logo2

ugm-logo

Reportase Hari 1 - CC MAP (15 April 2013)

<< Kembali ke TOR

Pengantar

Workshop Climate Change and Adaptation Policies in the Health Sector oleh FK UGM dan Umea University merupakan kegiatan lanjutan dari workshop serupa yang pernah diselenggarakan pada awal tahun 2013 di Swedia. Workshop kali ini diarahkan langsung untuk melihat keadaan Kabupaten Gunung Kidul sebagai daerah yang akan menjadi model percontohan pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Pembukaan

KusnantoWorkshop CC MAP dimulai dengan sambutan yang diberikan oleh Prof. Hari Kusnanto. Dalam sambutannya, Prof. Hari Kusnanto mengucapkan terimakasih atas kedatangan rekan-rekan dari Umea University, Sweden. Pada hari ini bersama-sama berkumpul dalam suatu forum workshop untuk merumuskan dan memikirkan mengenai tantangan climate change terhadap kesehatan. Workshop ini sangat berharga manfaatnya bagi kedua universitas dan kedua negara dalam menghadapi dampak climate change.

sambutan-dekan-fk-ugmSambutan sekaligus pembukaan secara resmi dilakukan oleh Prof. DR. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K)Onk, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Beliau sangat senang dengan adanya workshop ini karena mampu mempertemukan kedua universitas dan pemerintahan kabupaten Gunung Kidul. Gunung Kidul menjadi daerah target guna dilakukan mitigasi dan adaptasi kesehatan untuk tindakan awal terkait dampak climate change terhadap kesehatan masyarakat.

Hubungan kerjasama ditandai dengan pertukaran kenang-kenangan antara universitas Gadjah Mada diwakili Dekan FK UGM dengan Umea University yang diwakili oleh Dr. Maria Nelson.

Perkenalan CC MAP Project

perkenalan-cc-pam

Dr. Maria Nelson mewakili untuk menjelaskan seputar CC MAP Project pada seluruh peserta workshop. CC MAP project bertujuan sebagai upaya penguatan adaptasi mitigasi disektor kesehatan dalam menghadapi dampak climate change bagi kedua negara, Indonesia dan Swedia. Selama ini, hal yang dilakukan dalam upaya penyebaran informasi mengenai dampak climate change terhadap kesehatan antara lain, melakukan penelitian mengenai climate change, mengadakan kajian kebijakan kesehatan menghadapi climate change antara Indonesia dan Swedia, memulai project e-health di Gunung Kidul, Indonesia dan Vasternbottens Country Council, Swedia, dan upaya diseminasi hasil workshop selama ini kepada pemerintah dan penyebaran informasi melalui media massa. Materi selengkapnya silahkan klik-disini

Sesi I : Effect on Health in the District as a Result of Climate Change

joacimJoacim Rocklöv beraffiliasi di Epidemiologi Gobal Halsa, Umeå University. Joacim merupakan peneliti yang berfokus mendalami hubungan perubahan iklim, cuaca, dan kesehatan. Fokus pemaparan Joacim mengenai efek climate change terhadap kesehatan. Peningkatan suhu satu derajat saja akan berdampak pada berubahnya pola perkembangbiakan vektor penyakit serta perubahan lingkungan, untuk itu sedini mungkin diperlukan adaptasi dan mitigasi terhadap climate change.

