1 Agustus 2023
Pada Selasa (1/8/2023) BPBD Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Negeri Veteran Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan seminar bertajuk “Seminar Awal Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Kota Yogyakarta” bertempat di Hotel Tjokro Style pada pukul 08.30-12.30 WIB. Seminar dihadiri oleh pemangku kebijakan dan jejaring penanggulangan bencana mulai dari Pemerintah Kota Yogyakarta, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinar P3AP2, Dinas Perdagangan, Dinas Dukcapil, Dinas Pertanian dan Pangan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, PDAM, PMI, Polres dan Kodim, Kwarcab, BMKG, BPPTKG, PDM dan PCNU, BPKAD, Satpol PP, ORARI dan RAPI, serta akademisi dari berbagai universitas. FK-KMK UGM turut hadir dalam acara tersebut, diwakili oleh Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-KMK UGM.
Penyelenggaraan seminar bertujuan untuk memberikan gambaran awal terkait penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kota Yogyakarta selama periode 5 tahun ke depan. Penyusunan RPB ini diharapkan dapat memperbaiki upaya penanggulangan bencana khususnya di Kota Yogyakarta, dan meningkatkan kapasitas daerah dalam lingkup kebencanaan dan ketahanan.
Acara dibuka dengan sambutan dari Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta yang menyampaikan urgensi penyusunan RPB sebagai layanan dasar pada pelaksanaan setiap kegiatan penanggulangan bencana di Kota Yogyakarta. Dalam penyusunan RPB, penting untuk memperhatikan kolaborasi pentahelix yang melibatkan multisektor dan multi komunitas, agar perspektif yang diberikan lebih komprehensif dan menyentuh berbagai aspek.
Seminar dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Siti Nur Santi Iriyani, S.T., M.Eng selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Kota Yogyakarta mengenai “Urgensi RPB dalam Rencana Pembangunan”. Siti menjelaskan bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang aman dan berkelanjutan, maka di dalamnya perlu memperhatikan upaya dan aspek pengurangan risiko bencana yang tidak dapat dilepaskan dari aspek pembangunan. Indonesia menargetkan sebagai Negara Tangguh Bencana pada 2045, yang dapat dicapai melalui; penanggulangan bencana yang tangguh dan berkelanjutan, tata kelola penanggulangan bencana yang profesional dan inklusif, serta penanganan darurat bencana serta pemulihan pasca bencana yang prima. Beliau menyayangkan bagaimana alokasi anggaran pada fase bencana yang lebih berat pada upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi (sebesar 90%) dibandingkan upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana (hanya sebesar 10%). Pihaknya mengharapkan, meski Provinsi DIY belum memiliki RPB, Kota Yogyakarta dapat memulai menyusun RPB sesuai Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) milik BNPB yang telah sejalan dengan RPJMN 2020-2024 dan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.
Materi kedua, disampaikan oleh Dr. Arif Rianto Budi Nugroho, S.T., M.Si selaku perwakilan dari Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta. Dalam materinya, Arif menjelaskan bagaimana alur sistem RPB dan bagaimana tahapan penyusunan dokumen RPB yang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh BNPB. Pihaknya juga melakukan diseminasi Data Kajian Risiko Bencana Kota Yogyakarta. Dari data tersebut, ditemukan bahwa terdapat 7 potensi ancaman dan kerentanan Kota Yogyakarta diantaranya; banjir, wabah penyakit, cuaca ekstrim, gempa bumi, kegagalan teknologi, kekeringan, dan letusan gunung api. Dalam penyusunan RPB, harus dilakukan penentuan prioritas risiko bencana yang ditangani. Tidak semua risiko bencana menjadi prioritas dalam 5 tahun ke depan. Meski disusun saat ini, RPB masih dapat direvisi dalam jangka kurang lebih 2 tahun jika terdapat bencana. RPB berbeda dengan kerangka kebijakan. RPB tidak hanya menunjuk siapa berperan apa, tapi juga mencantumkan anggaran serta sarana prasarana yang digunakan dalam agenda yang dirumuskan. Harapannya, dengan RPB dapat menunjukkan dan menilai ketangguhan bencana di suatu daerah. Posisi RPB dapat dijadikan sebagai payung dari berbagai dokumen kebencanaan.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi dari para peserta seminar kepada para pembicara. Diskusi yang berjalan seputar dengan mitigasi dan perawatan bangunan cagar budaya, pelibatan sektor lain dalam upaya penanggulangan bencana (seperti sekolah, asrama mahasiswa, dan ormas), anggaran kebencanaan, perubahan nominal dalam kebencanaan akibat UU OBL, pentingnya perhatian kepada aspek psikososial dalam lingkup kebencanaan (bagaimana infrastruktur dalam penanggulangan bencana bersifat sensitif dan inklusif sehingga humanis), serta bagaimana pelatihan dapat diberikan kepada pihak strategis sebagai upaya penanggulangan bencana (seperti pelaku wisata dan industri). PKMK FK-KMK UGM khusus menyoroti dokumen RPB sebagai potensi baru dalam mendorong upaya klaster kesehatan dalam menyusun perencanaan baik program maupun anggaran. Harapannya perencana program penanggulangan krisis kesehatan di Dinas Kesehatan dapat melihat peluang ini dalam memperjuangkan anggaran kegiatan untuk kegiatan kesiapsiagaan krisis kesehatan kedepan, termasuk memanfaatkan forum penyusunan dokumen RPB untuk sharing program, anggaran dan capaian untuk penanggulangan krisis kesehatan.
Seminar ini hanyalah awal permulaan dari rangkaian seminar penyusunan RPB selanjutnya. BPBD Kota Yogyakarta bertekad kuat untuk terus secara aktif melibatkan berbagai pihak dengan prinsip pentahelix (melibatkan akademisi, pemerintah, LSDM, dunia usaha, dan media) dalam penyusunan RPB. Hasil seminar ini juga menyimpulkan bahwa proses monitoring dan evaluasi menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan dan penyusunan RPB sehingga perlu dipikirkan sistem yang baik.
Reporter dr. Alif Indira dan Madelina A, MPH – Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK