Sesi 2 Seminar :
Pengembangan Kesiapsiagaan Daerah dalam Penanggulangan Bencana atau Regional Disaster Plan (RDP) dan Safety Awareness pada Relawan Bencana
Sesi 2 dalam seminar ini dimoderatori oleh Sutono, SKp. MSc(FK UGM).
Panelis pertama memaparkan Pengalaman Pengelolaan Relawan dalam Penanggulangan Bencana di DIY oleh Sigit Alifianto, SE, MM. Sigit merupakan pengurus harian di Bidang Penanggulangan Bencana PMI DIY. Sigit mengawali sesi dengan menampilkan video profil PMI. Beberapa poin yang ditampilkan melalui video diantaranya, PMI menargetkan 4,5 juta kantung darah/tahun. Di bawahpemimpin baru, yaitu Jusuf Kalla, seluruh relawan PMI harus ada di lokasi enam jam sejak bencana terjadi. Gudang regional dan logistic ada di wilayah Medan, Gresik, Banten dan lain-lain. Relawan PMI terbagi menjadi dua, yaitu korps sukarelawan (KSR) dan tenaga sukarela (TSR). KSR merupakan perhimpunan yang berafiliasi. Sementara, TSR secara individu bergabungke PMI.
PMI mempersiapkan pelatihan dasar-minimal 20 jam, lalu diikuti pelatihan spesialisasi, safe and rescue, penanganan kegawatdaruratan, penanganan orang hilang. Relawan dibekali juga dengan pengetahuan sanitary, shelter, dapur umum, sehingga mereka bisa bergerak di semua lini saat terjadi bencana. Pusdiklat PMI-melatih 1000 orang/tahun, dari PMI dan masyarakat. Di desa, siaga berbasis masyarakat. Desain kelanjutan disiapkan oleh desa tangguhnya. Sehingga asyarakat bisa menangani bencana, jadi seluruh masyarakat adalah relawan.
Kurang lebih terdapat 145 komunitas relawan di DIY. Kelemahannya: Bagaimana mengelola relawan saat status bencana? Bagaimana agar pekerjaan tidak menjadi sia-sia, hal yang terpenting: komando. Maka, relawan yang akan dikirim, dipilih sesuai kebencanaan yang terjadi. Hal lain yang ami lakukan: menumbuhkan sejak kecil jiwa-jiwa kerelawanan, agar mobilisasi sosial lebih mudah. Memperkenalkan apa itu sukarelawan pada anak usia SD. Jadi, akan terbentuk rasa ingin menolong secara tulus. Saat ini, PMI-sedang melakukan studi kelaikan unit darah di markas pusat.
Panelis yang kedua ialah Danang Samsurizal, ST,Manajer Pusat Diklat Operasi (Pusdalop) BPBD DIY. Danang berbagi pengalaman terkait Manajemen Relawan dalam Penanggulangan Bencana, Pedoman relawan bencana menyatakan bahwa penanganan bencana (PB) merupakan urusan semua, jadi komandonya terpadu dan terkoordinasi. Relawan ialah seorang/kelompok yang memiliki kepedulian dan ikhlas dalam upaya PB. Sementara prinsip Kerja relawan: cepat dan tepat, priorotas, koordinasi, kemitraan, non politis, non diskriminasi, menghormati kearifan lokal dan sebagainya. Mandiri, profesional, sinergitas, solidaritas dan akuntabel merupakan panca darma relawan PB.
Peran relawan: pra bencana (misal menyebarkan peta bencana/evakuasi, lalu pelatihan penyuluhan dan mitigasi), saat bencana (dapur umum, logistik dan lainnya) dan pasca bencana( rekonstruksi misalnya). Ada pula relawan khusus misal relawan administrasi, jika ada bencana-fasilitas publik apa yang mengalami kerugian. Kewajiban relawan meliputi menaati peraturan, meningkatan kemampuan, mengikuti pancadarma. Hak relawan: mendapat tanda pengenal relawan bencana secararesmi, medapat perlindungan hukum, arus memiliki kecakapan teknis (26 cluster), relawan harus di lapangan, dan lain-lain.
