logo2

ugm-logo

Laporan : Tim Klaster Kesehatan FK UGM ke-2 dalam Bakti Sosial di Bima, Nusa Tenggara Barat

Laporan :

Tim Klaster Kesehatan FK UGM ke-2 dalam Bakti Sosial di Bima, Nusa Tenggara Barat


Pembaca website bencana kesehatan pada 21 Desember 2016 telah terjadi banjir bandang akibat hujan deras yang mengguyur wilayah Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Akibat hujan deras ini ribuan rmah terendam banjir di Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Fakultas Kedokteran UGM pada 30 Desember 2016 mengirimkan tim klaster kesehatan untuk melakukan penilaian awal dalam kebutuhan dalam bencana banjir bandang di Bima.

Hari 1

LAPORAN KEGIATAN HARI PERTAMA
TIM KEDUA-BENCANA BANJIR BIMA

PKMK-Bima, 18 Januari 2017

TIM Ke 2 tiba di bima

Tim kedua yang diterjunkan ke Bima mulai tanggal 18 – 21 Januari 2017 terdiri dari 4 orang yang terbagi menjadi 2 grup yaitu:
1.    Grup 1 terdiri dari Dr. Ir. Agus Maryono dan Rifqi Amrillah Abdi yang berfokus pada penerapan teknologi alat pemanen air hujan
2.    Grup 2 terdiri dari Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH dan Bayu Fandhi Achmad, S.Kep., Ns., M.Kep. yang berfokus pada studi kesehatan lingkungan.
Tim Kedua FK UGM

Tim tiba di Bandara Sultan M.Salahudin Bima jam 14.00 WITA, dijemput oleh Bapak Agus Salim (Mahasiswa FETP UGM-salah satu anggota dari tim pertama yang diterjunkan ke Bima) langsung menuju ke Balaikota untuk menghadap Asisten II Walikota Bima untuk memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim. Asisten II Walikota Bima sangat mengapresiasi kedatangan tim UGM dan mengucapkan terima kasih telah peduli dan membantu warga kota Bima yang sedang ditimpa musibah berupa bencana banjir.

TIM UGM 2 bakti banjir bima

Tim selanjutnya dibagi menjadi 2 yaitu 1 grup bergerak ke kantor Dinas Kesehatan Kota Bima untuk mempresentasikan teknologi alat pemanen air hujan pada perwakilan PUSKESMAS dan Dinas Kesehatan Kota Bima serta 1 grup bergerak untuk mempersiapkan berbagai alat dan bahan yang akan digunakan untuk pembuatan alat pemanen air hujan tersebut. Dalam presentasi yang dihelat pada pukul 15.00 WITA tersebut, Dr. Ir. Agus Maryono berusaha menyampaikan materi berupa:

  1. Filosofi memanen air hujan
  2. Manfaat memanen air hujan
  3. Keutamaan air hujan dibandingkan dengan air dari PDAM dan sumur bor
  4. Masalah-masalah yang timbul terkait dengan air tanah
  5. Cara membuat alat pemanen air hujan

presentasi panen hujan

Respon peserta terlihat sangat antusias dan tertarik dengan teknologi alat pemanen air hujan tersebut karena dirasa cukup mudah diaplikasikan dengan biaya yang relatif terjangkau. Dari pertemuan tersebut diusulkan bahwa 1 prototipe alat pemanen air hujan akan dipasang di salah satu PUSKESMAS Kota Bima dan 1 prototipe lagi dipasang di Dinas Kesehatan Kota Bima.

Setelah kegiatan tersebut tim bergerak menuju salah satu sungai di kota Bima untuk melakukan pengamatan dan berdiskusi dengan warga sekitar. Kondisi saat ini, warga Kota Bima sudah memulai beraktifitas namun masih terdapat masalah yang dihadapi oleh warga kota Bima yaitu managemen sampah pasca banjir yang masih belum tertangani dengan baik. Sampah domestik masih menggunung dipinggir jalan dan belum sepenuhnya terangkut. Kondisi air tanah juga masih berasa dan berbau tidak sedap sehingga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat. Selain itu kondisi sungai terlihat telah terokupasi oleh pemukiman masyarakat bantaran sungai, bibir sungai sudah dibangun tembok batu sehingga ekosistem sekitar sungai mati.

masalah pasca banjir bima

Rencana hari kedua adalah

  1. Melakukan presentasi dan demonstrasi terkait penerapan teknologi alat pemanen air hujan di kantor walikota Bima
  2. Melakukan survey penyakit dan masalah kesehatan pasca banjir di rumah sakit Bima

 

 

 {jcomments on}

 

Mewujudkan SPGDT-S dan SPGDT-B Terintegrasi Pra, Intra dan Inter Hospital Secara Nasional

Notulensi INDO HCF Expert Meeting:

Mewujudkan SPGDT-S dan SPGDT-B Terintegrasi Pra, Intra dan Inter Hospital Secara Nasional

http://bpbd.pemkomedan.go.id/foto_berita/66DSC_0550.JPG

Jakarta. INDO HCF menyelenggarakan expert meeting pada 1 Desember 2016, forum ini telah lama menggerakkan banyak diskusi terkait kegawatdaruratan. Kali ini, INDO HCF mengundang para ahli dari bidang terkait, yaitu Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, SpB, SpOT; Prof. Dr. dr. Aryono D Pusponegoro Sp. B (K)-BD, FINACS, FRCS (Ed); dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD; David Handojo Muljono, MD, Sp.PD, FINASIM, Ph.D, serta dr. Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko, Sp.M (Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes). Pertemuan ini bukan yang pertama, upaya INDO HCF untuk concern terhadap isu kesehatan telah dilakukan berulang kali, antara lain:  penelitian terkait pelayanan JKN di puskesmas (KIA), serial diskusi panel JKN, isu strategis, serta berbagai penelitian dan pelatihan yang terkait bidang tersebut.

Faktanya, hingga saat ini banyak pakar di bidang kesehatan tetapi tidak bisa dimanfaatkan di daerah.

Ide terlaksananya expert meeting kali ini ialah bagaimana menurunkan angka emergensi di Indonesia. Menurut WHO dalam kematian akibat lalu lintas nomor 3, setelah Tiongkok dan India. Harapannya, forum semaca ini dapat mengumpulkan komunitas terkait, diskusi bersama dan akhirnya saling terinformasikan. Masalah utama dalam penanganan bencana ialah tidak ada info tenaga medis yang akurat, tegas dr. Supriyantoro (Ketua INDO HCF) dalam sambutannya. Selain itu, perlu juga dilakukan penguatan di tingkat masyarakat dan hal tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Tema yang diambil kali ini yaitu SPGDT yang harapannya bukan hanya membentuk call center. Masih muncul pula isu dalam rujukan, seharusnya ini menjadi tanggung jawab RS, merujuk, menginformasikan keadaan dan mengirim pasien. Pernyataan dari Supri ialah perlukah ada wadah untuk merumuskan banyak hal untuk kebijakan-kebijakan RS.

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kementrian Kesehatan RI menyatakan, dalam manajemen bencana kita tidak ada manajemen resiko yang benar-benar baik. Dalam pemaparannya terkait Kebijakan Pemerintah dalam Pemerintah SPGDT-S dan SPGDT-B, harapannya  dalam penanganan korban dapat mempercepat waktu penanganan korban. Kita harus banyak mencontoh pengalaman Tokyo, yang dapat mengirim ambulans maksimal 10 menit sejak dipanggil. Hal ini sudah ditiru Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Tulungagung yang tidak banyak mengalami kemacetan.

Public safe center wajib dibentuk di seluruh daerah, di 540 kabupaten namun baru127 yang terhubung dengan call center 119. Latar belakang pentingnya SPGDT:

  1. Berubahnya pola penyakit (kecelakaan menduduki urutan ke-2 saat ini)

  2. Meminimalisir  kecacatan atau kematian.

Kemenkes membutuhkan masukan dari pakar dan asosiasi profesi. Masukan untuk masalah terkait pasien dapat disampaikan ke bagian layanan kesehatan (yankes) dan khusus untuk masalah terkait bencana dapat disampaikan ke Pusat Krisis Kesehatan (PKK) baru ke yankes.

dr. Hendro Wartatmo, Sp. BD (FK UGM) menyatakan SPGDT sudah dimulai sejak terbitnya peraturan Sekjen pada 2003. Pada periode 1996-2004, SPGDT dijalankan melalui Pusbankes 118 PERSI DIY. SPGDT merupakan perpaduan antara unit-unit pelayanan kesehatan. Sementara, call center adalah konsekuensi logis, bagian dari komponen saja. Nama awal SPGDT ialah Deklarasi Makkasar tahun 2000, mama kedua yaitu Brigade Kesehatan Bencana. Pengalaman Hendro, Tim Bantuan Bencana UGM mendarat di Meulaboh, pasca tsunami, menumpang pesawat Mensos saat itu. Tim pertama berangkat, iuran dari kantong pribadi. Jika sudah ada sistem, pemberangkatan tidak sulit, terang Hendro. Kemudian, program ini dilanjutkan hingga 2 tahun dan dinamai Aceh Supporting Program dan di-back-up oleh FK UGM serta RS Sardjito.

Saat ini tim Pokja Bencana UGM mengembangkan secara teknis dan manajemen. Manajemen bencana telah menjadi intrakurikuler di FK UGM di program S1 dan S2. Hendro juga menjadi anggota World Association Disaster and Management (WADEM) agar dapat terus berkontribusi pada upaya penanganan dan manajemen bencana di Indonesia. Hendro memaparkan seharusnya insider commander berasal dari BNPB.