Beberapa kasus di Indonesia yang diperkirakan sebagai dampak climate change sebagai berikut:

  1. Dampak climate change dirasakan oleh masyarakat pinggiran pantai. Peningkatan permukaan laut dan menurunnya populasi karang sehingga warga yang menggantungkan hidup dengan mencari kerang akan merasakan dampaknya.
  2. Banjir juga kerap terjadi karena curah hujan yang tinggi dan berkepanjangan.
  3. Masyarakat pertanian akan merasakan dampak climate change yang berhubungan dengan proses presipitasion.
  4. Peningkatan suhu bumi satu derajat menyebabkan banyaknya kebakaran hutan. Kejadian El Nino tahun 1997 berdampak pada 6,8 juta hektar hutan terbakar.
  5. Contohnya di Sleman yang masih menghadapi malaria dan dengue. Karena perubahan cuaca sensitif sekali mempengaruhi populasi dengue dan malaria.
  6. Waterborne deseases mengalami peningkatan jumlah penyakit kolera, selalu terjadi di Tanggerang. Sama halnya seperti di Swedia yang terjadi peningkatan alga pada musim tertentu.

Diadakan e-survey singkat mengenai pengetahuan tentang climate change. Dihasilkan data yang kurang menggembirakan, dimana separuh responde menganggap climate change bukan issu global yang penting dibanding peperangan dan terorisme. Materi selegkapnya  klik-disini


Kusnanto-2Kemudian, dilanjutkan pemaparan oleh Prof. Hari Kusnanto mengenai dampak kesehatan akibat climate change. Khusus di Indonesia terjadi peningkatan titik kekeringan sedangkan pada daerah lain terjadi kelebihan air yang juga tidak bisa dimanfaatkan. Selain itu, terjadi pula perubahan penyakit diare yang terjadi sepanjang tahun. Sekarang diare tidak saja ditemukan pada musim penghujan tetapi juga musim kemarau. Di Jogjakarta, peningkatan kasus asma terjadi biasanya pada bulan Juli tiap tahunnya karena ini bulan-bulan dingin. Uniknya di Gunung Kidul terjadi kekeringan yang berkepanjangan akibatnya debu PM mencemari udara dan mengganggu pernafasan warga.

Kerugian jangka pendek dan panjang banjir adalah kehilangan harta benda dan menjadi korban. Sedangkan, jangka panjangnya terjadi malnutrisi dan penyakit infeksi. Efek climate change terhadap vektor penyakit memiliki hubungan yang erat. Dengan curah hujan yang tinggi maka terjadi peningkatan jumlah mikroba penyebab diare dan penularannya menjadi lebih mudah terbawa air. Sebaliknya malah terjadi penurunan populasi larva nyamuk karena tersapu dari habitatnya akibat banjir atau aliran air.

Telah jelas dampak langsung dan tidak langsung climate change terhadap sektor kesehatan. Namun, kesadaran melakukan adaptasi dan mitigasi masih rendah bagi banyak masyarakat, terutama masyarakat miskin yang justru menerima dampak paling besar. Penelitian tentang climate change masih seputar survey dan kualitatif, tantangan ke depannya diperlukan penelitian dan diskusi secara kuantitatif.

Sesi II: Decision Making Process in Health in Gunung Kidul

dinkes-GKMateri tentang kebijakan sektor kesehatan di Gunung Kidul di sampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan. Beberapa masalah tersebut sntara lain masalah kesehatan Gunung Kidul seperti, angka kematian ibu (14 kasus tahun 2011) dan kematian bayi tinggi (109 kasus tahun 2011), penyakit menular (DB, TB, HIVAIDS), kurang gizi, buruknya perilaku kesehatan, peningkatan penyakit degenertif, manajemen obat, dan manajemen sistem informasi.

Kebijakan penanggulangan meliputi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan kepada masyarakat miskin, pendekatan perorangan dan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan gizi masyarakat, pencegahan penyakit, menjalin kerjasama, perapian penyimpanan dan pelaporan dokumen kesehatan.

