logo2

ugm-logo

Reportase Launching The ASEAN One Health Network (AOHN) and ASEAN One Health Joint Plan of Action (OH-JPA)

Reportase

Launching The ASEAN One Health Network (AOHN) and ASEAN One Health Joint Plan of Action (OH-JPA)

Jakarta, 19 Juni 2024

diselenggarakan oleh

GIZ , Kemenkes Indonesia, ASEAN Member State (AMS)
bekerja sama dengan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM


Pembukaan

 

SESI PEMBUKAAN

aohn opening

“Perwakilan ASEAN Member State” Dok. Kemenkes Indonesia

Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah ASEAN Member State yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Kamboja, Lao PDR, Malaysia, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam dan Singapura. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya sosialisasi tujuan dan maksud pengembangan AOHN dan OH JPA dengan harapan terjadi kolaborasi yang lebih kuat khususnya dalam negara ASEAN. Kegiatan ini juga bentuk komitmen ASEAN dalam menjalankan ASEAN Leaders’ Declaration on One Health Initiative. Setelah launching dilanjutkan dengan sesi ebinar dengan topik Public Health Emergency Response Focusing on Future Preparation dan Lesson Learn from International Cooperation/International Organization in Implementing One Health.

aohn opening id

“Pengantar dari SOMHD Indonesia”. Dok. Kemenkes Indonesia

Kegiatan dimulai dengan pengantar dari Senior Officials' Meeting on Health Development (SOMHD) Indonesia Syarifah Liza Munira sebagai Director General for Health Policy Agency. LIza menekankan kembali ASEAN One Health Network berkomitmen untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam merespon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (Public Health Emergency/PHE). Pengalaman berbagai negara khususnya ASEAN menghadapi pandemi COVID-19 menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dengan pendekatan yang holistik dan komprehensif. Dengan adanya kolaborasi yang kuat akan memungkinkan AMS lebih kuat dalam mempersiapkan diri menghadapi PHE dimasa depan. Oliver Hoppe selaku Counsellor for Development Cooperation The Embassy of Federal Republic of Germany to Indonesia, ASEAN and Timor Leste juga menyampaikan hal yang sama bahwa yang perlu di-highlight dalam pertemuan ini adalah menyadari pentingnya kolaborasi untuk meningkatkan PHE, membangun ketahanan sistem kesehatan melalui program-program ASEAN.

 

Reporter :

Happy R Pangaribuan, MPH
Peneliti dan asisten konsultan PKMK FK-KMK UGM

Reportase ASEAN++ Chemical Incident Preparedness for Hospital (HOSPREP) Program 2024

Reportase

ASEAN++ Chemical Incident Preparedness for Hospital (HOSPREP) Program 2024

10–13 June 2024, Kuala Lumpur, Malaysia


Malaysia Technical Cooperation Program (MTCP) yang berada di bawah naungan Ministry of External Affairs bekerja sama dengan National Authority for Chemical Weapons Convention (NACWC), National Institutes of Health (NIH), dan Ministry of Health (MOH) mengadakan pelatihan mengenai “Chemical Incident Preparedness for Hospital (HOSPREP)”. Kegiatan ini pada awalnya ditujukan untuk negara di kawasan Asia Tenggara. Mengingat berdasarkan Konsil Industri Kimia Eropa (2018), produksi bahan kimia di kawasan Asia melebihi kawasan lain di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan meningkatnya perhatian dan kewaspadaan terhadap potensi penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata atau sesuatu yang secara tidak sengaja dapat menyebabkan populasi manusia. ASEAN yang memahami hal ini, kemudian mencanangkan sebuah implementasi dan kolaborasi untuk mencegah hal tersebut terjadi.

Dibawah cetak biru mengenai keamanan politik ASEAN 2025, disebutkan bahwa perlu adanya kegiatan untuk mempromosikan dan meningkatkan kapasitas negara anggotanya dalam menghadapi ancaman dari bahan dan senjata kimia. Malaysia melalui serangkaian kegiatan kerjasama regional dan subregional melanjutkan peningkatan kapasitas terhadap hal tersebut. Setelah berhasil menyelenggarakan pelatihan tentang kesiapsiagaan menghadapi kejadian akibat bahan kimia di rumah sakit pada Oktober 2019, kali ini MTCP kembali mengadakan pelatihan tersebut, khususnya untuk peserta yang berasal dari negara anggota ASEAN, namun juga tidak menutup kesempatan bagi negara-negara lain di seluruh dunia.

Indonesia, menjadi salah satu peserta dalam kegiatan tersebut dengan diwakili oleh dr. Alif Indiralarasati (Peneliti Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM), Hersinta Retno Martani, S.Kep., Ns., M.Kep. (Dosen PSIK FK-KMK UGM), dr. Nimitta Talirasa dan Margareta Sapta Putri, S.Kep., Ns. (staf RSA UGM). Selama 4 hari, mereka mengikuti pelatihan dan mendapatkan pembelajaran yang dapat dibagikan secara rinci dan berurutan sebagai berikut.