David Handojo Muljono, MD, Sp.PD, FINASIM, Ph.D (FK Univ. Hasanudin) memaparkan “Memasyarakatkan SPGDT sehari-hari dan efisien”. Handojo menyatakan masih banyak praktek membawa pasien ke RS dengan kendaraan umum/pribadi. Sayangnya baru 4,7% dari seluruh daerah di Indonesia yang memiliki layanan  gawat darurat. Sebaiknya ada pelatihan yang diinisiasi pemerintah, agar terjadi keterpaduan antara pemerintah dan masayarakat dalam kegawatdaruratan,

Prof. Dr. dr. Aryono D Pusponegoro Sp. B (K)-BD, FINACS, FRCS (Ed) memaparkan “Kontroversi dalam penanggulangan kegawatdaruratan”. Salah satu fakta yang menjadi kontroversi ialah di beberapa daerah call center tidak bisa ditelpon karena listrik mati. Aryono berpendapat komandan dalam penanganan bencana atau insider commander sebaiknya polisi sebagai komandannya, karena ia memiliki fungsi secara law and order. Untuk setiap daerah/kota harus membentuk public safety center, ada polisi, ambulans dan damkar.

Pengalaman di lapangan. pasca bom Bali 1, Aryono berhasil melatih 3000 pecalang, sehingga saat bom Bali 2 pecalang. Menurut Aryono, triase harus dilatihkan ke pihak pengamanan hotel jika ada ancaman kecelakaan/bencana di sekitar hotel. Poin yang dapat disimpulkan, sejauh ini tenaga penanganan bencana di Indonesia masih not well organized dan not well trained.

Beberapa poin penting. Pertama perlu dipikirkan juga untuk evakuasi korban di daerah terpencil dan perbatasan, bagaimana sistemnya. Kedua,  pelibatan masyarakat selalu bisa coba dilakukan, seperti di Jatim yang telah terbentuk Forum Pengurangan Bencana. Di Sleman, saat erupsi stakeholder berhasil menggerakkan komunitas melalui Jalin Merapi (radio komunitas). Selain itu, perlu tokoh dari pemerintah yang mau terjun memimpin, seperti di negara tetangga, Malaysia, Wakil Perdana Menteri yang langsung mengkoordinir setiap kasus emergensi bencana nasional. Ketiga, permintaan dari peserta yaitu BNPB ialah pemerintah tergerak untuk menyusun pelatihan agar Tim Reaksi Cepat diberi pelatihan yang akan bermanfaat di lapangan. Sayangnya sudah ada BPBD daerah yang memiliki ambulans, namun tidak ada paramedisnya. Keempat, kelemahan dalam penanganan bencana ialah sistem dan integrasi yang belum kuat. Tantangan ke depan ialah pengembangan flying healthcare untuk menjawab kebutuhan di pulau-pulau yang terisolasi atau sulit dijangkau melalui transportasi darat. Prof Idrus menambahkan, ke depan, perlu dilakukan pengorganisasian relawan (W).


pdf icon Materi Presentasi

More Articles ...

Di dunia magis kasino online, Spin Gratis adalah salah satu bonus yang paling dicari, menawarkan pemain kesempatan untuk memutar gulungan permainan slot tanpa mempertaruhkan uang mereka sendiri. Pemain Austria memiliki berbagai pilihan fantastis untuk menikmati bonus ini, dan panduan komprehensif kami untuk https://smartbonus.at/freispiele/ Free Spins memberikan wawasan mendetail tentang penawaran Free Spins terbaik yang tersedia. Panduan ini dirancang untuk membantu pemain pemula dan berpengalaman menavigasi berbagai bonus Free Spins yang ditawarkan oleh kasino online top Austria. Panduan kami mempelajari mekanisme Free Spins, menjelaskan cara kerjanya dan cara memaksimalkan potensinya. Baik itu bagian dari paket sambutan atau penawaran yang berdiri sendiri, penting untuk memahami syarat dan ketentuan, seperti persyaratan taruhan dan batasan permainan. Perbandingan dan ulasan kami tentang berbagai penawaran spin gratis memastikan Anda memiliki informasi terbaru di ujung jari Anda. Kami juga memberikan tips ahli tentang cara mendapatkan hasil maksimal dari putaran gratis ini dan meningkatkan peluang Anda untuk mengubahnya menjadi kemenangan nyata. Dengan panduan kami, Anda akan diperlengkapi dengan baik untuk memanfaatkan penawaran spin gratis terbaik di Austria, menjadikan setiap sesi slot lebih menarik dan berpotensi memberi Anda hadiah.