Materi ini mengundang banyak pertanyaan dari rekan-rekan Umea University. Rata-rata dari mereka ingin mengetahui lebih tentang geografis Gunung Kidul, statistik kesehatan terutama mengenai angka kematian ibu dan anak serta meningkatnya kasus bunuh diri yang terjadi dalam masyarakat, dan keadaan arsip dokumen kesehatan saat ini. Materi selengkapnya silahkan klik-disini


dinkes-GK2

Ehealth situasi di Gunung Kidul disampaikan oleh Kartini sebagai wakil dari Dinas Kesehatan dan pemegang salah satu program kesehatan. Dengan 30 puskesmas dan 3 rumah sakit, sistem informasi kesehatan Gunung Kidul telah menggunakan sistem informasi kesehatan terutama sistem informasi puskesmas dan IHIS yang ada di Dinas Kesehatan. Namun, penggunaan sistem informasi ini masih bersama-sama dengan metode lama, dimana pencatatan secara manual dan penumpukan dokumen masih bisa ditemukan.

Tantangan penerapan sistem informasi di Gunung Kidul pada sumberdaya yang masih terbatas baik dalam jumlah dan kualitas serta keterbatasan insfrastruktur yang dimiliki Gunung Kidul. Peluang ke depan, Gunung Kidul sangat terbuka untuk bekerjasama dalam penguatan sistem informasi kesehatan sebab perubahan dan belajar merupakan kunci kesuksesan yang diyakini Gunung Kidul. Materi selengkapnya silahkan  klik-disini


Reportase lainnya:


hari-1 hari-2 hari-3 hari-4 hari-5

Sesi 2 Pengaruh “Perubahan Iklim (Climate Change)” 2013

Navigasi : Pengantar || Sesi I

Pengaruh “Perubahan Iklim (Climate Change)”
pada Manajemen Bencana dan Dampaknya di Sektor Kesehatan
dengan Kasus Penanggulangan Bencana Banjir Jakarta

Sesi II

Usai istirahat, seluruh peserta kembali ke ruang seminar untuk mengikuti pemaparan dan diskusi terkait kasus bencana banjir Jakarta awal tahun 2013. Pemaparan mengenai pengalaman kedua tim UGM yang diberangkatkan pada bencana banjir Jakarta. Moderator, dr. Bella Donna mempersilahkan pembicara pertama memaparkan pengalamannya bersama tim dalam tanggap darurat banjir Jakarta

gb-10Sri Setyorini, S.Kep, MKes berasal dari Program Studi Ilmu Keperawatan mewakili tim yang dilibatkan oleh FK UGM dengan Tim DERU UGM pada bencana banjir Jakarta tanggal 18 hingga 23 Januari 2013. Hal yang menarik disampaikan bahwa tim memiliki tim evakuasi binatang berbisa dan berbahaya pasca banjir. Hal ini sangat diperlukan guna keselamatan korban banjir saat kembali ke tempat tinggalnya. Tim evakuasi binatang berbahaya menjadi rekomendasi bagi tim penanggulangan bencana selanjutnya.

Dalam paparannya, disampaikan juga mengenai hambatan terkait komunikasi, koordinasi, dan instruksi. Tim yang diberangkatkan oleh UGM sampai di Jakarta mengalami kebingungan untuk bergabung dan berkoordinasi dengan tim apa yang ada di Jakarta. Kemudian tim secara mandiri diminta menghubungi pemerintah setempat daerah yang akan membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi nomor yang dihubungi tidak aktif. Hal-hal nilah yang menghambat kerja tim dalam menolong korban banjir.

Dokumentasi Video Pembicara 1 :

gb-11

Pembicara kedua oleh dr. Hanif Afkari berasal dari RSSardjito. Pada bagian latar belakang disampaikan bahwa banjir Jakarta merupakan bencana tahunan, tetapi aktivasi sistem tanggap darurat tidak berjalan dengan optimal. Tim yang diketuai oleh pembicara sendiri diberangkatkan oleh Pokja Bencana pada 21 Januari 2013. Sampai di Jakarta, tim langsung bergabung dengan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan. Selama seminggu sebagai tim mobile, tim melakukan pelayanan kesehatan, assessment, promosi kesehatan kepada korban banjir di titik-titik pengungsian yang masih terisolir seperti Muara Baru. Laporan kegiatan lengkap, silahkan  klik-disini.

Dokumentasi Video Pembicara 2 :

Pembahasan

gb-12Acara dilanjutkan dengan pembahasan yang terkait pengalaman kedua tim pembicara dalam penanggulangan banjir Jakarta. Pembahasan pertama oleh dr. Dr Hendro Wartatmo, SpB. KBD dan langsung menanggapi permasalahan yang dirasakan oleh kedua tim. Menurut pembahas permasalahan koordinasi kerap terjadi dalam penanggulangan bencana. Seharusnya, keadaan emergency tidak membuat segala menjadi kehilangan manajemen.

Masalah koordinasi terjadi pada kedua tim. Tim pertama dari awal tidak mengetahui siapa yang menerima di daerah bencana. Sedangkan tim kedua hanya terkendala komunikasi dengan pihak kemenkes atau dinkes. Masalah kedua adalah time respon yang merupakan masalah birokrasi, misalnya terkait surat tugas. Seharusnya dalam bencana birokrasi urusan kedua karena birokrasi sangat mengganggu respon time.
Masalah berikutnya adalah assessment. Assessment merupakan tugasnya tim yang terlibat. Jadi bukannya orang di luar tim karena tim harus mengetahui dimana akan melakukan pelayanan kesehatan. Jadi sebelum bertugas, tim harus tahu apa yang diperlukan wilayah. Tujuan kedatangan harus jelas sehingga bisa dipecah dalam tim kerja.
Tim bencana haruslah tim yang independent artinya jangan sampai terlibat politik, bisnis, dan birokrasi. Prinsip penanggulangan bencana adalah bekerja untuk orang yang menderita, tugas utama kita mengobati bukan promosi obat, independent, dan free sponsor.

Dokumentasi Video Pembahas 1 :

 
gb-13Pembahas kedua oleh Dr. Handoyo Pramusinto, SpB BS yang lebih menekankan pada pendanaan penanggulangan bencana. Disinggung tentang dana bencana yang berpotensi untuk disalahgunakan. Dalam setiap kejadian bencana, tentunya memerlukan pendanaan yang berbeda. Pada tahap mitigasi maka dana lebih banyak digunakan untuk pencegahan kejadian bencana ataupun untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana. Berbeda pula pendanaan pada saat tanggap darurat dimana dana bencana banyak untuk keperluan korban bencana. Pendanaan penanggulangan bencana telah diatur dan harus dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Menanggapi permasalahan tim pertama yang menanti instruksi terkait tenaga kesehatan perawat boleh melakukan tindakan penyelamatan dan pengobatan atau tidak terhadap korban, serta hasil pertemuan Asia-Pasific Conference on Emergency and Disaster Medicine (APCEDM) di Bali tahun 2012, tentang standar tim yag diberangkatkan ke lokasi bencana. Adanya bencana akan mendorong tim medis untuk datang ke lokasi bencana tetapi yang menjadi masalah apabila tim medis tersebut tidak kompeten. Hal ini akan berdampak pada tindakan medis yang keliru dan infeksi sekunder pada korban bencana, selain juga akan menjadi beban bagi daerah bencana.

Dokumentasi Video Pembahas 2 :