Selengkapnya mengenai info pelatihan https://mtcp.kln.gov.my/courses/detail2/10

Hari 1

Senin, 10 Juni 2024

Dari 73 pendaftar yang tersebar di seluruh dunia, terpilih 17 delegasi dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Mexico, Ghana, Palau, Maladewa, Mongolia, dan Turki. Kegiatan ini kemudian menjadi sarana pembelajaran dan saling bertukar pikiran antar delegasi. Di hari pertama terdapat kegiatan pembukaan dan materi-materi yang diberikan oleh narasumber dari berbagai instansi.

Materi pertama disampaikan oleh Dr. Rasidah mengenai “General Principle of Emergency Operation” tentang bagaimana sistem kesehatan pada situasi kegawatdaruratan berjalan, khususnya di Malaysia, dan bagaimana peran Rumah Sakit dalam menghadapi situasi tersebut. Pada dasarnya, ketika informasi masuk melalui berbagai kanal menuju ED-OC (Emergency Department Operation Center), Incident Commander dapat langsung mempersiapkan tim rumah sakit setelah melakukan verifikasi data dan situasi lapangan serta berkoordinasi dengan HOC (Hospital Operation Center). Setelah itu, jika rumah sakit kemudian memutuskan mengirim tim ke lapangan, maka berkoordinasi dengan on-site commander dan mempersiapkan diri untuk membangun medical base di lokasi yang telah ditentukan. Rumah sakit juga perlu mempertimbangkan alur pelayanan pasien dan bagaimana memisahkan pasien berdasarkan derajat keparahannya

nih 1

Dokumen: Delegasi Indonesia melakukan foto bersama dengan Ketua Panitia, Pembicara, dan Staf MoH Malaysia

Materi dilanjutkan dengan Mass Casualty Incident yang membicarakan mengenai prinsip penanganan korban massal akibat kejadian yang terjadi akibat peningkatan kebutuhan dan kurangnya kemampuan memenuhinya. Pada dasarnya, semua bencana adalah MCI dan membutuhkan sistem tersendiri dalam menanganinya. Dr. Pak Jun Wan menyampaikan dalam materinya bahwa yang terpenting dalam manajemen MCI adalah command, control, coordination, communication (4C). Tidak lupa adalah tim yang ada harus dengan cepat mengidentifikasi jenis dan tipe kejadian yang akan dihadapi, karena akan membedakan persiapan logistik yang perlu dilakukan.

Setelah melakukan istirahat siang, sesi kelas kuliah dilanjutkan oleh FIreman Superitender Zulkarnain mengenai Personal Protective Equipment (PPE) dan Dekontaminasi. Memilih APD yang tepat dalam menghadapi ancaman yang ada merupakan tahap keempat setelah mengidentifikasi portal masuk bahan, kebutuhan level keamanan, dan keadaan lingkungan bekerja. Secara singkat, APD dibagi menjadi 4 level (A, B, C, D) dan CBRN unit. Sedangkan untuk dekontaminasi, pada prinsipnya semua pasien yang dicurigai terpapar bahan berbahaya harus segera didekontaminasi secara kering (membuka seluruh pakaian) dan basah (mencuci dengan air dan sabun) sebelum dilakukan tatalaksana.

nih 2

Dokumen: Kegiatan pembukaan dan demonstrasi oleh penyelenggara.

Memahami prinsip penatalaksanaan korban akibat bahan berbahaya harus mengenali terlebih dahulu karakteristik dari bahan-bahan tersebut. Pengenalan mengenai bahan berbahaya yang dibagi menjadi nerve agents, blister agents, incapacitating agents, choking agents, and blood agents disampaikan oleh Dr. Shahrul (MoH) dan Dr. Eduardo (OPCW Netherlands). Dari bahan-bahan tersebut, tidak semuanya memiliki antidotum. Oleh karenanya, dalam penatalaksanaan selalu mengutamakan untuk mengobati tanda dan gejala yang muncul dan mengupayakan tindakan penyelamatan hidup melalui pengamanan saluran nafas, usaha nafas, dan sirkulasi.

Terakhir, implementasi dari materi-materi di atas menjadi pembelajaran ketika menyimak kisah kejadian yang pernah terjadi di dunia seperti Tokyo Shibuya Station Incident dan Sungai Kim Kim Incident. Belajar mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana kimiawi membuat kita sadar bahwa ancaman bahan berbahaya tidak hanya ketika kita membicarakan mengenai bom atau substansi nuklir. Namun, zat kimia yang berasal dari industri ataupun penyalahgunaan dapat menimbulkan kerusakan dan kejadian yang membahayakan masyarakat. Delegasi Indonesia sangat antusias mengikuti pembelajaran di hari pertama dan aktif terlibat dalam sesi diskusi di dalam maupun di luar kelas bersama narasumber dan delegasi lain.

 

Reporter: dr. Alif Indiralarasati (Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK UGM)

 

More Articles ...