Pengalaman relawan dalam penanggulangan bencana
1. dr. Sari Mutia Timur dan Helena Sigit Widiastuti, S.Psi
YAKKUM Emergency Unit (YEU)
Helena:
Headquater/kantor pusat selalu melakukan rekruitmen-ada coaching sebelum diberangkatkan. Factor yang selalu diperhatikan ialah security and safety. Hal yang kami sampaikan pertama kali ialah siapa YEU-berapa lama akan menjalankan program?. Itulah kenapa kami bertemu dengan stakeholder. Sosialisasi sangat penting, untuk memudahkan mobile clinic, program psiko sosial, posyandu, meski di pengungsian-posyandu harus tetap berjalan. Pemetaan: pendampingan anak-anak dalam mengungkapkan perasaannya. Selalu menyisipkan capacity building, pengurangan resiko bencaa misalnya -> melatih warga dalam membangun rumah.
Jejaring dan advokasi-manajemen barak yang sehat.
Sari:
2001 unit YEU ini lahir, kami memiliki visi: akuntabel ke donor dan ke masyarakat-melakukan apa dan berapa lama? Visi-masyarakat yang terdampak bencana mendapat hal bermartabat dan berkelanjutan. Misi kami respon tanggap darurat tepat dan cepat, harus ada partisipasi dari masyarakat. Fokus kami di daerah bencana dan konflik.
Planning yang kami lakukan ialah memberdayakan. memperhatikan kebutuhan dan hak kelompok rentan, serta memperhatikan kearifan lokal.
Implementasi: masyarakat dilibatkandalam menentukan kriteria penerima bantuan.
2. Budi Santosa
Bagian Tanggap Darurat Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Yogyakarta
MDMC terbagi dalam unit SAR, emergency/medic, psikososial, serta community development.
Respon MDMC: air sanitasi, promosi kebersihan, bantuan hunian-makanna, layanan kesehatan.
60 tim dan home base-nya ialah RS Muhammadiyah. Tahun 2014, kami terlibat dalam Sinabung, Manado, Jakarta, Jateng-Pati, Kudus, Kelud. Koordinasi meliputi : pemerintah-swasta-dunia usaha. Tim medis merupakan susunan professional dari spesialis, umum dan keperawatan. Logistic dan dapur umum, harapannya: standar bantuan makanan sudah mulai terstandar: anak-anak dan lansia. Peta pendampingan-Takengon-Aceh, adaptasi udara dingin di NAD. Daerah konflik yang sempat didatangi MDMC ialah Rohinya, Sampang dan Balinuraga (kasus bentrok suku Bali dengan warga lokal di Lampung).
Pembahas:
1. dr. Arida Oetami, M.Kes (Dinas Kesehatan DIY)
Mengelola relawan itu tidak mudah, ada relawan yang hadir di lokasi bencana dengan tujuan tertentu. Banyak juga relawan yang mendaftar untuk mencoba naik pesawat Hercules atau ingin mengunjungi keluarga di Aceh (pemgalaman Dinkes Jogja). Ada juga pengalaman unik, alat medis habis, jika dibawa relawan keluar.
2. Fery Ardianto (SAR DIY)
Relawan perlu dikumpulkan dan diorganisasikan-SAR DIY membentuk sekber relawan Yogyakarta (189 komunitas relawan). Embung di Kalasan, solidaritas besar ada 300 orang mencari 1 anak yang hilang terbawa arus air.
3. Enaryaka, S.Kep., Ns (BPBD DIY)
Kedaulatan dan logistik-ada sekber- sesuai SK Gubernur No.171 Kep/2013 sebagai payung hukum dalam pengelolaan relawan. Mereka akan dilatih dalam enam pelatihan, pelatihan dasar (ada 25 klaster). BNPB
Diskusi:
- Adakah peraturan NGO asing-jika memberikan bantuan apakah harus melewati BNPB? Relawan yang baik, apa yang harus dipersiapkan? Apa kendala masuk ke suatu daerah?
