu pernafasan warga.
Kerugian jangka pendek dan panjang banjir adalah kehilangan harta benda dan menjadi korban. Sedangkan, jangka panjangnya terjadi malnutrisi dan penyakit infeksi. Efek climate change terhadap vektor penyakit memiliki hubungan yang erat. Dengan curah hujan yang tinggi maka terjadi peningkatan jumlah mikroba penyebab diare dan penularannya menjadi lebih mudah terbawa air. Sebaliknya malah terjadi penurunan populasi larva nyamuk karena tersapu dari habitatnya akibat banjir atau aliran air.
Telah jelas dampak langsung dan tidak langsung climate change terhadap sektor kesehatan. Namun, kesadaran melakukan adaptasi dan mitigasi masih rendah bagi banyak masyarakat, terutama masyarakat miskin yang justru menerima dampak paling besar. Penelitian tentang climate change masih seputar survey dan kualitatif, tantangan ke depannya diperlukan penelitian dan diskusi secara kuantitatif.
Sesi II: Decision Making Process in Health in Gunung Kidul
Materi tentang kebijakan sektor kesehatan di Gunung Kidul di sampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan. Beberapa masalah tersebut sntara lain masalah kesehatan Gunung Kidul seperti, angka kematian ibu (14 kasus tahun 2011) dan kematian bayi tinggi (109 kasus tahun 2011), penyakit menular (DB, TB, HIVAIDS), kurang gizi, buruknya perilaku kesehatan, peningkatan penyakit degenertif, manajemen obat, dan manajemen sistem informasi.
Kebijakan penanggulangan meliputi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan kepada masyarakat miskin, pendekatan perorangan dan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan gizi masyarakat, pencegahan penyakit, menjalin kerjasama, perapian penyimpanan dan pelaporan dokumen kesehatan.
Materi ini mengundang banyak pertanyaan dari rekan-rekan Umea University. Rata-rata dari mereka ingin mengetahui lebih tentang geografis Gunung Kidul, statistik kesehatan terutama mengenai angka kematian ibu dan anak serta meningkatnya kasus bunuh diri yang terjadi dalam masyarakat, dan keadaan arsip dokumen kesehatan saat ini. Materi selengkapnya silahkan
Ehealth situasi di Gunung Kidul disampaikan oleh Kartini sebagai wakil dari Dinas Kesehatan dan pemegang salah satu program kesehatan. Dengan 30 puskesmas dan 3 rumah sakit, sistem informasi kesehatan Gunung Kidul telah menggunakan sistem informasi kesehatan terutama sistem informasi puskesmas dan IHIS yang ada di Dinas Kesehatan. Namun, penggunaan sistem informasi ini masih bersama-sama dengan metode lama, dimana pencatatan secara manual dan penumpukan dokumen masih bisa ditemukan.
Tantangan penerapan sistem informasi di Gunung Kidul pada sumberdaya yang masih terbatas baik dalam jumlah dan kualitas serta keterbatasan insfrastruktur yang dimiliki Gunung Kidul. Peluang ke depan, Gunung Kidul sangat terbuka untuk bekerjasama dalam penguatan sistem informasi kesehatan sebab perubahan dan belajar merupakan kunci kesuksesan yang diyakini Gunung Kidul. Materi selengkapnya silahkan
Reportase lainnya: