logo2

ugm-logo

7 Kecamatan di Cilacap Dilanda Bencana Banjir Dan Tanah Longsor, Ratusan Warga Mengungsi

PORTAL JOGJA - Bencana hidrometeorologi melanda tujuh kecamatan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti banjir, tanah longsor, hingga
angin puting beliung.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cilacap Heru Kurniawan mengatakan, "Berdasarkan pendataan sementara, bencana hidrometeorologi akibat hujan lebat yang terjadi pada Senin malam hingga Selasa dini hari terjadi di tujuh kecamatan, lima di antaranya
dilanda banjir, sedangkan lainnya tanah longsor," katanya di Cilacap, Selasa 17 November 2020.

Bencana banjir melanda Kecamatan Kroya, Sidareja, Bantarsari, Kedungreja, dan Wanareja, sedangkan tanah longsor terjadi di Kecamatan Karangpucung dan Cimanggu.

Menurut Heru, bencana banjir di Kecamatan Kroya melanda Desa Gentasari dengan ketinggian air berkisar antara 10-150 centimeter sehingga mengakibatkan 35 keluarga yang terdiri 129 jiwa mengungsi.

Selain itu, di Desa Kedawung terdapat 47 keluarga terdiri 188 jiwa yang terdampak banjir dengan ketinggian air berkisar antara 20-50 centimeter dan belum ada yang mengungsi, di Desa Mujur Lor terdapat 19 keluarga terdiri 76 jiwa yang mengungsi akibat banjir setinggi 30-150 centimeter

Sementara di Kecamatan Sidareja, banjir melanda Desa Sidareja dengan ketinggi air berkisar antara 10-150 centimeter, dan mengakibatkan 29 keluarga yang terdiri 107 jiwa mengungsi.

Di Desa Gunungreja ketinggian air berkisar antara 10-150 centimeter sehingga mengakibatkan 13 keluarga yang terdiri 28 jiwa mengungsi. Di desa Sidamulya ketinggian air berkisar antara10-100 centimeter, desa Sudagaran ketinggian air berkisar antara 10-150 centimeter, desa
Tinggarjaya berkisar 10-60 centimeter, dan Desa Tegalsari berkisar 10-50 centimeter.

"Bencana banjir di Kecamatan Bantarsari melanda Desa Cikedondong, Kamulyan, Bantarsari, Kedungwadas, Rawajaya, dan Binangun. Kami masih melakukan pendataan lebih lanjut," kata Heru.

Banjir Bandang di Kawasan Wisata Sungai Landak

MEDAN, KOMPAS.com - Hiruk pikuk terasa di kawasan wisata Sungai Landak (Landak River) di Desa Sampe Raya, Kecamatan Bahorok, Langkat, pada Rabu (18/11/2020).

Sejumlah warga dan relawan tampak membersihkan puing-puing bangunan atau pondok yang luluh lantak diterjang banjir bandang pada Selasa (17/2020) malam hingga Rabu dini hari.

Banjir bandang ini tidak memakan korban jiwa, namun rusaknya beberapa fasilitas wisata menyisakan rasa takut di beberapa warga.

Seorang saksi mata, Derlina Perangin-angin kepada Kompas.com ketika ditemui di depan rumahnya yang berhadapan langsung dengan Sungai Landak menceritakan, banjir bandang yang terjadi pada Selasa malam hingga Rabu kemarin itu adalah kejadian yang paling besar.  

"Banjir sebesar ini, abang saya, bapak saya yang sudah berumur 80 tahunan bilang, inilah banjir yang paling besar, tidak pernah sebesar ini sebelumnya," katanya, Rabu (18/11/2020) sore.

Dijelaskannya, banjir bandang itu terjadi cukup lama. Selasa sekitar pukul 20.00 WIB, dia bersama suaminya sempat turun ke bawah untuk mengambil beberapa barang yang bisa diselamatkan.

Namun, tak lama kemudian air semakin tinggi. Sekitar pukul 22.00 WIB hingga 01.00 WIB itulah banjir bandang terjadi membawa kayu-kayu besar beserta akar-akarnya.

Menurut Derlina, tidak terhitung berapa jumlah batang kayu besar yang sudah melintas di depannya.

"Saya mendengar suara air ini, sampai mau copot jantung saya ini. Makanya berdoa terus, barang-barang saya tidak peduli. Saya tidak ada daya lagi. Sama suami saya cuma menengok sajalah sambil berdoa sama Tuhan. Supaya jangan dideraskan airnya," katanya.

Dia menduga kayu-kayu tersebut berasal dari hutan di Taman Nasional Gunung Leuser setelah terjadi longsor, bukan karena adanya penebangan.

"Bapak lihat itu sama akar-akarnya. Kalau penebangan, itu kan ada bekas dormal. Ini tidak ada bekas dormalan. Kami yakin tidak ada penabangan liar, memang kuasa Tuhan yang sudah disampaikan sama Landak River inilah mungkin," katanya.

Ditemui di pinggir sungai, Risnawati menjelaskan, akibat banjir bandang dia banyak mengalami kerugian, mulai dari bangunan, jembatan (titi), pondokan, tanah sedikit hancur, begitupun gensetnya juga hilang.

Dia menduga gensetnya tertimbun puluhan batang kayu yang melintang di atas bangunan villanya.

"Di sini banyak kayu melintang kami bersihkan cepat karena mengejar ekonomi untuk tahun baru," katanya.

Menurut Risnawati, dibutuhkan sekitar 1 bulan untuk membersihkan puing-puing karena kemungkinan besar tidak ada tamu pasca-banjir bandang.

More Articles ...