logo2

ugm-logo

Reportase Workshop Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan

Reportase

Workshop Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan

(District Health Disaster Plan)


Hari 1

Yogyakarta, 30 Oktober 2017

Workshop penyusunan rencana penanggulangan bencana dan krisis kesehatan di dinas kesehatan (District Health Disaster Plan) yang dihadiri oleh peserta dari berbagai daerah resmi dibuka oleh Kepala Divisi Manajemen Bencana Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (PKMK FK UGM) dr. Bella Donna, M.Kes. Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari di Hotel Cakra Kusuma Yogyakarta. Melalui kegiatan ini, diharapkan Dinas Kesehatan dapat memiliki draft penanggulangan bencana dan krisis kesehatan di Dinas Kesehatan sesuai dengan daerah masing-masing.

dhdp 1

Dok. PKMK FK UGM.
Pembukaan Workshop Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan (District Health Disaster Plan) oleh dr. Bella Donna, M.Kes

Hari pertama, dr. Hendro Wartatmo, SpB.KBD mengawali penyampaian materi pertama tentang kerangka konsep penanggulangan bencana bidang kesehatan yang dipandu oleh Wisnu Damarsasi, MPH. Hendro Wartatmo menyebutkan public health emergency preparedness (PHEP) merupakan rencana kesiapan menghadapi krisis bencana di masyarakat yang harus terkoordinasi dan kontinyu. Prinsip yang harus ada dalam petunjuk teknis penanggulangan krisis kesehatan di daerah adalah dasar hukum, pembagian tugas yang harus jelas, health risk assessment, melibatkan publik (sosialisasi untuk pendidikan kepada masyarakat), laboratory function, mitigasi, informasi dan komunikasi.

Pada sesi diskusi, peserta menanyakan kewenangan antara Dinas Kesehatan dan BPBD dalam penanggulangan krisis kesehatan di daerah. Hendro Wartatmo menyebutkan BPBD lebih tinggi kewenangannya dibandingkan Dinas Kesehatan karena BNPB setara dengan Kementerian Kesehatan. Kaitan dengan kebencanaan yang menjadi koordinator di daerah adalah BPBD namun BPBD tidak memiliki unit kesehatan contohnya BPBD Yogyakarta sehingga urusan kesehatan sebaiknya dilakukan Dinas Kesehatan. Lebih lanjut menurut Hendro, supaya tidak terjadi timpang tindih tugas dan fungsi badan penanggulangan bencana daerah maka sebaiknya diatur dalam Peraturan Gubernur di setiap daerah.

dhdp 2

Dok. PKMK FK UGM.
dr. Hendro Wartatmo, SpB.KBD menyampaikan Materi Kerangka Konsep Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

Sebelum memasuki materi kedua para peserta melakukan Pretest untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang penanggulangan bencana dan krisis bidang kesehatan di daerah (District Health Disaster Plan).

Materi kedua mengenai “Pengorganisasian” disampaikan oleh dr. Bella Donna, M.Kes. Bella menyampaikan rencana penyusunan organisasi harus berdasarkan organisasi yang telah ada yang digunakan sehari-hari karena perubahan besar berpotensi gagal, maka harus dibuat sederhana mungkin tetapi mencakup semua kebutuhan dan dapat dimobilisasi dalam waktu yang singkat. Setiap Dinas Kesehatan memiliki struktur organisasi yang berbeda-beda dan fleksibel serta terkait kebencanaan. Sebaiknya Dinas Kesehatan menggunakan struktur organisasi komando. Struktur organisasi kebencanaan lazimnya terdiri dari ketua (komando bencana), sekretariat, liaison officer, logistik, perencanaan, keuangan dan operasional yang memiliki tupoksi yang berbeda-beda. Di Dinas Kesehatan sebaiknya yang menjadi komando bencana bukan kepada dinas. Mengingat kepala dinas akan sibuk dengan urusan birokrasi ketika terjadi bencana, dikhawatirkan akan menganggu koordinasi penanggulangan bencana secara langsung.

Bella juga menjelaskan pentingnya kartu tugas (job action sheets/JAS) dan Emergency Medical Team (EMT)- Tim Reaksi Cepat (TRC). EMT dikenal dengan banyak istilah bisa tim kesehatan, tim reaksi cepat, tim tanggap darurat dan lain-lain yang memiliki beberapa tipe berdasarkan tingkat keperawatan, ukuran, kapasitas dan kemampuan untuk memberikan pelayanan dan TRC terdiri dari medical services, epidemiologi, tenaga sanitasi dan lainnya.

Pengorganisasian yang terpenting menurut dr. Bella Donna adalah Dinas Kesehatan mengambil peran dalam klaster kesehatan untuk memberikan layanan kesehatan, kesehatan jiwa, sanitasi dan kualitas air, DVI, KIA, gizi, kesehatan reproduksi. Dinas kesehatan harus mampu mengorganisasikan fasilitas kesehatan dibawah komandonya, yaitu puskesmas dan rumah sakit untuk memiliki upaya penanggulangan bencana.

Analisis risiko bencana dan krisis kesehatan merupakan materi ketiga yang disampaikan oleh dr. Bella Donna, M.Kes. Analisis bencana merupakan suatu penilaian potensi ancaman bencana di suatu wilayah dan dampak yang ditimbulkan sehingga dapat melakukan mitigasi atau penanggulangan sebelum terjadinya bencana. Langkah-langkah melakukan analisis risiko bencana meliputi kemungkinan potensi ancaman; potensi dampak terhadap manusia, gangguan layanan kesehatan, masyarakat dan fasilitas kesehatan; dan analisis risiko.

Dalam rencana kontingensi, analisis risiko dapat digunakan untuk membuat skenario, asumsi dampak kemudian respon apa yang akan dilakukan. Perhitungan analisis risiko bencana dapat digunakan dengan hazard vulnerability analysis (HVA) tools. HVA tools merupakan alat yang digunakan untuk membantu menentukan jenis, kemungkinan terhadap konsekuensi bahaya, ancaman dan kejadian bencana menggunakan indikator risiko bencana. Peserta sangat antusias menyelesaian tugas untuk menghitung dan mempertimbangkan nilai risiko dan hazard mapping sesuai dengan daerah atau wilayah kerja dinas kesehatan.

dhdp 3

Dok. PKMK FK UGM.
dr. Bella Donna, M.Kes menyampaikan Materi Pengorganisasian dan Materi Analisis Risiko Bencana dan Krisis Kesehatan

Materi keempat, “Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk Dinas Kesehatan Disaster Plan” disampaikan oleh konsultan di Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM Madelina Ariani, SKM., MPH. Madelina menjelaskan SPO digunakan untuk memenuhi standar-standar yang dibutuhkan dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan yang tidak terdapat pada kegiatan sehari-hari. Beberapa daftar SPO dalam bencana seperti pengaktifan (pemberhentian tim bencana dinas kesehatan, penyiapan tenaga di rumah sakit dan puskesmas, penerimaan (distribusi, pelaporan bantuan medis/non medis) dan pengiriman tim EMT. Penentuan kebutuhan SPO didasarkan pada pengalaman bencana yang pernah terjadi, pustaka dan evaluasi dari simulasi. Lebih lanjut, Madelina menyampaikan SPO dalam dokumen disaster plan dinas kesehatan dapat diletakkan pada bab tersendiri atau di lampiran, disatukan sehingga mudah ditemukan dan dipahami. Dalam rangka meningkatkan pemahaman peserta terkait SPO disaster plan dinas kesehatan, maka diberikan penugasan untuk mengindentifikasi SPO yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dan antusiasme peserta sangat tinggi.

dhdp 4

Dok. PKMK FK UGM.
Madelina Ariani, SKM., MPH menyampaikan materi Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk Dinas Kesehatan Disaster Plan dan Antusian Peserta Mengerjakan Penugasan

Sesi terakhir disampaikan oleh konsultan di Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM Intan Anatasia N.P., M.Sc. Apt mengenai materi “Komponen Dinas Kesehatan Disaster Plan”. Intan menjelaskan komponen-komponen dari dokumen penanggulangan bencana di Dinas Kesehatan, mulai dari Bab I hingga Bab V serta lampiran dan form yang diperlukan. Pada akhir sesi, peserta sangat antusias untuk melakukan diskusi dan menyelesaikan tugas terkait penyusunan draft disaster plan di Dinas Kesehatan.

dhdp 5

Dok. PKMK FK UGM.
Intan Anatasia N.P., M.Sc. Apt menyampaikan Materi Komponen Dinas Kesehatan Disaster Plan

 

Reporter : Muhamad Syarifuddin, SKM., MPH


 

Reportase: 24th Asia Pacific Symposium on Critical Care and Emergency Medicine

24th Asia Pacific Symposium on Critical Care and Emergency Medicine

(APSCCEM)

Bali – Indonesia, 3 Agustus 2017


Sesi I

ASIA PACIFIC SYMPOSIUM ON CRITICAL CARE

Asia Pacific Symposium on Critical Care and Emergency Medicine (APSCCEM) yang ke-24 diselenggarakan di Bali, Indonesia. Kegiatan tersebut diikuti beberapa peserta multi disiplin dan dari berbagai negara. Sesi pertama mengambil topik Safe Community for Emergencies and Disaster dimoderatori oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD yang merupakan dosen dan guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Pembicara pertama oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS yang membahas tentang Implementation of Safe Community in Indonesia. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara dengan jumlah kematian yang tinggi akibat emergencies situation bersama dengan India dan China. Sistem Penanggulangan Dawat Darurat Terpadu (SPGDT) telah dideklarasikan sejak 17 tahun yang lalu, dan SPGDT tersebut dibedakan menjadi 2 yakni SPGDT sehari-hari dan SPGDT saat bencana. Untuk komunitas awam diperlukan suatu pelatihan basic life support (BLS)/ bantuan hidup dasar (BHD) untuk perlindungan diri. Safe community merupakan salah satu hal penting untuk mencapai emergency response system yang terintegrasi. Meskipun di Indonesia telah ada PSC 113 sejak 17 tahun lalu, namun hal itu termasuk lambat dibandingkan negara lain.

Pembicara kedua ialah Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dan Koordinator Umum Brigade Siaga Bencana (BSB) Kab. Bantaeng dr. Andi Ihsan, DPDK yang membahas tentang “Dukungan Pemerintah Kab. Bantaeng dalam Mewujudkan Safe Community di Kab. Bantaeng melalui PSC 119”. Penjajakan sebelum dibentuknya BSB, maka pemerintah melakukan kunjungan langsung ke masyarakat untuk mengetahui masalah kesehatan. Akhirnya pada 2009, terbentuk emergency service yang dinamakan Brigade Siaga Bencana (BSB) dan melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang dalam hal bantuan mobil ambulan. Dengan berjalannya waktu maka BSB berubah nama menjadi PSC 119 dengan melibatkan BPBD Kabupaten Bantaeng dengan fungsi yang masih sama seperti sebelumnya.

Pembicara terakhir dalam sesi pertama adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dr. Mochamad Mastur, MM yang membahas tentang Implementasi Public Safety Center (PSC) di Kabupaten Tulungagung. PSC yang dimiliki oleh Kab. Tulungagung terbentuk sejak n 2015 dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kegawatdaruratan kepada masyarakat dengan cara memperpendek response time. Sejak 2012, dilakukan penataan antar rumah sakit karena dilatarbelakangi tingginya kematian yang diakibatkan oleh keterlambatan pengiriman ke rumah sakit sehingga akan terlambat juga untuk mendapatkan penanganan. Untuk saat ini semua ambulan telah dilengkapi oleh radio komunikasi dan android sehingga dapat terpantau untuk lokasinya.

MATERI:

pdfPri  THE IMPLEMENTATION OF SAFE   COMMUNITY IN IND

pdfDR ANDI IHSAN - BANTAENG Indonesian

pdfDinkes Kab Tulungagung - Indonesian


More Articles ...