logo2

ugm-logo

48 Titik Bencana Terjadi di Bogor, 3 Orang Tewas dan 1 Hilang

BOGOR - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat total ada 48 t itik bencana alam yang terjadi di wilayah Kabupaten Bogor hingga Minggu (6/7/2025). Tiga orang meninggal dunia dan satu orang lainnya hilang dan masih dalam pencarian tim SAR gabungan. Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor M. Adam mengatakan bencana tersebur terjadi karena hujan deras dengan intensitas tinggi disertai angin kencang. Hal itu menyebabkan bencana hidrometeorologi di banyak titik di Kabupaten Bogor.

"Terjadi bencana tanah longsor, angin kencang, banjir, pergerakan tanah hingga orang tersesat," kata Adam dalam keterangannya, Minggu (6/7/2025). Adapun rinciannya tanah longsor sebanyak 32 titik, banjir 9 titik, angin kencang 3 titik, pergerakan tanah 2 titik, pencarian orang 1 titik dan rumah ambruk 2 titik. Jumlah tersebut tersebar di 18 kecamatan yakni Megamendung, Cisarua, Leuwisadeng, Tamansari, Dramaga, Kemang, Tenjolaya, Cijeruk, Caringin, Cibungbulang, Ciomas, Ciampea, Ciawi, Cigombong, Sukamakmur, Cigudeg dan Babakan Madang. "Data sementara 48 titik lokasi (bencana) di 35 desa/kelurahan dan 18 kecamatan," terangnya.

selengkapnya https://daerah.sindonews.com/

Cegah Bencana, Pemprov Jawa Barat Segera Lakukan Perubahan Tata Ruang di Puncak

GUBERNUR Jawa Barat Dedi Mulyadi bertekad melakukan perubahan tata ruang di wilayah Puncak dan Megamendung, di Kabupaten Bogor. Pasalnya, sejak beberapa tahun lalu, di kawasan itu telah terjadi perubahan tata ruang, yang berdampak negatif dan menimbulkan bencana.

"Di Bogor, daerah rawan bencana, daerah resapan air, dan perkebunan, tata ruangnya diubah menjadi tempat wisata dan pemukinan. Tanpa adanya perubahan tata ruang, potensi bencana bisa terjadi di wilayah itu," ujarnya, Minggu (6/7).

Perubahan tata ruang, lanjutnya, merupakan cara untuk menghindari bencana yang sering terjadi di Jawa Barat. Perubahan yang sama juga akan dilakukan di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut dan Tasikmalaya.

Menurut dia, tata ruang telah dirusak oleh praktik alih fungsi hutan menjadikannya sebagai kebun sayur dan tambang.

"Tekad saya ini mungkin banyak yang menentang, protes dan lain-lain. Tapi, itu tidak penting. Bagi saya penyelamatan harus dilakukan dilakukan. Untuk apa pembangunan dilakukan dengan biaya besar, tapi rontok oleh bencana," tandasnya.

Dedi menegaskan ancaman bencana di Jakarta, problem utamanya ada di Bogor, khususnya Puncak dan Megamendung. Selesaikan Bogor, maka Jakarta akan selesai. Jika Bogor belum selesai, jakarta juga tidak akan pernah selesai. Untuk itu, dia mengajak untuk mengembalikan kawasan Bogor sebagai daerah dengan banyak resapan air. Gunung jangan diganggu dan perkebunan jangan dialihfungsikan.

"Saya ajak kita semua mengurangi nafsu mengembangkan ekonomi di kawasan Bogor. Kita harus memegang prinsip ekosistem. Mari kembalikan fungsi alam secara baik. Itu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Jabar dan DKI," tegasnya.

Di sisi lain, terkait adanya bangunan yang telah disegel Kementerian Lingkungan Hidup di Puncak tapi belum dibongkar, menurut Dedi, pembongkaran memang belum bisa dilaksanakan. Pasalnya, objek itu berdiri di atas lahan bersertifikat dan sudah mengantongi izin resmi. KLH memperkirakan pembongkaran baru bisa dilakukan pada September.

"Prosedur yang harus ditempuh memang cukup panjang. Ini berbeda dengan kasus Hibisc," jelasnya. Kasus Hibisc ditangani langsung Gubernur Jawa Barat. Selain itu, pemilik bangunan memang meminta dilakukan pembongkaran," tandasnya. (SG/E-4)

More Articles ...