Diskusi

Usai pembahasan, moderator memberikan kesempatan pada semua peserta untuk berdiskusi. Diskusi ini menjadi menarik karena seluruh tim dari berbagai instansi yang kerap terlibat dalam kegiatan bencana berdiskusi dan saling bertukar pengalaman. Diskusi masih seputar dana, koordinasi, dan assessment tanggap darurat bencana.
Pusbankes 118 mengutarakan pengalamannya sewaktu membantu korban pada Gempa Padang. Tim mereka mendapat hambatan akomodasi di daerah bencana. Akhinya untuk akomodasi mereka mengeluarkan biaya pribadi. Bagaimana sebenarnya pendanaan untuk akomodasi tim di daerah bencana? Pertanyaan ini mendapat tanggapan dari pemateri pertama bahwa sebenarnya dana bencana itu besar, pengaturannya diatur oleh daerah. Namun, perjalanan dananya memang sedikit sulit karena birokrasi. Ke depannya, diperlukan manajemen pengaturan aliran dana ini.
Pertanyaan mengenai cost effective manarik perhatian pada diskusi kali ini. Pengukuran efektivitas tim yang dikirim tidak bisa hanya diukur dengan dana yang dikeluarkan. Memang itu bisa menjadi ukuran, tetapi dalam kebencanaan sedikit lebih unik dimana waktu, tenaga, dan kompetensi tim perlu diperhitungkan. Namun, pengukuran tiga item terakhir masih sulit dilakukan. Pada pertemuan internasional pun, mengenai standar kompetensi tim yang dikirim telah dibahas dan memang harus dipikirkan bersama. Harapannya tim yang dikirim benar-benar bisa membantu korban bencana bukan malah menambah penderitaan korban.
Pihak RS Panti Rapih memberikan masukkan mengenai indikator keberhasilan tim yang diberangkatkan kalau bisa tidak saja dinilai dari banyaknya pasien yang di tangani tetapi juga dari data epidemiologi dan survailans penyakit atau daerah bencana. Selain itu, muncul pula pertanyaan mengenai keterlibatan peran swasta dalam penanggulangan bencana. Sebab selama ini pemerintah dan swasta sepertinya bergerak sendiri-sediri.
Terakhir, peserta dari universitas Brawijaya menyampaikan saran terkait pengalaman tim mereka dalam kegiatan penanggulangan bencana. Sebelum berangkat tim mereka selalu mempertanyakan beberepa hal seperti tim mau berangkat kemana di dearah bencana tersebut? Di daerah bencana akan melakukan apa? Bekerjasama dengan siapa saja? Bagaimana persiapan tim yang akan diberangkatkan, apakah untuk pengobatan tanggap darurat, survailans, atau manejemen rumah sakti pasca bencana? Setelah pertanyaan-pertanyaan ini terjawab, harapannya tim yang dikirim bisa bekerja dengan baik di daerah bencana.


SOSIALISASI POKJA BENCANA
 
gb-14Sesi sosialisasi Pokja Bencana FK UGM diwakili oleh salah satu Advisory Board, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Dalam sosialisasinya, pertama diperkenalkan tetang profil pokja bencana, termasuk latar belakang, visi misi, tujuan, dan struktur organisasi. Kedua, Laksono menekankan bahwa pokja bencana yang dimiliki oleh FK UGM ini fleksibel untuk bekerjasama dengan pihak-pihak lain baik di dalam universitas dan luar universitas seperti rumah sakit swasta dan perusahaan. Ketiga, tentang dana yang diperlukan untuk memberangkatkan tim ke daerah bencana. Paradigma sukarelawan adalah orang yang diberangkatkan ke daerah bencana untuk menolong korban bencana dengan kemampuan dan didukung biaya yang lancar. Penting juga untuk memberikan insentif dan asuransi bagi tim yang dikirim agar tim tenang melakuan pertolongan di daerah bencana dengan optimal. Untuk itu semua pokja bencana memerlukan “energi” atau dana untuk pemenuhan segala keperluan pemberangkatan tim dan kegiatan pokja lainnya. Berdasarkan hal inilah pokja bencana mengadakan Program Alumni Menyumbang.
 
gb-15Sosialisasi pokja bencana mengakhiri rangkaian kegiatan seminar pokja bencana dalam rangka Annual Scientific Meeting FK UGM 2013. Prof. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja Sama FK UGM menutup kegiatan dengan ucapan terimakasih telah melaksanakan kegiatan ilmiah terkait kebencanaan di indonesia. Semoga bisa bertemu kembali pada kegiatan ilmiah kebencanaan selajutnya.