logo2

ugm-logo

Report Day 1 - INSARAG ASIA PACIFIC REGIONAL EARTHQUAKE RESPONSE EXERCISE

Report Day 1, Monday July, 25 2016
Nakula Sadewa Room, Inna Garuda Hotel

INSARAG ASIA PACIFIC REGIONAL EARTHQUAKE RESPONSE EXERCISE

Yogyakarta, 25-28 July 2016


INSARAG Asia Pacific Regional Earthquake Response Exercise was held in Inna Garuda Hotel, Malioboro on Monday, July 25, 2016. The opening ceremony begins with the singing of the Indonesian national anthem by all of the INSARAG participants, and then followed by Gambyong traditional dance.
 
insasrag-2016-opening

The opening speech came from Mr. Gatot as the Yogyakarta Special Region representative. In his speech, he was very pleased to have the INSARAG Asia Pacific Regional Earthquake Response Exercise held in Yogyakarta. This exercise would increase the capabilities of community of Search and Rescue Agencies especially in managing with earthquakes disaster. This exercise would also create awareness both for the people and the government in Yogyakarta Special Region in managing and providing relief aid due to earthquakes disaster. Furthermore, the regional government views this exercise as an opportunity for Yogyakarta to become the local representative for Indonesia in the international community.
 
insasrag-2016-opening-speech

Mr.Zhao Ming, as the head of INSARAG Asia Pacific Regional added that reflecting from the Banda Aceh tsunami in 2004, Indonesia has demonstrated the ability as a nation capable in dealing with unexpected challenges emerged from such natural disaster.  As a developing country and as a nation that is plagued with natural disaster, it is hoped that through this exercise, Indonesia would like to be ready in managing all kinds of natural disaster.  
Mr.Zhao-Ming---insarag

Mr.Oliver Lacey Hall, Head of OCHA Indonesia/ASEAN Liaison Officer stated that through this exercise it enables a nation to reinforce its safety lines and relief aid, especially Indonesia. As a nation, Indonesia has to be ready at all times to deal with natural disaster.
 

Supporting statement arise also from the head of the Indonesia Search and Rescue Agency (BASARNAS), Air Marshall Mr. FHB Soelistyo, he conceded that there is an opportunity to cooperate and coordinate with other nations and continue its commitment for humanity. It is hoped that in the near future this development of readiness will be maintained and developed along with Indonesia’s regional partner and it can also become a valuable experience and an opportunity for collaboration with the regional government that is hit with the natural disaster as a response to the Indonesian people concerning health and safety in the event of a disaster.

Reportase Sesi 1: Seminar Persiapan Rumah Sakit Dalam Penanggulangan Bencana

Reportase Sesi 1:

Seminar Persiapan Rumah Sakit Dalam Penanggulangan Bencana

sesi-1

Dalam rangka Annual Scientific Meeting (ASM) 2016 FK UGM, Pokja Bencana Kesehatan bekerjasama dengan PKMK FK UGM turut berpartisipasi melalui penyelenggaraan seminar sehari dengan tema Persiapan Rumah Sakit dalam Penanggulangan Bencana. Kegiatan ini digelar di FK UGM Jumat 18 Maret 2016.

Dalam sambutannya, Dekan FK UGM, Prof. DR. dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk mengapresiasi kegiatan ini karena perlu kiranya sikap sadar bencana dipraktekkan oleh semua pihak, terutama di negara Indonesia yang merupakan daerah bencana. Dekan FK UGM juga berharap Hospital Disaster Plan (HDP) ini dimiliki oleh rumah sakit di seluruh Indonesia, agar risiko bencana dapat diminimalisir.

Membuka sesi 1, dr. Handoyo Pramusinto, SpBS selaku moderator menjelaskan bahwa sekitar 70% rumah sakit yang ada di DIY memang sudah memiliki HDP, tetapi bagaimana standar dan kualitas HDP nya perlu dievaluasi lagi?.

Sementara itu, bergabung via Webinar (teleconference) dari Jakarta pembicara Sesi 1 dr. Achmad Yurianto selaku Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI, yang mempresentasikan tentang Klaster Kesehatan. HDP muncul karena terjadinya pergeseran paradigma dalam pengelolaan bencana, yang sebelumnya lebih difokuskan pada penanggulangan pasca bencana, kini bergeser ke manajemen risiko pra bencana yang ternyata lebih efektif dalam pengurangan risiko. Kaitannya dengan sistem klaster, sistem klaster dibuat berdasarkan keputusan kepala BNPB no. 173 tahun 2014, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penanggulangan bencana sehingga masing-masing pihak terkait dapat bekerja secara cepat, tepat, dan akurat sesuai tupoksi masing-masing. Saat ini terdapat 8 klaster dalam mekanisme PRB, dan klaster kesehatan termasuk salah satu diantaranya. Tugas utama klaster kesehatan meliputi layanan kesehatan, DVI, kesehatan reproduksi, kesehatan jiwa, gizi, air, dan sanitasi. Namun dari sistem klaster ini permasalahan yang masih ada diantaranya belum dibuatnya ketentuan terkait tata kerja antar klaster sehingga overlap masih kerap terjadi, dan belum disosialisasikan ke tingkat pemda sehingga koordinasi dengan lembaga lain terkait di tingkat daerah masih kurang baik.

Kemudian Kudiana, SKM,MSc dari Dinkes DIY menyebutkan bahwa Hospital Disaster Plan (HDP) telah diatur dalam Permenkes No. 64 tahun 2013; yang esensinya memperkuat koordinasi dan kemitraan antar sumber daya, optimalisasi sarana prasarana yang ada, dan informasi penanggulangan krisis kesehatan secara cepat-tepat-akurat. Bahkan menurut Permenkes No.12 tahun 2012, HDP sudah masuk dalam DEP Akreditasi rumah sakit. Adapun peran Dinkes dalam HDP adalah mendorong terbentuknya HDP di rumah sakit di wilayahnya dengan memberikan pelatihan HDP bagi rumah sakit.

Berdasarkan pengalaman saat turun langsung ke lapangan pasca bencana, dr. Sulanto Saleh Danu, SpFK selaku konsultan bencana kesehatan dari PKMK FK UGM menjelaskan, bahwa dari sisi kesehatan ada 2 hal yang perlu diperhatikan. Yakni setelah terjadi krisis atau bencana, apakah rumah sakitnya hancur atau rumah sakitnya utuh tetapi menerima banyak korban bencana. Hal ini penting untuk merumuskan HDP yang tepat untuk masing-masing wilayah karena karakteristik bencana antar wilayah tentunya berbeda. Dr. Sulanto juga membagikan berbagai pengalaman menarik selama mendampingi pembuatan HDP, mulai dari fase persiapan yang ternyata tidak semua RS siap karena hanya ingin memiliki HDP sebagai syarat akreditasi, baik dari sisi infrastruktur maupun tingkat pengetahuan SDM nya. Hal-hal tersebut diharapkan dapat menjadi lesson learned agar rumah sakit dapat memperbaiki HDP nya.

Berbagai pertanyaan turut mewarnai sesi diskusi, seperti bagaimana efektivitas SPGDT online yang saat ini sedang dirintis oleh Dinkes DIY? Perumusan anggaran PRB? Koordinasi klaster kesehatan dengan lembaga lain antar klaster? Serta mengapa simulasi bencana yang sepertinya sudah sangat baik tidak sejalan dengan praktek di lapangan saat bencana terjadi?.


Reportase oleh Edna

More Articles ...