- Penanya dari RS Sardjito-bagian Emergency, terima kasih untuk semua relawan. Pengalaman di Padang, Aceh, Nias-kearifan lokal yang penting perlu orang yang paham bencana disitu-alat komunikasi via orang lokal. BNPB memiliki keleluasaan untuk mengelola relawan. Dana dari BPJS bisa dialokasikan juga.
- [enanya dari Balai besar pengendalian penyakit-Kemenkes-wilayah kerja DIY dan Jateng. Relawan penyediaan air bersih-mengolah air kotor untuk menjadi air bersih. Safety awareness: manjaemen relawan apakah sudah ada?
Tanggapan:
- Danang-prinsip efisiensi, ada mekanisme dalam regulasi yang mengatur bantuan asing-sesuai Perpres status bencana. Bencana nasional hanya Aceh, sehingga jika asing akan memberikna bantuan agak sulit. Kementrian Keuangan harus bisa melakukan tracking sumber bantuan asing. Safety awareness: maeri K3 yang standar. Tipe-tipe bencana memberikan konsekuensi beda-beda.
- Sigit-terkait asuransi untuk relawan, tidak semua lembaga relawan memiliki kebijakan itu. Saat ini, Palang Merah dan Bulan Sabit Merah harus menyediakan asuransi. Filipina sudah menyediakan asuransi untuk relawannya. Jika di Indonesia, hanya relawan yang bertugas yang di-cover asuransi.
- Sari Mutia, konsep adil Jawa dan Aceh, kalau barangnya kurang barangnya tidak dibagi itu ungkapan warga local Aceh. Maka, kriteria penerima manfaat dipertimbangkan lagi. Relawan bukan hanya niat baik saja, bukan hanya semangat namun juga tanggung jawan komitmen. Intervensi kami: yang memberdayakan. Rest and rotation, pengalaman Merapi 2010. Tim awal dua minggu, namun ada juga tim yang tidak cocok.
- Helena-emergency response selalu melibatkan masyarakat setempat-untuk menghindari missed komunikasi utk mendapatkan jalan alternative, lokasi bencana dan lain-lain. Harus ada tim lain yang menyusur jalan ulang ketika ada tim yang lama tidak kembali. Siapa kita? Budayanya seperti apa? Lokasinya seperti apa? Tidak boleh menyapa menggunakan tangan kiri di Aceh, misalnya. Padang, pendampingan anak-anak tidak bisa bermain dengan anak-anak karena tabu bencana itu berduka. Tanggal keramat dihindari untuk memberi pelayanan.
- Budi-Kediri tidak memiliki BPBD, namun masyarakat terbuka. Kearifan lokal-Padang yang dikatakan siap bencana, ini RSUD-nya belum siap. Safety awareness-minimal yang terkaitperalatan pribadi, asuransi karena ada pelayanan kesehatan di semua daerah.
- Sutono-konklusi: apa itu safety awareness untuk relawan yang baik? Relawan harus mempunyai komunitas sebagai paying hokum dan lebih aman, harus memiliki keahlian khusus, kesadaran atas safety awareness dan safety building.
Kesimpulan dan Penutupdisampaikan oleh Dr. Sulanto Saleh Danu SpFK. Ada dua hal yang digarisbawahi Sulanto:
- Management support
Regional Disaster Plan (RDP)-perlu diputuskan definisi disaster, berdasarkan UU dan BPBD. UU no 8 Tahun 2007. BNPB tidak ada garus birokrasi ke BPBD, lalu bagaimana dana masuk? Terminologi regional karena administrasi teritorial atau hazard area yang berbahaya?
- Relawan
Bisa menguntungkan, merugikan dan menmbahayakan diri sendiri. Ada yang terkoordinir, namun ada juga yang belum terkoordinir.
Perlu koordinasi lebih jauh, lalu diikuti simulasi.